CATATAN DAN REFLEKSI KAIB XVII PERDAMAIAN DAN KEJAYAAN TAMADUN ISLAM BORNEO

Oleh: Eka Hendry Ar*.

A. Pendahuluan

Tanggal 9-11 September 2025 merupakan momentum bersejarah bagi IAIN Pontianak dan Perguruan Mitra KAIB, karena telah berlangsung kegiatan Konferensi Antar Bangsa Islam Borneo (KAIB) ke XVI di Kota Pontianak Kalimantan Barat Indonesia.  Tuan rumah tahun ini dipercayakan kepada IAIN Pontianak, yang telah mendapatkan kali ketiga sebagai host.  KAIB ke-XVI mengangkat Tema “World Peace, Environmental Crisis and the Second Wave of Inter-civilization Dialogue”, yang selanjutnya dikembangkan ke dalam 6 tema besar yaitu Socio-Cultural Issues and Manuscripts (6 sub tema), Education (2 sub tema), Politics  (1sub tema), Maritime and Environtment (2 sub tema), Religious Issues (3 sub tema) dan Economics (2 sub tema).

Adapun latar belakang tema perdamaian dan krisis lingkungan terkait dengan kondisi dunia akhir-akhir ini yang diwarnai dengan berbagai krisis politik, ekonomi dan lingkungan. KAIB ke XVI berlangsung di tengah-tengah dinamika konstelasi politik internasional yang tidak baik-baik saja, dan mengalami perubahan yang sangat cepat baik pada level global maupun lokal.   Pada level global dunia dihantui berbagai konflik kekerasan, seperti konflik kemanusiaan berkepanjangan antara Palestina versus Israel.  Konflik Rusia versus Ukraina, Cina versus Taiwan yang terus berlanjut dan belum ada tanda-tanda akan usai.   Menurut catatan dari Tempoinforgrafik (Kamis, 28 Juli 2025) setidaknya ada 45 negara yang dilanda perang bersenjata.  22 Negara di Benua Afrika, 8 di Timur Tengah, 2 di Eropa Timur, 5 di Amerika dan 5 di Asia Tenggara (Filipina, Myanmar, Indonesia, Thailand dan Kamboja).

Disamping berbagai isu perang dan isu politik global, dunia juga menghadapi berbagai bencana alam sebagai efek dari krisis lingkungan hidup (pemanasan global) dan imbas kebijakan ekonomi liberal yang eksploitatif terhadap sumber daya alam (SDA).    Akibatnya bencana alam terjadi di berbagai negara, yang mengakibatkan korban nyawa, harta benda dan masa depan generasi bangsa. Perang dan kerusakan alam menjadi “mesin pembunuh” yang luar biasa terjadi akhir-akhir ini, menjadi ironi dari dari kemajuan spektakuler manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan tekhnologi.

Isu perdamaian dan bencana alam, tidak hanya menjadi isu dunia, akan tetapi juga menjadi isu dan cabaran bagi bangsa-bangsa di Asia Tenggara.  Beberapa negara Asia Tenggara juga potensial untuk konflik satu dengan lainnya. Bulan Agustus 2025 menjadi bukti, dimana pecah perang terbuka antara Thailand dan Kamboja, dua negara bertetangga yang sejak awal terus dihantui dengan krisis perbatasan.  Bencana alam juga menimpa kawasan negara-negara Asia Tenggara, seperti banjir, gempa dan kebakaran hutan.   Kedua level masalah ini menjadi tantangan serius, sehingga membutuhkan atensi dari semua bangsa.   Kita  membutuhkan sebuah visi global sebagai warga dunia (global citizenship).  Karena persoalan ini tidak bisa diselesaikan secara parochial dan eksklusif, akan tetapi harus dibangun secara bersama-sama, sebagai kehendak kolektif.

Dalam konteks ini, maka perlu mainstreaming dialog peradaban gelombang kedua, yaitu upaya membangun koeksistensi dan perjumpaan antar bangsa, antar budaya dan peradaban, yang tidak hanya terpolarisasi antara Timur dan Barat, Islam dan Non Islam, Sosialisme dan Kapitalisme. Akan tetapi menjalin upaya bersama yang mempertemukan semua simpul peradaban dunia secara lebih luas, lebih inklusif dan komprehensif, baik dari segi kawasan, budaya, agama dan etnisitas.  Dialog peradaban gelombang kedua, harus terbangun antara Eropa Barat, Eropa Timur, Asia, Afrika, Amerika Utara, Amerika Latin, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Australia secara egaliter, inklusif dan koeksisten.  Mungkin oleh sebagian ini dinilai utopis, namun kita berkeyakinan harapan itu selalu ada, sepanjang kita menghidupkan imajinasi harapan tersebut.  KAIB XVI adalah momentum dan monumen yang menghidupakn api dan imajinasi harapan tersebut tetap menyala.  Melalui jembatan keilmuan dan kebudayaan, para intelektual di beberapa negara sempadan, Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam menjaga nyala harapan itu tetap bercahaya.

