Sambutan Plt. Rektor IAIN Pontianak Pada Acara Peresmian IAIN Pontianak

Oleh: Drs. H. Rustam A., M.Pd.

plt rektor

Pertama-tama marilah kita bersyukur kepada Allah SWT, atas karunia-Nya, kita bersama-sama dapat menghadiri momentum yang bersejarah dan membahagiakan ini, yakni peresmian IAIN Pontianak yang telah lama dinanti-nantikan. Semoga kegiatan ini mendapatkan berkah kemuliaan dari Allah SWT. Shalawat dan salam kita haturkan kepada nabi Muhammad Saw, sahabat, keluarga dan pengikutnya yang setia. Mudah-mudahan kita dapat meneladani beliau dalam kehidupan sehari-hari. Aamiin!

 

Bapak Wakil Menteri Agama yang kami muliakan dan hadirin yang berbahagia.

Melalui kesempatan ini saya mewakili seluruh civitas akademika IAIN Pontianak, mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya atas kesediaan Bapak Wakil Menteri Agama, untuk meresmikan IAIN Pontianak. Kehadiran Bapak Wakil Menteri Agama merupakan sebuah kebanggaan bagi kami dan akan menjadi kenangan terindah bagi kami masyarakat kampus khususnya dan masyarakat Kalimantan Barat pada umumnya.

Terima kasih yang dalam juga perlu kami sampaikan kepada seluruh hadirin para undangan yang berkenan menghadiri dan menjadi saksi atas peresmian IAIN Pontianak ini.

 

Bapak Wakil Menteri Agama yang kami hormati dan hadirin yang berbahagia.

Masyarakat Kalimantan Barat sudah lama mendambakan alih status STAIN menjadi IAIN Pontianak. Kini mimpi tersebut telah terwujud dengan terbitnya Peraturan Presiden Republik Indonesia, Nomor 53 Tahun 2013, tanggal 30 Juli 2013 tentang Perubahan STAIN Pontianak menjadi IAIN Pontianak. Alhamdulillah rasa syukur dan kebahagiaan tersebut semakin bertambah dengan peresmian IAIN Pontianak oleh Bapak Wakil Menteri Agama pada hari ini, dirangkaikan dengan peresmian gedung Sport Center IAIN Pontianak, launching terjemahan al-Qur’an dalam bahasa Dayak Kanayatn kerjasama Puslitbang Lektur dan Khazanah Kementerian Agama RI dengan IAIN Pontianak dan launching buku karya dosen IAIN Pontianak.

Perjalanan STAIN Pontianak menjadi IAIN Pontianak begitu panjang. Dirintis tahun 1965 yang diketuai oleh A. Muin Sanusi sebagai Walikotamadia Pontianak dan dewan kurator yang diketuai Brigjend Ryacudu Pangdam XII Tanjungpura. Dilanjutkan oleh Gubernur Brigjen Kadarusno, terbentuklah Fakultas Tarbiyah Cabang IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 Agustus 1969.

Dua puluh delapan (28) tahun kemudian melalui Keputusan Presiden RI No. 11 tanggal 21 Maret 1997, Fakultas Tarbiyah IAIN Jakarta di Pontianak, bersama-sama 32 Fakultas jauh IAIN lainnya se-Indonesia, berubah menjadi STAIN. Sejak itu STAIN Pontianak memperoleh kesempatan untuk mandiri dan tidak lagi bergantung kepada IAIN induk.

Alih status STAIN menjadi IAIN Pontianak diperjuangkan hampir 10 tahun. Upaya tersebut sudah dimulai sejak kepemimpinan Dr. H. Moh. Haitami Salim, M.Ag sebagai Ketua STAIN Pontianak. Ketika itu, dukungan secara tertulis dari Gubernur Kalbar Usman Ja’far, seluruh Walikota/Bupati se-Kalbar, DPRD se-Kalbar dan seluruh stakeholders sepakat IAIN mesti segera diperjuang­kan dan diwujudkan. Alhamdulillah pada kepemimpinan Dr. H. Hamka Siregar, M.Ag, mimpi yang sudah lama itu dapat terwujud.

