Jimly Ajak Wisudawan Andil dalam Gerakan Nasional Reformasi Mental

 Wisuda

Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum RI (DKPP-RI) 2012-2017 dihadapan 300 wisudawan IAIN Pontianak, Rabu, 3 Juni 2015, di gedung Sport Centre, menyerukan pentingnya gerakan nasional reformasi mental. Hal ini diakuinya, setelah 15 tahun reformasi, justru moralitas dan etika kehidupan berbangsa yang melorot dan memprihatinkan.

“Hukum kita carut marut, politik membuat orang berburu kekuasaan dengan berbagai macam cara, demokrasi membuat orang bebas mencari nafkah untuk memperkaya diri sendiri. Dampaknya adalah kehidupan liberalisme pasca reformasi yang menyebabkan turunnya kualitas moral berbagai lini sehingga kehidupan berbangsa mengalami kerusakan”, tegasnya.

Karena itu, terangnya, bangsa ini sangat memerlukan sarjana yang memenuhi aspek moralitas, etika dan karakter. Mudah-mudahan sarjana IAIN Pontianak dapat menangkap peluang dan mengambil peran dalam membangun bangsa.

Jimly mengakui, kehidupan moral bangsa saat ini sedang menghadapi masalah, tingkat kriminal sedang meningkat tajam, fakta menunjukkan penjara diseluruh wilayah Indonesia penuh dengan orang-orang yang bermasalah.

Hukum yang ditegakkan tidak mengurangi tingkat kriminalitas, tentu hal ini disebabkan moral bangsa ini sedang rusak, oleh sebab itu urusan moral harus dijadikan sasaran untuk berdakwah, dan perubahan, ini menjadi tantangan para sarjana IAIN Pontianak, kata Jimly.

Sebagai sarjana baru, dia mengajak untuk memulai membaca kehidupan, bukan sekedar lagi membaca buku. Buku oleh penulisnya menjelaskan dan menceritakan realitas masa lalu, seringkali buku ketinggalan zaman. Mudah-mudahan sesudah menjadi sarjana bisa melanjutkan tugas untuk belajar dari kehidupan nyata, jika sebelumnya belajar dari buku.

Jadi, ungkap Jimly, kalau selama ini hanya rajin membaca buku, jangan-jangan pengetahuan kita sudah ketinggalan, maka kita harus membaca dunia nyata sambil menjadikan buku sebagai referensi, karena itu membuat kita terus menerus bergaul dengan perkembangan informasi kehidupan dan terlibat dalam perkembangan teknologi.

Sebagai umat Islam dan seluruh umat manusia, mari kita belajar dari sejarah, serunya, sebagaimana pertama kali perintah Allah SWT kepada Rasulullah Saw, pertama kali mendapat wahyu yakni dengan perintah membaca (iqra), sedangkan Allah SWT mengetahui ketika pertama kali nabi Muhammad Saw tidak dapat membaca buku, maka perintah Iqra disitu adalah membaca kehidupan, ucap Jimly,

Sebelum menutup orasi ilmiahnya, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi RI, mengucapkan selamat datang kepada para wisudawan IAIN Pontianak. Juga, kepada kedua orangtua wisudawan, Jimly, sekali lagi mengucapkan selamat putra-putrinya telah menjadi sarjana.

Mudah-mudahan ke depan Sarjana IAIN Pontianak, dapat menambah kualitas kualifikasi generasi muda bangsa yang menempati posisi intelektual yang dapat memberikan kecemerlangan, sinar bagi kemajuan umat.

Bangsa Indonesia, menurut Jimly, adalah bangsa yang sangat kaya raya, tetapi kekayaan alam yang dimiliki itu bisa dua kemungkinan yaitu bisa menjadi anugerah dan bisa menjadi sumber malapetaka.

Sarjana baru IAIN Pontianak hendaknya bisa menambah kualitas generasi baru Indonesia yang menduduki lapisan SDM yang dapat mengelola dan mengurusi Negara dan bangsa Indonesia ke depan.

Jimly, menyerukan, agar moment ini wisuda sebagai momentum untuk mulai belajar dari kenyataan hidup, dan mulai untuk bertindak sesuai dengan apa yang didapatkan selama di bangku kuliah, dan bekerja untuk menyumbang untuk kemajuan bangsa dibidang keahlian masing-masing.

Selain ahli dibidangnya juga punya peran dalam membangun moral, mentalitas, dan karakter bangsa. Apa lagi pemerintah saat ini mencanangkan revolusi mental, atau gerakan nasional revolusi mental dengan maksud menjadikan mentalitas dan moralitas menjadi korp bisnis pembangunan bangsa.




Jimly: Reformasi Mental

Jimly Asshiddiqie

Prof. Jimly Asshiddiqie, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi– pada Rabu, 3 Juni 2015 menghadari kegiatan Wisuda IAIN Pontianak. Di hadapan para wisudawan/wisudawati dan para orangtua sekitar seribu orang itu beliau menyampaikan pentingnya merawat moral bangsa.

“Kondisi bangsa Indonesia ini sudah sangat memprihatinkan. Setiap hari kita adakan seminar anti narkoba, tetapi tiap hari pula ada anak bangsa yang ditangkap karena narkoba. Begitupula tiap hari bicara anti korupsi, tiap hari juga ada pelaku korupsi yang ditangkap. Penjara sudah penuh. Hukum tidak memberikan efek jera. Semua itu karena moral bangsa rusak.

Karena itulah pentingnya mentalitas umat harus direformasi.” Beliau menambahkan bahwa kita beragama jangan hanya formalitas semata. Paling pokok adalah memperbaiki akhlak, karena itu merupakan misi kenabian” ucapnya bersemangat.

Sementara itu, Rektor IAIN Pontianak Dr. H. Hamka Siregar, M.Ag saat pidato menyampaikan “Sekarang ini Indonesia sedang menanggung beban penyakit mental yang kronis. Hampir semua sektor sudah gawat darurat. Banyak hal yang palsu. Mulai dari beras palsu, ijazah palsu dan yang paling sering adalah janji-janji palsu. Kita berharap para sarjana IAIN Pontianak bisa melakukan pencerahan dan tidak terbawa arus sikap tercela” ujarnya menasehati.