 

B. Dinamika Pelaksanaan KAIB XVI

Konferensi Antar Bangsa Islam Borneo (KAIB) ke XVI tahun ini dihadiri peserta dari berbagai Perguruan Tinggi dalam dan luar negeri, baik secara off line maupun on line. UITM Malaysia Sjah Alam, UITM Cawangan Serawak, UITM Cawangan Sabah, Kolej University Perguruan Agama (KUPU SB) Brunei Darussalam, Universiti Islam Sultan Sharif Ali (UNISSA) Brunei Darussalam, UPM Cawangan Bintulu, Central Philipine University, Hamburd University German, IAIN Pontianak, UIN Antarasari Banjarmasin, UIN Palangkaraya, Universitas Mulawarman Kalimantan Timur, UIN Sultan AJI Muhammad Idris Samarinda dan Universtas Tanjung Pura.  Kemudian hadir pula peserta yang berasal dari berbagai Peguruan Tinggi umum dan keagamaan di Indonesia.  Konferensi dihadiri tidak kurang 200 peserta, baik sebagai pembentang maupun sebagai partisipan.  Sejatinya kegiatan ini akan dihadiri lebih banyak peserta secara off line, namun mendekati waktu pelaksaan ada peserta yang membatalkan hadir secara langsung.  Hal ini terkait dengan dinamika yang terjadi di Indonesia terkait dengan gelombang demontrasi di berbagai Kota di Indonesia.

KAIB XVI tahun 2025 dimeriahkan dengan beragam kegiatan baik akademik, silaturrahmi dan kebudayaan.  Berikut adalah senarai kegiatan KAIB XVI, sebagai berikut: Acara Pembukaan dilaksanakan di Pendopo Gubernur Kalimantan Barat yang dibuka oleh Direktur Pendidikan Tinggi Islam (Diktis) Prof. Dr. Phil. Sahiron, M.A.  Semula acara akan dibuka oleh Wakil Menteri Agama RI., namun karena satu dan lain hal, didelegasikan kepada Direktur Diktis.   Setelah acara pembukaan dilanjutkan dengan Seminar Internasional Ucap Tama (Keynote Speech) yang disampaikan oleh 3 Pembicara Utama yaitu Mufti Kerajaan Negeri Sabah yang Mulia Sahibus Samahan Datuk Ustaz Haji Bunsu @ Aziz Bin Haji Jaafar, Pengurus Besar Tabung Baitul Mal Serawak Datu Haji Abang Mohammad Shibli Bin Haji Abang Mohd. Nailie dan Direktur DIKTIS Kementerian Agama RI.  Mufti Kerajaan Sabah mengangkat Isu tentang Bagaimana Konstelasi Politik di Timur Tengah, konflik Palestina versus Israel dan Sikap Double Standard Amerika dalam menyikapi konflik tersebut.  Datu Haji Abang Mohammad Shibli menyampaikan tentang keberadaan lembaga Tabung Baitul Mal di Serawak, terkait dengan Profile Organisasi, Program-Program Kerja dan Pencapaian dari lembaga tersebut.  Serta kontribusi lembaga terhadap perkembangan umat.  Sementera Direktur DIKTIS menyampaikan tentang urgensi membangun dan mewujudkan teologi yang berwawasan kemanusiaan dan toleran, melalui konsep kurikulum Cinta yang dicanangkan oleh Menteri Agama Republik Indonesia. Seminar Internasional Ucap Tama yang berlansung kurang lebih 1,5 jam dipandu oleh moderator Prof. Dr. H. Hermansyah, M.Ag. (Dekan Fakultas Pendidikan dan Ilmu Keguruan) IAIN Pontianak.

Acara dilanjutkan dengan jamuan makan malam dan silaturrahmai (9 September 2025) antara Pimpinan Perguruan Tinggi Mitra KAIB dengan Wakil Menteri Agama RI dan Gubernur Kalimantan Barat yang dilaksanakan di Restorat Pondok Kakab Pontianak. Dalam kesempatan tersebut Wakil Menteri Agama Dr. KH. Romo Raden Muhammad Syafi’i, SH., M.Hum. menyampaikan apresiasi beliau terhadap pelaksaan KAIB ke XVI. Beliau menyampaikan beberapa amanat Presiden Republik Indonesia yang mengangkat tagline “satu musuh cukup banyak, seribu teman masih sedikit”, dimana modal pertama adalah persatuan, kekompakan, kerjasama atau kolaborasi yang harus kita utamakan.  Termasuk membangun persaudaraan jiran atau negara tetangga, khususnya di kawasan Borneo.