Adanya dukungan dari Walikota Pontianak, H. Sutarmidji, SH.M.Hum, yang memberikan bantuan penyediaan tanah untuk lahan kampus 2, visitasi dari Kementerian Agama hingga audiensi Forum Pimpinan PTAIN se-Indonesia dengan Presiden RI, pada tanggal 23 Juli 2013 di Istana Negara mempermudah jalan tersebut. Forum mendesak agar Presiden RI segera menyetujui peningkatan status PTAIN dari STAIN menjadi IAIN dan IAIN menjadi UIN. Seminggu berikutnya, Presiden RI menyetujui lima STAIN menjadi IAIN, yaitu IAIN Tulungagung, IAIN Palu, IAIN Padang Sidempuan, IAIN Pontianak, dan IAIN Ternate, dan perubahan IAIN Aceh dan IAIN Surabaya menjadi UIN.

Kami sadari, prestasi sejarah perubahan STAIN Pontianak menjadi IAIN Pontianak dapat terwujud berkat dukungan semua pihak; Presiden RI, Menteri Agama, Pemerintah Daerah, Pemerintah Kota Pontianak, Pemerintah Kabupaten se-Kalbar, ulama, tokoh agama, tokoh masyarakat, tim visitasi Kementerian Agama, dan panitia alih status. Untuk itu melalui kesempatan ini, kami menyampaikan ucapan terima kasih atas dukungan dan kerjasama semua pihak yang telah berkontribusi mewujudkan mimpi dan harapan masyarakat Kalimantan Barat ini. Semoga semua yang telah kita lakukan mendapatkan nilai ibadah di sisi Allah SWT. Aamiin!




Wujudkan Mimpi Masyarakat Kalimantan Barat

Peresmian IAIN Pontianak oleh Wakil Menteri Agama RI

Dr. Nasarudddin Umar

Masyarakat Kalimantan Barat (Kalbar) sudah lama mendambakan perubahan status Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pontianak menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak. Kini mimpi tersebut telah terwujud dengan terbitnya Peraturan Presiden Republik Indonesia, Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, Nomor 53 Tahun 2013, tanggal 30 Juli 2013 tentang Perubahan STAIN Pontianak menjadi IAIN Pontianak.

Perjalanan STAIN Pontianak menjadi IAIN Pontianak begitu panjang. Adanya dukungan dari Walikota Pontianak, Sutarmidji, SH.M.Hum yang memberikan bantuan penyediaan tanah untuk kampus IAIN, visitasi dari Kementerian Agama hingga audiensi Forum Pimpinan PTAIN se-Indonesia dengan Presiden RI, 23 Juli 2013 di Istana Negara mempermudah jalan tersebut. Forum mendesak agar Presiden RI segera menyetujui peningkatan status PTAIN dari STAIN menjadi IAIN dan IAIN menjadi UIN. Seminggu berikutnya, Presiden RI menyetujui lima STAIN menjadi IAIN, yaitu IAIN Tulungagung, IAIN Palu, IAIN Padangsidempuan, IAIN Pontianak, dan IAIN Ternate.

Sejarah STAIN Pontianak bermula dengan dibentuknya Yayasan Sadar pada tahun 1965 yang diketui oleh A. Muin Sanusi, Walikotamadia Pontianak dimasa itu. Selain yayasan, dibentuk pula Dewan Kurator yang diketuai Brigjend Ryacudu, Pangdam XII Tanjungpura. Dalam yayasan dan dewan kurator itulah para ulama, aparatur pemerintah daerah dan masyarakat Kalbar merajut asa dan mewujudkan cita-cita agar daerah ini berdiri sebuah lembaga pendidikan tinggi agama Islam. Terbentuklah Fakultas Tarbiyah Cabang IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta berdasarkan SK Menteri Agama No. 26 tahun 1969, pada tanggal 6 Agustus 1969.

Delapan tahun kemudian berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI No.65 tahun 1982 istilah cabang dihilangkan menjadi Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta di Pontianak. Mulai saat itu, memiliki kewenangan untuk menghasilkan sarjana penuh, yang sebelumnya hanya diperkenankan melahirkan Sarjana Muda. Lima belas tahun kemudian, melalui Keputusan Presiden RI No. 11 tanggal 21 Maret 1997, Fakultas Tarbiyah IAIN Jakarta di Pontianak, bersama-sama 32 Fakultas Jauh IAIN lainnya se-Indonesia, berubah menjadi STAIN. Sejak itu STAIN Pontianak memperoleh kesempatan untuk mandiri dan tidak lagi bergantung kepada IAIN induk.

Ikhtiar perubahan STAIN Pontianak menjadi IAIN Pontianak sudah ditancapkan sejak kepemimpinan Dr. H. Moh. Haitami Salim, M.Ag sebagai Ketua STAIN Pontianak. Dukungan dari Gubernur Kalbar Usman Ja’far dan seluruh Walikota/Bupati se-Kalbar dan seluruh stakeholder sepakat IAIN mesti segera diperjuangkan dan diwujudkan. Ketika itu proposal usulan STAIN Pontianak menjadi IAIN “Khatulistiwa” Pontianak sudah diajukan   ke Departemen Agama sejak tahun 2005.