Bangkitnya Konseling Berbasis Agama: Jalan untuk Menapaki Perwujudan Generasi Emas 2045

 orasi ilmiah

Oleh: Dr. M. Edi Kurnanto, M.Pd

Orasi Ilmiah, Disampaikan pada Acara Yudisium Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK)

Edi Kurnanto
Dr. M. Edi Kurnanto, M.Pd

2 Juni 2015, Mengawali orasi ilmiah saya ini, saya mengucapkan selamat kepada para calon wisudawan dan wisudawati Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Pontianak tahun 2014/2015, yang hari ini mengikuti acara Yudisium sebagai tanda telah menyelesaikan Program Pendidikan Strata Satu (S1) di Fakultas ini. Sebagai generasi penerus bangsa, sekaligus calon-calon pemimpin masa depan, kami semua berharap kiranya ilmu pengetahuan yang didapat selama menempuh pendidikan di IAIN ini, dapat menjadi bekal dan sumber inspirasi serta motivasi dalam mendarmabhaktikan diri pada keluarga, masyarakat, bangsa, negara dan agama.

Selanjutnya, saya mengucapkan terima kasih kepada Panitia Yudisium dan seluruh Civitas Akademika FTIK IAIN Pontianak, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menyampaikan Orasi Ilmiah dalam acara ini. Adapun tema Orasi saya kali ini adalah: BANGKITNYA KONSELING BERBASIS AGAMA: Jalan untuk Menapaki Perwujudan Generasi Emas 2045.

Saat ini, perkembangan ilmu pengetahuan di bidang pendidikan berjalan begitu cepatnya, termasuk di dalamnya adalah ilmu bimbingan dan konseling, sebagai salah satu cabang ilmu pendidikan, karena bimbingan dan konseling adalah layanan psikopedagogik, yaitu layanan psikologis dalam suasana pedagogis (Kartadinata, 2010: 157). Sebagai wujud dari perkembangan tersebut, dewasa ini konstruk ilmu Bimbingan dan Konseling telah mengalami kemajuan yang pesat, yaitu mulai dari masa awal berkembangnya aliran bimbingan dan konseling psikodinamika, dilanjutkan oleh aliran behaviorisme, diperbaharuhi oleh aliran humanisme dan multikultural, dan puncaknya akhir-akhir ini, tengah berkembang bimbingan dan konseling spiritual sebagai kekuatan kelima. Salah satu bentuk perwujudan layanan bimbingan dan konseling spiritual ini adalah berkembangnya bimbingan dan konseling religius, suatu era baru tentang pemahaman terhadap individu dan bagaimana membuka misteri tentang penyembuhan psikologis melalui keimanan, imajinasi dan ritual, selain melalui penjelasan secara rasional.

Selama ini telah menjadi keyakinan, bahwa tujuan bimbingan dan konseling adalah untuk memfasilitasi individu mencapai perkembangan optimal (Muro dan Kottman, 1995, ABKIN, 2008). Bila dikaitkan dengan Sistem Pendidikan Nasional Indonesia, tujuan tersebut mengacu kepada tujuan pendidikan nasional (UU Sisdiknas, 2003). Berdasarkan tujuan tersebut, para pakar mengembangkan model-model bimbingan dan konseling dengan landasan filosofis tertentu (Corey, 2005). Akan tetapi, model-model tersebut memiliki sejumlah keterbatasan sehingga hasil bimbingannya hanya bersifat “kulit luar saja” (Sutoyo, 2009: 4).

Aliran Psikodinamik terlalu pesimistik, deterministik, dan reduksionis dalam memandang manusia (Corey, 1985: 15; Dahlan, 1988: 15); Behaviorisme terlalu berani dalam menganalogikan manusia dengan binatang, terlalu menekankan aspek lingkungan dan kurang menghargai potensi manusia (Dahlan, 1988: 16). Humanisme terlalu optimistik, terlalu mendewakan manusia (Dahlan, 1988: 22). Sementara, pendekatan multikultural terlalu mengagungkan peran budaya dalam membingkai kehidupan manusia (Ridwan, 2014).

Berangkat dari fenomena dan penilaian di atas, kini timbul pertanyaan: model manusia bagaimana yang diinginkan setelah konseli mampu menyelesaikan masalah-nya? Pertanyaan tersebut sangat penting, karena model manusia yang diinginkan menjadi rujukan semua upaya bimbingan dan konseling, baik di lingkungan sekolah maupun konseling dalam setting kemasyarakatan. Bisa jadi pula, dengan tidak adanya pegangan, lahirlah orang-orang pintar tapi tak benar: pintar karena mengutamakan akal, tak benar karena menyingkirkan hati (Frager, 2002: 62; Ridwan, 2014: 4). Bila hati disingkirkan, pintu untuk mengenal Tuhan jadi tertutup (al-Ghazali, 2002b: 225; Hawwa, 1995: 112; Shihab, 2011: 151). Padahal, kurikulum pendidikan 2013 (walaupun saat ini ditunda penerapannya), telah mengamanatkan bahwa tahun 2045, tepat seratus tahun kemerdekaan negera kita yang tercinta ini, kita harus mampu mewujudkan generasi emas, yaitu generasi yang dibentuk dengan berlandaskan pada tujuan utuh pendidikan nasional (Kartadinata, 2013). Oleh para pakar, tujuan utuh tersebut dituangkan ke dalam empat gugus utama, yakni sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan (Supriatna, 2014a), sehingga generasi emas yang dimaksud bercirikan: produktif, kreatif, inovatif dan afektif (Supriatna, 2014b). Sementara itu, kekhawatirannya adalah, bahwa pada  sikap spiritual dan ranah afektif bangsa kita pada umumnya, dan generasi muda pada khususnya sedang mengalami masalah serius, yaitu merajalelanya dekadensi moral (Ridwan, 2014).

Pemerintah dan Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia sebenarnya telah melakukan perbaikan-perbaikan. Kelemahan pendekatan klinis dalam empat kekuatan aliran bimbingan dan konseling diperbaiki dengan konsep bimbingan dan konseling berbasis tugas-tugas perkembang-an, atau yang lebih dikenal dengan bimbingan dan konseling komprehensif (Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 194). Dikatakan bahwa, bimbingan dan konseling komprehensif didasarkan pada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi dan pengentasan masalah. Bila konsep ini dianalisis lebih jauh, menurut Ridwan, (2014: 5) model manusia yang dikehendaki adalah manusia multikultur. Karena, bila tugas-tugas perkembangan dikaitkan dengan bangsa Indonesia yang religius, maka model ini akan mengadopsi tugas-tugas perkembangan individu dalam Islam, dalam Katholik, Kristen, Hindu, Budha dan seterusnya. Model  ini adalah model manusia berbasis ilmu pengetahuan yang dikaitkan dengan agama, yakni dari ilmu pengetahuan dibawa ke dalam agama.

Dengan mengadopsi cara berfikir: bahwa manusia yang paripurna adalah manusia yang Islami (al-insān al-kamīl), sepuluh tahun terakhir ini, telah lahir beberapa model bimbingan dan konseling berbasis agama Islam.

