BNPT Sambangi IAIN Pontianak, Beri Edukasi Anti Radikalisme Teroris Bagi Mahasiswa

BNPT

Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama, dan Badan Nasional Pencegahan Terorisme (BNPT) bersama menggelar Training of Trainers anti radikal terorisme bagi mahasiswa di IAIN Pontianak pada tanggal 19-21 November 2014. Kegiatan ini adalah bagian dari program nasional pencegahan terorisme yang pelaksanaannya di Perguruan Tinggi umum dan PTKI di seluruh Indonesia.

Amiruddin Kuba, Koordinator kegiatan Training of Trainers (ToT), mengatakan, pelaksanaan ToT di Perguruan Tinggi dibagi menjadi dua, yakni khusus untuk pimpinan dan dosen, dan bagi mahasiswa. Khusus untuk pimpinan dan dosen sudah dilaksanakan di tiga tempat yaitu di Bandung, Lampung, dan Kendari. Selanjutnya ToT diperuntukkan bagi mahasiswa juga dilaksanakan pada tiga tempat diantaranya di Makassar, Pontianak, dan selanjutnya di Palu.

Ketika ditanya alasan ToT Anti Radikal Terorisme dipilihnya kampus sebagai tempat kegiatan, secara gamblang Amir mengungkapkan, kegiatan tersebut tidak dimaksudkan untuk meniadakan tempat  lain, akan tetapi lebih kepada alasan bahwa De Nusa Institut sebagai mitra yang diberi kepercayaan oleh BNPT untuk mengelola kegiatan di perguruan tinggi.

Program ToT terbagi beberapa bagian, Amir menyebut, ada ToT untuk majlis taklim, para napi, lembaga pemasyarakatan, ormas, pesantren, masyarakat umum dan dialog damai dengan menghadirkan ulama dari dalam dan luar negeri. Sehingga program ToT secara bersamaan berjalan di tempat dan provinsi lain dan dikelola oleh mitra yang lain.

Mengenai output dari kegiatan ini, Amiruddin menegaskan, pimpinan dan dosen punya peran khususnya di kampus menjadi pelopor bagi mahasiswa secara umum untuk menyampaikan informasi selanjutnya tentang anti radikalisme teroris.

Dia tidak menampik terlepas dari terdeteksi atau tidaknya sebuah kampus terhadap gerakan radikalisme teroris. Kampus ilmiah harus steril dari hal tersebut. Dengan ikutnya mahasiswa dalam kegiatan ToT dapat menjadi agen bagi kampusnya sendiri untuk meminimalisir pengaruh yang ditimbulkan orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Pada kesempatan yang sama redaktur Suluh berkesempatan mewawancarai Ali Fauzi, mantan anggota Jamaah Islamiyyah, berikut obrolan singkat dengan adik Amrozi–terpidana mati bom Bali I–seputar bahaya radikalisme teroris di dunia kampus.

Bagi Ali Fauzi keterlibatan mahawasiswa dalam jaringan terorisme sangat berbahaya, karena kemampuan intelektual mahasiswa cukup dibanggakan. Ketika mereka masuk bukan menjadi anggota biasa tetapi menjadi anggota luar biasa, tentu kebijakan akan lebih bagus ketimbang kebijakan diambil anggota biasa.

Menurutnya, mahasiswa cukup rentan terhadap jaringan terorisme, kelompok ini sangat ingin membidik mereka, dan akan diajarkan perilaku-perilaku instruktif yang mengedepankan prinsip dalam pertemanan dan persahabatan. Selanjutnya akan ditanamkan metode tarbiyah yang membuat orang merasa simpati dan mendalam untuk bergabung.

Ali Fauzi berpendapat, paling tidak ada dua metode yang diajarkan dalam menarik simpati dan pemahaman yang mendalam dalam kelompok ini, yaitu; pertama, Pendidikan agama digunakan untuk menstimulasi dalam merekrut mahasiswa; kedua, isu internal sunnah yang terkait dengan permusuhahan Islam dan Barat. Dengan begitu akan mudah mengajak kelingkaran tersebut.

Untuk mengantisipasi gerakan tersebut, agar tidak masuk ke dunia kampus, Ali Fauzi memberi cara, yakni dengan pendekatan persuasif, adanya kebijakan dari lembaga, dan pembinaan yang intensif.

Print Friendly, PDF & Email