Estafet kepemimpinan Dr. H. Moh. Haitami Salim, M.Ag berakhir dan dilanjutkan Dr. H. Hamka Siregar, M.Ag. Saat dilantik menjadi Ketua STAIN Pontianak pada tanggal 12 Maret 2010 di Jakarta, Dr. H. Hamka Siregar, M.Ag bertekad untuk mewujudkan cita-cita kepemimpinan sebelumnya yang belum tercapai. Cita-cita tersebut yaitu; Pembukaan Program Pascasarjana, Pembangunan gedung asrama mahasiswa (Ma’had Ali) dan Perubahan STAIN Pontianak menjadi IAIN Pontianak. Berkat dukungan semua pihak, alhamdulillah ketiga mimpi besar tersebut terwujud di masa kepemimpinan Dr. H. Hamka Siregar, M.Ag. Peresmian IAIN Pontianak dilaksanakan hari Selasa, 1 April 2014 oleh Wakil Menteri Agama RI, Prof. Dr. Nasaruddin Umar di kampus IAIN Pontianak.




Kampung Riset Launching Buku

kampung riset

Kegiatan Kampung Riset yang diadakan pada tanggal 17-23 Oktober 2013 oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat dinilai berhasil. Tidak tanggung-tanggung melalui Kampung Riset tersebut dosen bersama mahasiswa menghasilkan lima buah karya buku, empat diantaranya sudah dilaunching pada awal tahun 2014.

Menurut Luqman Abdul Jabbar, kegiatan tersebut selain untuk melakukan riset lapangan (field research), juga untuk menggali potensi yang dimiliki daerah dan melihat kondisi lebih jauh secara langsung sebagai bentuk program pengabdian masyarakat.

Dengan dihasilkannya buku-buku karya mahasiswa tersebut, Luqman mengingatkan bahwa melalui kampung riset dirinya berharap dapat mendorong mahasiswa untuk intens menulis dan menerbitkan karya-karyanya. Di LP2M ada bidang penerbitan yang bisa memfasilitasi, tambahnya.

kampung riset#2“Empat buku karya mahasiswa tersebut, materinya bersifat field mood yakni berupa catatan perjalanan, menceritakan pengalaman, suasana, dan perasaan yang dialami mereka tuangkan” ujarnya.

Luqman berjanji akan ada satu karya buku dibuat dalam sebuah karya ilmiah bersifat analitis dari data-data maupun hasil observasi selama di lapangan yang ditulis oleh dosen, ujarnya.

Mengenai buku karya mahasiswa yang dihasilkan itu, dirinya mengaku buku tersebut dapat dijadikan gambaran dan rekomendasi baik sebagai destinasi perjalanan wisata maupun rekomendasi penelitian kebudayaan dan kekayaan alam yang dimiliki Kabupaten Kayong Utara.

Dia berharap, tidak menutup kemungkinan kedepannya, dapat direkomendasikan bentuk kegiatan atau program kerjasama antara pemerintah Kayong Utara dan IAIN Pontianak.

Sementara, melalui Staff Ahli Bupati Bidang Pendidikan dan Sosial, Drs. H. Gunawan, mewakili Bupati Kayong Utara, menyambut positif dan mendukung hasil dari kegiatan kampung riset di lapangan, terhadap keberadaan masyarakat dan potensi daerah yang ditemukan.

Dari hasil penelitian (riset) yang terlaksana tersebut, Bupati Kayong Utara berharap dapat dijadikan bahan tambahan, distribusi, dan dokumen dalam melakukan pemetaan dan pembangunan agar tepat sasaran.

kampung riset#3Kayong Utara sebagai kabupaten termuda, ujarnya. Terletak di pesisir pantai banyak memiliki pulau. Dengan kondisi geografis tersebut maka pelaksanaan pembangunan terasa kurang lancar, ditambah lagi pemukiman masyarakat yang terpencar antar pulau.

Bagi H. Gunawan, ini merupakan tantangan yang harus diatasi, sehingga beberapa langkah strategis perlu untuk direncanakan agar ada tindak lanjut dari hasil paparan penelitian guna mewujudkan harapan masyarakat Kepulauan Karimata dan Pulau Maya.