  1. Anwar Sutoyo (2006) menghasilkan model konseling Qur’anik untuk mewujudkan manusia kãffah (utuh) pada mahasiswa. Model yang dihasilkan dari riset disertasi ini, telah terbukti mampu meningkatkan kualitas “manusia kaffah” pada mahasiswa di Universitas Negeri Semarang yang menjadi obyek treatmen model ini.
  2. Uman Suherman AS (2006) menghasilkan Pendekatan Konseling Qur’ani untuk Mengembangkan Keterampil-an Hubungan Sosial. Penelitian ini menghasilkan sebuah Model Konseling Qur’ani yang dapat digunakan dalam upaya pengembangan keterampilan hubungan sosial pada kalangan santri di Pesantren Persatuan Islam 99 Rancabango Kabupaten Garut.
  3. Ahmad Waki (2013) mengembangkan Model Bimbingan Berdasarkan Teori Transformasi Ruhani Ibn Qayyim Al-Jauziah untuk Meningkatkan Karakter Muthmainah pada Penelitian ini menghasilkan model bimbingan yang telah teruji secara empirik, efektif untuk meningkatkan karakter muthmainah pada kalangan mahasiswa di Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
  4. Ridwan (2014) mengembangkan Model Bimbingan Berlandaskan Neo-Sufisme untuk Mengembangkan Perilaku Arif pada Mahasiswa. Model yang dikembangkan dengan Pemaduan Pendekatan Idiografik dan Nomotetik ini telah diujicobakan pada mahasiswa di STAI Hamzawadi, Lombok Tomur, Nusa Tenggara Barat.

Melanjutkan empat temuan penelitian di atas, juga sebagai upaya untuk ikut andil dalam pengembangan generasi emas 2045, sebagaimana diamanatkan dalam kurikulum 2013, saya telah mengembangkan sebuah Model Bimbingan dan Konseling Berbasis Surah Al-Fātiḥah untuk Meningkatkan Religusitas Siswa (Model BBSA). Model ini saya kembangkan dalam rangka penyelesian Program Doktor saya di Program Studi Bimbingan dan Konseling, Sekolah Pascasarjana Uiversitas Pendidikan Indonesia Bandung.

Model Bimbingan Berbasis Surat Al-Fātiḥah untuk Meningkatkan Religiusitas Siswa dimaknai sebagai suatu pola atau acuan bimbingan yang digunakan untuk meningkatkan religiusitas siswa yang diturunkan dari teori religiusitas dalam Islam (Ancok dqn Suroso, 2011) dan kontekastualisasi ayat demi ayat dalam surat Al-Fātiḥah. Asumsi dasar model ini meyakini bahwa keberagamaan atau religiusitas siswa merupakan kondisi yang dapat naik dan turun. Karena itu, harus ada upaya bimbingan agar siswa tetap berada dalam kondisi religiusitas yang baik.

Karena dikembangkan dari surat Al-Fātiḥah, semua unsur layanan, mulai dari landaan filosofis, tujuan bimbingan, materi bimbingan, prosedur bimbingan, kompetensi konselor dan evaluasi serta indikator keberhasilan layanan, semuanya diekstraksi dan hasil kontekstualisasi dari surat Al-Fātiḥah, dalam hal ini saya menggunakan istilah B5KB dalam The Seven Islamic Daily Habits-nya Dr. Harjani Hefni, MA.

Hal yang menjadi alasan mengapa saya mengangkat Al-Fātiḥah sebagai landasan pengembangan Model BBSA, adalah  dengan alasan keluasan cakupan surah al-Fātiḥah yang melingkupi seluruh isi al-Qur’ān (Shihab, 2010: 8; Ibn Katsir (Ar-Riva’I (2011) yang karenanya juga mencakup tiga dimensi religiusitas Islam (akidah, ibadah dan akhlak). Penggunaan Al-Fātiḥah sebagai landasan dasar pengembang-an model ini juga karena keagungan surah al-Fātiḥah (Shihab: 2010: 4; Hefni: 2013: xxxiii-xxxiv; Azis, 2012: 7). Selain itu, al-Fātiḥah selalu menawarkan nilai yang akan selalu segar dalam pribadi setiap muslim, karena menurut Hefni (2013: xxxv) al-Fātiḥah secara otomatis memberikan layanan isi ulang nilai (value auto recharging). Layanan isi ulang nilai ini dilakukan minimal 17 kali sehari semalam dengan format 2+4+4+3+4, yaitu di setiap raka’at shalat wajib yang kita lakukan.

Pada kesempatan ini saya bukan bermaksud untuk menjelaskan keseluruhan dari model yang saya kembangkan. Saya ingin mengatakan, bahwa peluang dan tantangan saat ini telah menanti di hadapan kita. Kita punya peluang karena, mainstream ilmu psikologi dan bimbingan konseling saat ini sedang “bergelayut” menuju ke arah dunia kita, yaitu spiritual keagamaan. Bukankah Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional kita, UU No. 20 tahun 2003 telah mengamanatkan bahwa Pendidikan harus diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampil-an yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Menurut hemat saya, rasanya mustahil kita mampu mengarahkan peserta didik kita untuk mencapai tujuan tersebut, khususnya yang terkait dengan pengembangan kompetensi spiritual keagamaan dan akhlak mulia, manakala cara yang kita gunakan bukan merupakan jalan spiritual keagamaan dan tatanan yang menopang akhlak karimah. Untuk itu, kita harus segera menyambut amanat itu dengan aksi yang menjadi kewenangan kita, yaitu menyelenggarakan pendidikan tinggi. Yang saya maksudkan adalah, kita harus segera mewujudkan pendirian program studi Bimbingan dan Konseling (Pendidikan) Islam di Fakultas ini, karena sejatinya, secara yuridis formal, konselor itu adalah pendidik. Hal ini sebagaimana tertuang dalam bab 1 pasal 1 ayat 6 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, yang menyebutkan: “Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggara-kan pendidikan. Sedangkan sebutan konselor sebagaimana dijelaskan dalam Permendiknas No. 27 tahun 2008 tentang Standar Kompetensi Konselor Indonesia: “Konselor adalah tenaga pendidik profesional yang telah menyelesaikan pendidikan akademik strata satu (S-1) program studi Bimbingan dan Konseling dan program Pendidikan Profesi Konselor dari perguruan tinggi penyelenggara program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi”. Dengan mengacu pada aturan tersebut, jelas bahwa konselor adalah pendidik profesional, sementara pendidik adalah tenaga kependidikan yang dihasilkan oleh perguruan tinggi penyelenggara program pengadaan tenaga kependidikan, dalam hal ini adalah fakultas, jurusan atau program studi yang membidangi ilmu pendidikan.

Perkembangan terbaru terkait dengan layanan bimbingan konseling di sekolah, bahwa pemerintah telah menerbitkan Permendiknas No. 111 tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling di Sekolah, di mana di dalamnya menyebutkan bahwa sekarang sudah terjadi perluasan layanan bimbingan dan konseling, yaitu yang dulunya hanya mencakup jenjang pendidikan SMP/MTs dan SMA/MA, berdasarkan Permendikbud ini layanan konseling sudah diwajibkan pada jenjang pendidikan dasar (SD/MI). Dengan demikian, semakin terbuka lebar peluang kerja bagi alumni program studi atau Jurusan Bimbingan dan Konseling (Pendidikan) Islam.

Saat ini Fakultas kita sudah meyelenggaran empat jurusan, yaitu Pendidikan Agama Islam (PAI), Pendidikan Bahasan Arab (PBA), Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyyah (PGMI) dan Pendidikan Guru Raudhatul Athfal (PGRA). Saya yakin bahwa semua jurusan tersebut, akan menjadi jalan buat kita untuk mendukung terbentuknya Generasi Emas 2045 sebagaimana menjadi amanat KURTILAS. Karena semua jurusan yang kita selenggarakan, semuanya memberikan bekal ilmu keagamaan yang representatif untuk menjadikan para alumni kita menjadi agen pembelajaran penyokong perwujudan cita-cita generasi emas 2045. Akan tetapi, penyelenggaraan pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang tidak saja dilakukan oleh guru sebagai agen pembelajaran yang mendidik, akan tetapi juga ada wilayah kerja bimbingan dan konseling yang memandirikan. Dan semuanya itu, menurut hemat saya, harus dilakukan dalam kerangka dan berbasis pada nilai-nilai dan ajaran agama Islam. Dan itu, semakin lengkap jika kita memiliki Jurusan Bimbingan dan Konseling (Pendidikan) Islam.

Bapak Rektor, Ibu Dekan dan civitas akademika FITIK serta para tamu undangan dan calon wisudawan yang berbahagia. Demikian yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang mulia ini. terima kasih atas segala perhatian, dan mohon maaf jika ada hal-hal yang tidak berkenan.

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Pontianak, 2 Juni 2015

 

 DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghazali, A.H.M. (2002b). “Kompas Pengembaraan Spiritual.” Dalam Samudera Pemikiran al-Gazali. Alih bahasa Kamran As’ad Irsyadi. Yogyakarta: Pustaka Sufi

Al-Jauziyyah, I.Q. (2003). Penawar Hati yang Sakit (Al-Jawabul kafi Liman Saala’Anid Dawaaisy-Syafi). Penerjemah Ahmad Turmudzi. Jakarta: Gema Insani

Al-Jauziyyah, I.Q. (1999). Madarijus Salikin (Pendakian Menuju Allah). Penerjemah Kathur Suhardi. Jakarta Timur: Pustaka al-Kautsar

Al-Jauziyyah, I.Q. (2005). Manajemen Qalbu Melumpuhkan Senjata Setan. Penerjemah Ainul Haris Umar Arifin Thayyib. Jakarta: Darul Falah

Al-Kalabadzi, A.B.M. (2007). Ajaran-ajaran Sufi. Penerjemah Nasir Yusuf. Bandung: Pustaka

 Al-Khumaini, I.R.M. (2006). Shalat Ahli Makrifat. Penerjemah Irwan Kuniawan. Bandung: Pustaka Hidayah

Ancok, D. dan Suroso. (2011). Psikologi Islami, Solusi Islam atas Problem-problem psikologi. Cet. VIII. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dahlan, M.D. (1988). Posisi Bimbingan dan Penyuluhan Pendidikan dalam Kerangka Ilmu Pendidikan. Pidato Pengukuhan Guru Besar. Bandung. Ikip Bandung. 9 April 1988

Dahlan, M.D. (2003), Presfektif Filosofis-Religius dalam Pengembangan Profesi Bimbingan dan Konseling. Dalam kumpulan makalah utama Konvensi Nasional XIII Bimbingan dan Konseling.

Frager, R. (2002). Hati, Diri dan Jiwa, Psikologi Sufi untuk Transformasi. Penerjemah Hasmiyah Rauf. Jakarta: Serambi

Hawwa, S. (1995). Jalan Ruhani Bimbingan Tasawuf untuk Para Aktivis Islam. Penerjemah Khairul Rafie M., dan Ibnu Thaha Ali. Bandung: Penerbit Mizan

Hefni, H. (2013). The 7 Islamic Daily Habits. Jakarta: Pustaka Ikadi.

Ibnu Katsir, A.F.I. (2000). Tafsir Ibn Katsir, Juz I A, Al-Fātiḥah dan Al-Baqarah. Cet.I. Terjm. Bahrun Abu Bakar, dkk. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Kartadinata, S. (2010) Isu-Isu Pendidikan, antara Harapan dan Kenyataan. Bandung: UPI Press

Kartadinata, S. (2011). Menguak Tabir Bimbingan dan Konseling sebagai Upaya Pedagogis. Kiat Mendidik sebagai Landasan Profesional Tindakan Konselor. Bandung: Penerbit UPI Press.

Kartadinata, S. (2013). Kerangka Pikir Pemberdayaan Bimbingan dan Konseling dalam Implementasi Kurikulum 2013: Sebuah Proposal Kebijakan. PPT Bahan Seminar Implementasi Bimbingan dan Konseling dalam Kurikulum 2013. UPI Bandung.

Kartadinata, S. (2014). Politik Jati Diri Bangsa, Telaah Filosofis dan Praksis Pendidikan bagi Penguatan Jati Diri Bangsa. Bandung: UPI Press.

Kemendikbud. (2013). Panduan Pelayanan Bimbingan dan Konseling Arah Peminatan Siswa. Sumer: Shoftcopy dari Prof. Sunaryo Kartadinata.

Kemendikbud. (2013). Kurikulum 2013 dan Tantangan Zaman Generasi Emas. Bahan Diskusi Publik Kurikulum 2013 Fraksi Golkar DPR RI.

Kurnanto, M.E. (2010). Bimbingan dan Konseling Islami, Mengangkat Nilai-nilai Bimbingan dan Konseling dalam Al-Quran. Pontianak: STAIN Pontianak Press.

Shihab, M.Q. (1998). Wawasan AI-Qur`an. Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan.

Shihab, M.Q. (2010). Tafsir al-Mishbāh. Volume ke-1. Cet. III. Jakarta: Lentera Hati.

Suherman, U. (2006). Pendekatan Konseling Qur’ani untuk Mengembangkan Keterampilan Hubungan Sosial. Disertasi. Sekolah Pascasarjana UPI Bandung, tidak diterbitkan.

Supriatna, M. (2010). Model Konseling Aktualisasi Diri untuk Mengembangkan Kecakapan Pribadi Mahasiswa. Disertasi. Sekolah Pascasarjana UPI Bandung, tidak diterbitkan.