Geliat Pramuka IAIN Pontianak 2014

pramuka

Pramuka adalah Organisasi singkatan dari Praja Muda Karana atau biasa dikenal orang muda yang suka berkarya. Racana Abu Nuwas dan Racana Rabiatul Adawiyah adalah racana yang dimiliki UKK Pramuka IAIN Pontianak. Dalam beberapa bulan terakhir UKK ini terlihat bersemangat dan menggeliat dengan berbagai macam kegiatan pramuka.

Racana yang dipimpin oleh Sulaiman dan Niyah, membuka lembaran awal tahun cukup baik dan menarik perhatian. Sulaiman selaku ketua Racana Abu nuwas mengatakan pada bulan Februari lalu kami sukses menggelar Pawai Obor se-kota Pontianak. Kegiatan tersebut terselenggara untuk memperingati Bapak Pandu Pramuka se-dunia.

Diakuinya, UKK Pramuka belum lama ini juga mengadakan kegiatan Perjusami se-kota Pontianak. Kegiatan yang melibatkan siswa-siswi SMP dan SMA sederajat ini dilaksanakan untuk memunculkan semangat patriotisme, dan pengembangan kreativitas pembinaan bagi anggota pramuka.

Perjusami singkatan dari Perkemahan Jumat, Sabtu, Minggu merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap tahunnya oleh Unit Kegiatan Khusus (UKK) Pramuka IAIN Pontianak. Pada tahun ini merupakan gelaran ke delapan, ungkap Sulaiman yang akrap disapa dengan Eman.

Ketua Racana Abu Nuwas ini juga mengungkapkan, dirinya dan rekan-rekannya sedang mempersiapkan diri untuk kegiatan Perkemahan Wirakarya Nasional (PWN) di Bengkulu yang digelar pada 14-20 Mei 2014 dan selanjutnya Kemah Ramadhan (KEMRA) yang ke delapan pada bulan 2-8 Juli di desa Kuala II Kubu Raya.

Menurutnya, kegiatan Perkemahan Wirakarya Nasional adalah program kerja Kementerian Agama RI yang diikuti perwakilan mahasiswa PTAIN se-Indonesia. Sudah hampir dipastikan 53 PTAIN dibawah Kemenag RI menjadi kontingen untuk mengikuti PWN ke XII yang diselenggarakan di kampus IAIN Bengkulu.

UKK Pramuka IAIN Pontianak papar Sulaiman, akan mengirim kontingen sebanyak 16 mahasiswa yang terdiri dari 8 dari Racana Abu Nuwas dan 8 dari Racana Rabiatul Adawiyah, serta didampingi 4 orang dari pihak akademik 2 diantaranya Kusnan dan Ria Hidayatunnur Taqwa, M.Si selaku Pembina, dan Drs. H. Rustam, M.Ag selaku Plt Rektor dan Dr. Hermansyah pejabat bidang kemahasiswaan.

Ia tidak menampik bahwa dari rangkaian kegiatan sejak awal tahun 2014 yang telah dilaksanakan UKK Pramuka, adalah program kerja yang sudah dilaksanakan untuk satu periode setahun mendatang. Sebagai ketua racana dirinya merasa bahagia, semakin banyak kegiatan yang dilaksanakan UKK Pramuka, tentu akan menambah kawan, ilmu pengetahuan, dan hubungan baik sesama anggota pramuka atau dengan lingkungan sekitarnya.

Baginya program prioritas pramuka adalah bakti masyarakat. Pelaksanaan kegiatan yang ada dalam pramuka perguruan tinggi diarahkan sesuai dengan tri dharma perguruan tinggi yang selaras dengan Tri Bina gerakan Pramuka. Dengan adanya persamaan tersebut diharapkan UKK Pramuka mempunyai nilai lebih yang berorientasi pada pengembangan diri dan pengabdian masyarakat.

Disamping itu, memberikan pelatihan administrasi bagi anggota pramuka, anggota dapat bersosialisasi antar UKK IAIN Pontianak, pengembangan keahlian dari bidang masing-masing anggota seperti Pertolongan Pertama Gawat Darurat (PPGD), pengompasan, pemetaan, pendidikan kepramukaan lainnya yang tidak terlepas dari dasar pramuka.

Pengajaran, dan bakti sosial adalah bagian dari kegiatan untuk membaur dengan masyarakat. UKK Pramuka IAIN Pontianak sendiri memiliki program tersebut seperti kemah Ramadhan, dan kemah bakti desa yang lebih memberikan pengalaman yang ada di masyarakat, kegiatan ini dilaksanakan pada desa-desa yang masih terpencil.