Supriatna, M. (2014a). “Sinergi Arah Peminatan pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah (Ikhtiar Implementasi Kurikulum 2013 dalam Bimbingan dan Konseling)”. Makalah. Disajikan dalam Forum Seminar ABKIN dan MGBK  Kabupaten Kuningan dan Wilayah Tiga Cirebon, 4 Maret 2014

Supriatna, M. (2014b). “Problematika Bimbingan dan Konseling sebagai Praktik Pendidikan di Sekolah (Sebuah Telaah Kurikulum 2013)”. Makalah. Disajikan dalam Forum Seminar Nasional Pendidikan Bimbingan dan Konseling Universitas Nahdlatul Ulama Cirebon, 16 Januari 2014

Sutoyo, A. (2006). Pengembangan Model Konseling Qurani untuk Mewujudkan Manusia Kaffah. Disertasi. Sekolah Pascasarjana UPI Bandung, tidak diterbitkan.

Sutoyo, A. (2010). Bimbingan dan Konseling Islami, Teori dan Praktik. Semarang: Widya Karya.

Waki, A. (2013). Model Bimbingan Berdasarkan Teori Transformasi Ibn Qayyim untuk Meningkatkan Karakter Muthmainah Mahasiswa. Disertasi. Sekolah Pascasarjana UPI Bandung, tidak diterbitkan.

RIWAYAT HIDUP PENULIS

MUHAMMAD EDI KURNANTO, Lahir tanggal 5 September 1973 di Desa Gegeran Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo Jawa Timur. Anak kelima dari enam bersaudara pasangan Bapak Kartubi bin Tukijan (alm) dan Ibu Bibit binti Sonokarso. Sejak kecil diasuh oleh pamannya, Bapak Sakat bin Tukijan dan Ibu Katiyem bintI Sodikromo. Sejak tahun 1982 hijrah ke Kalimantan Barat bersama orangtua (Paman) yang mengikuti Program Transmigrasi di SP. II Kecamatan Mukok Kabupaten Sanggau. Karena di tempat yang baru belum ada sekolah, hingga terpaksa harus berhenti sekolah selama satu tahun.

Keluarga: Dari hasil perkawinannya dengan Mawar, S.Ag, kini telah dikaruniai dua orang putri: Karima Nada Medina (2000, Kelas IX, MTsN 1 Pontianak) dan Zhafira Azka Medina (2003, Kelas VI MIS Al-Ikhwah Pontianak).

Pendidikan yang pernah dilalui: (1) Sekolah Dasar Negeri 2 Gegeran, Kec. Sukorejo, Kab. Ponorogo Jawa Timur (Kelas 1-2); SDN Transmigrasi SP II Kecamatan Mukok Kab. Sanggau Kalimantan Barat, tamat tahun 1987. (2) Melanjutkan sekolah di SMP Negeri Kedukul (sekarang SMP Negeri I Mukok) tamat tahun 1990. (3) SMA Negeri 4 Pontianak tamat tahun 1993. (4) Menamatkan S1 pada Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Jurusan Tarbiyah, STAIN Pontianak pada tahun 1998 (kini IAIN Pontianak). (5) Menyelesaikan studi Magister Pendidikan (M.Pd) Program Studi Bimbingan dan Konseling dengan Konsentrasi Pendidikan Anak Usia Dini di Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung yang ditempuhnya dalam waktu 1 tahun 10 bulan dengan yudisium Cumlaude tahun 2006. (6) Memperoleh Gelar Doktor pada Program Studi Bimbingan dan Konseling, Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung Januari 2015.

Pengalaman Kerja: Sejak tamat S1 tahun 1998 mengabdikan diri mengajar di almamaternya. Tahun 2000 diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil dan ditempatkan di Jurusan Tarbiyah dengan mengajar Ilmu Kalam. Tahun 2007, setelah menamatkan pendidikan Magister Bidang Bimbingan dan Konseling, dipindahkan ke Juruan Dakwah, Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam (BKI). Tahun 2014 ditarik kembali menjadi Dosen FTIK IAIN Pontianak, pada Jurusan PGRA.

Penelitian yang pernah dilakukan: (1) Pengembangan Program Bimbingan untuk Mengembangkan Multiple Intelligences Anak TK melalui Kegiatan Bermain (2006), (2) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Dosen STAIN Pontianak (2007), (3) Penerapan Pembelajaran Berbasis Minat untuk Meningkatkan Kecerdasan Jamak (Multiple Intelligences) Anak Taman Kanak-kanak: Studi pada Taman Kanak-kanak (TK) Negeri Pembina Kota Pontianak (2007), (4) Penerapan Teknologi Informasi dalam Layanan Konseling di STAIN Pontianak (2008), (5) Bimbingan dan Konseling dalam Perspektif Al-Quran: Studi Kepustakaan atas Kandungan Ayat-ayat Al-Quran yang Terkait dengan Bimbingan dan Konseling (2009), (6). Peningkatan Religiusitas Siswa dengan Model Bimbingan Berbasis Surah Al-Fātiḥah (Disertasi, 2015), (7) Prokrastinasi pada Mhasiswa FTIK IAIN Pontianak (2015, dalam proses penelitian).

Karya tulis yang telah diterbitkan: (1) Serba Serbi Keber-Islaman di Indonesia (2001, penulis dan editor, Penerbit: Romeo Grafika Pontianak), (2) Hidup Tumbuh Subur Bersama Rakyat (2002, kontributor, Penerbit: PMII Kalbar), (3) Menjadi Cerdas di Usia Dini (2007, Penerbit STAIN Pontianak Press), (4) Bimbingan dan Konseling (2007, Penerbit: STAIN Pontianak Press), (5) Play Therapy (2009, Penerbit: STAIN Pontianak Press), (6) Bimbingan dan Konseling Anak Usia Dini (2009, Penerbit: STAIN Pontianak Press), (7) Bimbingan dan Konseling Islam (2010, Penerbit: STAIN Pontianak Press), (8) Konseling Kelompok (2013, Penerbit: Alfabeta Bandung), (9) Konseling Keluarga (2013, Penerbit: STAIN Pontianak Press) dan beberapa artikel yang dimuat di berbagai jurnal.

AlamatRumah: Jl. Ujung Pandang, Perumahan Permata Permai No. A. 10, RT. 06/RW.01. Kelurahan Sei Jawi, Kecamatan Pontianak Kota, Kota Pontianak, Kalimantan Barat.

Alamat Kantor: Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak. Jl. Lenjen. Soeprato No. 19 Pontianak, Kalimantan Barat.

E-mail: kurnantoedi@yaho.co.id




Workshop Manajemen Dakwah Media

Workshop PUAD

Fakultas Ushuluddin Adab dan  Dakwah IAIN Pontianak jurusan  Manajemen Dakwah mengadakan workshop pada hari Rabu, 27-29 Mei 2015 di lantai IV gedung Rektorat IAIN Pontianak.

Workshop Manajemen Dakwah Media ini mengangkat tema yaitu cerdas memanfaatkan media menuju dakwah yang inovatif. Kegiatan ini diikuti oleh mahasiswa jurusan manajemen dakwah semester 2 dan 4.

Tujuan diadakannya workshop ini adalah untuk menjadikan mahasiswa menjadi berkualitas dan mampu untuk memanajemen dakwah melalui media-media yang ada.

Manajemen dakwah adalah salah satu jurusan terbaru yang ada di Fakultas Ushuluddin Adab  dan Dakwah IAIN Pontianak. Jurusan ini merupakan jurusan yang memiliki tujuan utnuk membentuk mahasiswa menjadi lulusan terbaik yang mampu mengatur kegiatan-kegiatan dakwah yang ada di intansi atau lembaga-lembaga dakwah.

Dengan melakukan kegiatan workshop tersebut, mahasiswa ditekankan untuk mampu mengatur kegiatan dakwah melalui media yang ada, baik itu media cetak maupun media elektronik.




Pengajaran Baik Perlu Guru Profesional

Pengajar

Pascasarjana IAIN Pontianak Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak menggelar Seminar Nasional dengan tema Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam. Kegiatan tersebut berlangsung di Unit Pelaksana Teknik (UPT) di ruang teater IAIN Pontianak pada 30 Mei 2015.

Dalam seminar ini ada empat narasumber, salah satunya adalah Prof. Kumaidi, Ph.D, sebagai Penasehat Himpunan Evaluasi Pendidikan Indonesia dengan tema seminar “Penilaian untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran. Peserta seminar yang datang dari beberapa kabupaten dan kota termasuk di antaranya Pontianak, Sambas, Kubu Raya, dan lain-lainnya terlihat antusias mengikuti seminar tersebut.

“Menanggapi pendidikan dan cara mendidik yang benar dibutuhkan komitmen yang tinggi. Tanpa komitmen tidak akan maju. “Guru yang  berkualitas tanpa komitmen maka akan gagal”. Tegas Prof. Kumaidi.

Dia melanjutkan bahwa penyebab kegagalan siswa dalam belajar karena kurikulum terlalu berat. Sehingga siswa sulit untuk memahami pelajaran yang sudah dibentuk dari kurikulum tersebut.

Pembelajaran bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan apabila gurunya profesional. “Guru yang profesional bisa mengidentifikasi muridnya”. Tambahnya.

Selain komitmen, siswa terutama guru harus memiliki karakter kependidikan. Karena karakter yang baik akan mendukung adanya komitmen tersebut. Guru yang profesional harus berkarakter sebagai guru yang mampu memberikan pengajaran dengan baik bukan hanya sekedar memberikan penghargaan berupa ijazah.

Oleh karena itu guru harus menumbuhkan dan membentuk karakter-karakter muridnya yang semestinya dibiasakan. “membentuk karakter bukan diajarkan tetapi dibiasakan”. Jelas Prof. Kumaidi.

Siswa-siswi bahkan jenjang mahasiswa dapat dipastikan banyak yang karakternya keluar dari seyogyanya sebagai pelajar. Salah satu penyebabnya karena di sekolah guru tidak profesional dengan  hanya mengajarkan melarang yang buruk dan menganjurkan yang baik (pengajaran), dengan tidak membiasakan dalam kehidupan sehari-hari.

Sehingga bisa dikatakan bahwa hanya pelajaranlah yang didapatkan oleh siswa tapi praktek dengan membiasakan yang diperoleh mereka tidak ada. Kewajiban guru adalah menyeimbangkan antara pelaksanaan dan kelulusan dengan Ujian Nasional. Siswa akan berhasil pada ujian nasional kalau siswa mendapatkan pelajaran yang layak dan bisa mengisi ujian pada saat Ujian Nasional.

“Dulu saya pernah ditanya oleh wali murid; mengapa anak saya yang sekolah tiga tahun tidak lulus karena tiga hari?. Saya jawab; itu baru tiga tahun, anak saya sekolah delapan belas tahun tidak lulus satu hari” katanya dalam memberikan contoh pada audiens.

Artinya, lanjut dia, masa lamanya belajar itu bukan suatu yang menjamin akan kelulusan siswa tetapi tergantung pada siswa itu tersendiri mampu atau tidak dalam mengisi ujian.

Salah satu peserta seminar ada bertanya yang menunjukkan bahwa dia sudah merasa baik dalam mengajarannya dengan mengatakan bahwa muridnya lah yang tidak mau tahu bahkan mereka tidak semangat dalam berajar.

Prof. Kumaidi menjawabnya bahwa guru yang seperti inilah yang belum baik dalam mengajar. Karena guru yang baik bukan hanya menilai bahwa dirinya sebagai guru yang baik tetapi guru yang baik dan profesional itu yang menilai adalah orang lain termasuk murid.

Bahkan dia mengakui satu-satunya Sekolah Dasar yang sistem pengajarannya disukai muridnya pernah dijumpainya di suatu pelosok, yaitu setelah lonceng tanda selesai pelajaran berbunyi mereka mengeluh dan merasa kurang karena mereka asik dalam belajar.




IAIN Pontianak Berangkatkan Mahasiswa ke Serawak, Lakukan Program Pengabdian Masyarakat (PPM)

 PPM

Pembekalan Program Pengabdian Masyarakat (PPM) adalah program unggulan yang memberi kesempatan kepada mahasiswa IAIN Pontianak untuk melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang diselenggarakan di Serawak, Malaysia kerjasama dengan Hikmah.

PPM#2Wakil Rektor III IAIN Pontianak, Dr. Zaenuddin, MA.MA., mengatakan, pelaksanaan dari program PPM pada tahun ini diikuti sebanyak 18 mahasiswa peserta KKL dan merupakan kali kedua setelah pada tahun lalu diikuti sebanyak 20 mahasiswa dari tiga Fakultas yang ada di IAIN Pontianak.

Kegiatan PPM, jelas Zaenuddin, pelaksanaannya disesuaikan dengan bulan Ramadhan. Mahasiswa akan berada di lokasi PPM Serawak, Malaysia selama satu bulan dari tanggal 10 Juni s/d 10 Juli 2015. Keunikan dari program ini adalah melakukan pembinaan kepada para muallaf pada bulan suci Ramadhan.

Menurut dia, mahasiswa yang ikut dalam program PPM Serawak, Malaysia 2015 ini merupakan kesempatan yang baik untuk belajar kepada masyarakat luar negeri.