“Dari sekian banyak kegiatan yang dilakukan atau akan dilaksanakan, UKK Pramuka IAIN Pontianak dapat bermanfaat bagi anggota dan orang lain, dan harapannya dapat bekerjasama dengan semua orang adalah hal yang paling membanggakan”, ujar ketua racana Abu Nuwas sambil tersenyum.




MPR Goes to Campus (GTC): Hapus Diskriminasi Ras dan Etnis, Bina Kerukunan Bangsa

MPR goes to campus

Kegiatan Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan yang dilakukan MPR RI melalui program Goes To Campus (GTC) sebagai program sosialisasi Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan, dan Bhineka Tunggal Ika. Rencananya akan digelar di empat puluh kampus atau di dua puluh provinsi di seluruh Indonesia. Program ini bertujuan untuk meningkatkan spirit kebangsaan pada segenap masyarakat Indonesia khususnya kalangan mahasiswa.

MPR goes to campus#2Dalam rangkaian 4 pilar GTC di IAIN Pontianak, acara GTC dikemas dengan konsep talkshow komedi yang menghadirkan komedian Jamil, Jaim, Dibyo dan dipandu oleh Cinthya Sari dan Yana Indrawan. Selain itu, juga menghadirkan pembicara dari anggota MPR RI yang diwakili oleh Eddy Sadeli dari Fraksi Partai Demokrat, Sutadi, SH mewakili tokoh masyarakat Kalbar, dan Dr. Zaenuddin, MA., MA dari akademisi IAIN Pontianak.

Acara GTC yang menyajikan nilai-nilai kebangsaan, di Gedung Rektorat IAIN Pontianak lantai empat berlangsung selama tiga jam mengangkat tema Hapus Diskriminasi Ras dan Etnis, Bina Kerukunan Bangsa, berjalan tertib dan dihadiri sebanyak 200 mahasiswa IAIN Pontianak sebagai peserta dari Fakultas Tarbiyah, Dakwah, dan Syariah.

Sebagaimana yang dimaksud dalam kegiatan ini, pendidikan politik berbangsa dan bernegara tidak hanya terbatas pada keempat pilar tersebut, melainkan masih banyak aspek lainnya yang penting, antaralain, negara hukum, kedaulatan rakyat, wawasan nusantara, ketahanan nasional, dan lain sebagainya. Dalam melakukan pendidikan politik, partai politik harus juga melakukan pendidikan politik terhadap berbagai aspek penting dalam berbangsa dan bernegara tersebut.

Terkait dengan tema yang digelar di IAIN Pontianak, Eddy Sadeli mengungkapkan diskriminasi untuk sekarang ini sudah jarang terjadi. Dirinya tidak melihat diskriminasi baik di lingkungan senayan sebagai tempatnya mengabdi, maupun dimasyarakat. Menurutnya diskriminasi merupakan bentuk peninggalan Belanda yang telah memisahkan tiga kelompok masyarakat, yakni warga Belanda, Cina dan penduduk Pribumi.

Dia berkesimpulan bahwa Empat pilar tersebut merupakan pendekatan kultural, edukatif, hukum, dan struktural guna menanamkan kembali nilai-nilai luhur yang perlu dijadikan acuan dan pedoman bagi setiap warga Negara terlebih untuk meningkatkan rasa nasionalisme kalangan mahasiswa.

MPR goes to campus#3Sementara Sutadi ketika ditanya host GTC mengenai diskriminasi ras dan etnis di Kalbar. Ia berpendapat bahwa diskriminasi ras dan etnis dapat terjadi akibat dari kecemburuan sosial ekonomi yang mengarah pada perlakuan yang berbeda. Diakuinya fenomena kelam pernah terjadi dalam masyarakat Kalbar. Menurutnya untuk saat ini dan masa mendatang mengenai hal tersebut perlu disikapi secara arif dan bijaksana serta penuh kehati-hatian agar tidak terjadi kembali diskriminasi ras dan etnis di tengah masyarakat.

Sedangkan Dr. Zaenuddin, MA.,MA. Pakar Sosiologi dan Budaya IAIN Pontianak menjelaskan bahwa diskriminasi terhadap ras dan etnis dapat terjadi karena beberapa sikap yang negatif seperti etnosentrisme dan stereotype. Ia kemudian mengusulkan bahwa hukum harus menjadi panglima dalam penyelenggaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kasus-kasus pertikaian yang melibatkan kelompok etnis selama ini cenderung memperlihatkan law empowerment yang kurang sehingga perselisihan antar individu meluas dan melibatkan sentiment ras dan etnisitas.