Mahasiswa sebelumnya juga telah diberi pembekalan, ini dimaksudkan untuk memberikan pengarahan dan informasi terkait dengan persiapan mahasiswa sebelum berangkat ke lokasi. Selain itu, disampaikan juga visi dan misi dari kegiatan PPM Serawak, Malaysia.

Selanjutnya, Ketua LP2M, Luqman Abdul Jabbar, M.Ag, mengatakan dihadapan mahasiswa peserta PPM, mahasiswa dalam kegiatan ini hendaknya dapat belajar dan melakukan pengabdian kepada masyarakat disana.

PPM#3Dia juga memberikan arahan teknis terkaitan dengan pelaksanaan sampai menuju lokasi PPM. Tidak lupa, Luqman, mengingatkan kepada mahasiswa selama kegiatan agar menyempatkan diri untuk membuat laporan. Laporan ini dimaksudkan untuk proses penilaian kegiatan PPM yang dikonversikan ke dalam nilai program Kuliah Kerja Lapangan (KKL) 2015.

Mahasiswa yang melaksanakan kegiatan ini, hemat dia, nantinya tidak lagi diwajibkan mengikuti program KKL, namun telah tergantikan dengan kegiatan PPM Serawak, Malaysia 2015 yang juga merupakan program unggulan LP2M.

Secara imbolik kegiatan PPM dilepas langsung oleh Rektor IAIN Pontianak, Dr. H. Hamka Siregar, M.Ag.




Dr. H. Hamka Siregar, M.Ag: IAIN Pontianak Mesti Punya Peran dalam Perkembangan Masyarakat Internasional

IAIN Pontianak tidak boleh berhenti berbenah. Kita semua paham, bahwa era globalisasi menuntut adanya kesiapan untuk menghadapi tantangan dan persaingan yang semakin kompetitif, termasuk di bidang pendidikan dan dakwah Islam.

Dalam moment wisuda II IAIN Pontianak, Rabu, 3 Juni 2015, Dr. H. Hamka Siregar, M.Ag, dalam pidato rektor, menyampaikan pandangan ke depan bertekad menjadikan perguruan tinggi ini kelas dunia (world class university) dan perguruan tinggi percontohan (model university) dengan tata kelola yang baik (proper management), beridentitas kerakyatan (populy identity) serta berakar pada sosio-kultur Indonesia (Indonesian sociocultural based).

Menurut Hamka, IAIN Pontianak mesti punya peran secara signifikan dalam perkembangan masyarakat internasional, sehingga diupayakan agar terus meningkatkan kualitas pada semua bidang dan mengarahkannya untuk mencapai posisi strategis.

Saat ini, terangnya, telah dibangun hubungan dan kerjasama luar negeri, IAIN Pontianak sudah mengirimkan mahasiswa untuk kuliah dan kerja lapangan di luar negeri. Tahun ini adalah tahun kedua mengirimkan mahasiswa untuk KKL di Sarawak Malayasia berjumlah 30 orang, sebelumnya pada tahun lalu telah mengirimkan 20 mahasiswa.

Ke depan, Hamka, berencana, akan jajaki Thaiand dan Brunei Darussalam untuk kuliah dan kerja lapangan bagi mahasiswa. Berbagai program ini tidak lantas menampik ciri khas keIslaman dan lokalitas.

Kepada wisudawan, Rektor IAIN Pontianak, mengucapkan selamat. Kita semua sependapat bahwa ilmu yang diperoleh, adalah alat, akan sangat tergantung pada, dan untuk apa, serta bagaimana ilmu tersebut digunakan. Nilai universal dari pemanfaatan ilmu, adalah untuk kemashlahatan umat dan bangsa secara keseluruhan.

Dalam acara tersebut, sebanyak 300 orang yang di wisuda, terdiri dari wisudawan pascasarjana sejumlah 32 orang. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Pontianak 179 orang. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) Jurusan Pendidikan bahasa Arab IAIN Pontianak 13 orang.

Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam (FSEI) Jurusan Ekonomi Islam 47 orang. Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam (FSEI) Jurusan Muamalah 7 orang. Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD) jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam sejumlah 8 orang. Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD) jurusan Bimbingan dan Konseling Islam sejumlah 14 orang.

“Sekaranglah saatnya saudara-saudara mengamalkan ilmu tersebut di masyarakat. Buktikanlah bahwa gelar yang diperoleh menunjukkan kompetensi yang dimiliki. Bentuknya adalah karya nyata”, jelas dia.

Ilmu yang didapat selama dibangku perkuliahan, ringkasnya, hendaklah dimanfaatkan secara positif dan kreatif. Jadilah tokoh-tokoh pembaharu di masyarakat. Berbuatlah yang terbaik untuk umat dan bangsa di manapun kelak saudara/i bekerja.

Para Sarjana IAIN Pontianak adalah duta kampus. Oleh karena itu, dia menitipkan nama kampus ini. Ketika terjun ke masyarakat, maka nama baik IAIN Pontianak akan terbawa. Sebaliknya dari itu, apabila saudara gagal dan terlibat dalam kasus-kasus yang merugikan Negara, nama IAIN Pontianak akan terbawa-bawa pula.

Karena itu para lulusan ingat dan peganglah kuat nilai-nilai agama, nilai-nilai kejujuran, kebenaran dan keadilan. Sebagai pencerminan dari keluhuran budi, kejujuran, kebenaran, dan keadilan apabila digabung dengan kemampuan ilmu pengetahuan serta semangat pengabdian, sebagai wujud nilai kepahlawanan pada masa kekinian, insya Allah akan menjadi amunisi yang besar untuk membangun Indonesia yang lebih baik lagi.

Selain daripada itu, apa yang saudara capai pada hari ini, tidak lepas dari jerih payah kedua orang tua. Setelah wisuda ini, segeralah bersimpuh untuk mengucapkan terimakasih. Jadilah anak yang berbakti pada orangtua, tutup Hamka.




Pekan Kreatifitas Ekonomi Islam

pekan kreatifitas

Himpunan Mahasiswa Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam IAIN Pontianak kembali mengadakan Pekan Kreatifitas Ekonomi Islam atau Pentas Ekonomis.

Kegiatan ini akan berlangsung pada hari rabu-kamis, 20-21 Mei 2015 bertempatan di kampus IAIN Pontianak. Acara yang akan digelar adalah berupa perlombaan. Perlombaannya terdiri dari tiga tingkatan yaitu tingkat mahasiswa, tingkat pelajar dan tingkat umum.

Pada tingkat mahasiswa, digelar beberapa perlombaan yaitu debat Ekonomi Islam, pemilihan duta Ekonomi Islam, mading 3D, fashion show busana muslim, kerajinan tangan, dan miniatur bedug mini.

Sementara, pada tingkat pelajar, jenis perlombaannya yaitu marching band, nasyid, mading 3D, miniatur bedug mini dan kerajinan tangan, dan di tingkat umum perlombaannya adalah foto selfie.

Perlombaan yang dilaksanakan tersebut, memperebutkan Piala Rektor IAIN Pontianak. Kegiatan ini setiap tahunnya diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Syari’ah dan Ekonom Islam Iain Pontianak.

Kegiatan ini bertujuan untuk menyalurkan bakat dari mahasiswa dan mengasah kreatifitas mereka. Karena mahasiswa tidak hanya dituntut untuk bisa menguasai materi-materi perkuliahan, melainkan juga hal-hal yang berhubungan dengan praktik termasuk salah satunya kreatifitas dalam berbagai hal.

Kegiatan ini dilangsungkan tanpa dipungut biaya pendaftaran dan lainnya.




Lailial Muhtifah: Guru yang Professional adalah Guru yang Memiliki Kemampuan Mumpuni dalam Melaksanakan Tugas Jabatan Guru

Dekan Fakultas Tarbiyah dan ilmu Keguruan (FTIK), Dr. Hj. Lailial Muhtifah, M.Pd., mengatakan Pada hari ini Selasa, 2 Juni 2015 peserta yudisium patut bersyukur kepada Allah SWT, karena FTIK kembali melakukan yudisium bagi putra putri kita yang telah menamatkan studinya.

FTIK meyudisium sebanyak 194 orang mahasiswa, yang terdiri dari 181 lulusan pada Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) dan 13 lulusan pada Jurusan Pendidikan Bahasa Arab. Meskipun FTIK telah memiliki 4 Jurusan, namun 2 Jurusan merupakan Jurusan baru yang belum melahirkan lulusan.

Dari waktu ke waktu lulusan dari FTIK terus bertambah terutama dari segi jumlah lulusannya.  Dekan FTIK berharap, penambahan jumlah ini berjalan seiring dengan peningkatan kualitas lulusan dari FTIK.

Kami terus menerus berupaya, ujarnya dalam pidato yudisium, memperbaiki dan meningkatkan kualitas penyelenggaraan dan pelayanan Pendidikan dan Pengajaran di Lingkungan FTIK, agar lulusan yang dihasil dari lembaga pendidikan ini dapat mencapai setidaknya 4 standar minimal sebagai seorang pendidik yaitu kompetensi pedagogis, kompetensi profesional, kompetensi sosial dan kompetensi kepribadian.

Menurut Lailial yang akrab disapa Laili, guru yang profesional memiliki kriteria:

Pertama, komtensi pedagogik merupakan kompetensi khas, yang akan membedakan guru dengan profesi lainnya. Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan guru dalam mengikuti perkembangan ilmu terkini karena perkembangan ilmu selalu dinamis.

Kedua, kompetensi profesional yang harus terus dikembangkan guru dengan belajar dan tindakan reflektif. Kompetensi profesional merupakan kemampuan guru dalam menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam.

Ketiga, kompetensi sosial bisa dilihat apakah seorang guru bisa bermasyarakat dan bekerja sama dengan peserta didik serta guru-guru lainnya dan civitas akademika di kampusnya untuk mengembangkan kampusnya.

Keempat, kompetensi kepribadian. Kompetensi ini terkait dengan guru sebagai teladan, beberapa aspek kompetensi ini misalnya: (1) dewasa, (2) stabil, (3) arif dan bijaksana, (4) berwibawa, (5) mantap, (6) berakhlak mulia, (7) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, (8) mengevaluasi kinerja sendiri, (9) mengembangkan diri secara berkelanjutan, dan (10) mampu berpikir secara strategis dan mengembangkan strategi-strategi yang efektif untuk mewujudkan visi dan misi hidup anda.

Kami berharap ijazah kesarjanaan yang diterima nantinya terpatri dalam raga sarjana FTIK menjadi  soft-skills untuk mengokohkan dan menguatkan kepribadian Saudara-Saudara dalam bingkai Akhlak Al-Karimah dan Kepribadian “Mukmin Ulul Albab” dalam lingkup visi FTIK IAIN Pontianak.

“Menjadi pusat pengembangan pendidikan dan pengajaran yang ulung, terkemuka dan terbuka dalam riset keagamaan, keilmuan dan kebudayaan borneo”, di tengah era revolusi mental dan persaingan yang sangat ketat di era global ini. Revolusi Mental adalah perubahan cepat dan kerja cepat, dan memiliki komitmen yang tinggi bekerja keras.

Laili berpendapat, Revolusi Mental ini “meniru” cara apa yang telah dilakukan Rasulullah Nabi Muhammad SAW pada jaman jahiliyah dahulu di negeri Arab. Mengapa Revolusi Mental ini sangat penting? Ternyata Mental/Akhlak ini mempunyai kedudukan tertinggi.

Berikut, urai Laili, beberapa hadits Nabi tentang akhlak; (1) “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia”; (2) “Sesungguhnya orang yang terbaik dari kalian adalah orang yang terbaik akhlakny”; (3) “Kaum Mukminin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya (di antara mereka)”; (4) “Pergaulilah manusia dengan akhlak yang mulia”; (5) “Tidak ada sesuatu yang lebih berat timbangannya (di Hari Kiamat) dibanding Akhlak mulia”; (6) “Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kalian dan yang paling dekat tempatnya denganku pada hari kiamat adalah yang paling mulia akhlaknya”.

Guru yang professional adalah guru yang memiliki kemampuan mumpuni dalam melaksanakan tugas jabatan guru. Laili menyadari betul, di era globalisasi seperti sekarang ini, standar Sumber Daya Manusia (SDM) yang diperlukan sangat tinggi.

Tuntutan persaingan antara berbagai lulusan Perguruan Tinggi yang ada juga sangat tinggi.  Sementara di sisi lain ketersediaan lapangan pekerjaan semakin kompetitif, paparnya. Oleh karenanya, dia terus menerus berbenah dan meningkatkan standar mutu yang ada, mulai dari standar kurikulum, standar proses, standar mutu dosen dan tenaga kependidikannya, standar sarana prasarana hingga standar kelulusan.

Laili menyebut, ini semua merupakan agenda besar, bukan pekerjaan seperti membalik telapak tangan.  Diperlukan kerja keras, kerja cerdas dan kolaborasi semua pihak.  Termasuk dukungan dan partisipasi dari orang tua mahasiswa.  Oleh karenanya, kami senantiasa mendorong kerjasama dari semua elemen yang ada, baik dosen, karyawan, mahasiswa, orang tua dan termasuk pemerintah daerah untuk mendorong peningkatan mutu layanan pendidikan di FTIK.