Seminar Internasional Ucap Perdana (10 September 2025) dilaksanakan di Hotel Mercure Pontianak.  Seminar Ucap Perdana menampilkan 11 pembicara yang terdiri dari Para Rektor Mitra KAIB XVI. Naib Canselor UITM Malaysia   YBhg Profesor Datuk Ts. Dr. Shahrin bin Shahib @ Sahabudin menjadi pembentang pamungkas, yang menyampaikan pemikiran beliau tentang urgensi perdamaian, persoalan krisis lingkungan dan perlunya menempuh dialog antar peradaban.  Rektor UIN Palangkaraya Prof. Dr. H. Ahmad Dakhoir, SHI., M.HI menyampaikan meteri tentang Borneo Untuk Masa Depan Umat: Mapping dan Kekuatan Strategis.  Rektor Universitas Mulawarman, Prof. Dr. Ir. H. Abdunnur, M.Si., IPU, ASEAN Eng., menyampaikan tentang Strategic Development of Three Pillars of Higher Education Mission based on the Mulawarman University’s Scientific Orientation”.  Rektor UITM Cawangan Sabah Prof. Madya Dr. Rozita @ Uji Mohammed mengangkat isu ekonomi yaitu Creating A Sustainable Blue Economy Framework Through Islamic Partnership. Sementera itu Rektor UITM Cawangan Sarawak Prof. Dr. Firdaus Abdullah membawakan tajuk Bridging Islamic Finance and Modern Capitalism for Sustainable Development.  Sementara itu, Rektor UIN Antasari Banjarmasin Prof. Dr. H. Mujiburrahman, MA. Menyampaikan judul presentasi “Buta dan Tulikah Kita? Sains, Agama dan Krisis Lingkungan”.  Dr. Haji Mohammad Shahrol Azmi bin Haji Abdul Muluk, Wakil Rais KUPU SB menyampaikan tajuk “Membina Keamanan Dunia Melalui Pemantapan Jati Diri Belia Menurut Persfektif Negara Brunei Darussalam”. Kemudian, Prof Dr Shahrul Razid Sarbini, Pengarah UPM Bintulu menyampaikan tajuk tentang Mendepani Krisis dan Cabaran Global Sekuriti Makanan. Prof. Dr. Zamroni, M.Ag. (Wakil Rektor II) UNI Sultan Aji Muhammad Idris Sarinda menyampaikan tentang Kurikukum Cinta: Menanam Moderasi dan Toleransi di Jantung Pulau Borneo.  UNISSA juga melalui Assistant Rector bidang Kemahasiswa dan Alumni Pengiran Dr. Hajah Norkhairiah Binti Pengiran Haji Hashim juga turut berkontribusi dalam Ucap Perdana ini.  Presentasi ditutup dengan penampilan dari Rektor IAIN Pontianak Prof. Dr. H. Syarif, MA., yang membawakan tajuk Moderasi Beragama dan Masa Depan Asia Tenggara.  Sebagai bentuk Penghormatan, Rektor IAIN Pontianak mendaulat Prof. Dato Dr. Jamil Hamali selaku Founder KAIB untuk memberikan sambutan dan pesan-pesan untuk perkembangan KAIB di masa-masa mendatang.  Kegiatan Seminar Internasional Ucap Perdana diikuti secara antusias baik oleh peserta KAIB, Para Dosen IAIN Pontianak dan Para Tamu Undangan, mulai dari pukul 08.00 sampai 12.30 WIB.  Seminar ucap perdana dipandu oleh moderator Prof. Dr. H. Zainuddin, MA. (Direktur Pascasarjana IAIN Pontianak).

Acara kemudian dilanjutkan dengan Parallel seminar yang dilaksanakan di Gedung Pascasarjana IAIN Pontianak Lt. 3.  Kelas parallel di buat dalam 6 rooms dengan masing-masing isu yang berbeda satu dengan lainnya.  Presentasi juga menggunakan 2 metode yaitu dengan metode off line dan on line.  Para pembentang secara bergantian menyampaikan pemikiran dan gagasan yang mereka tulis dalam artikelnya masing-masing.  Setelah mempresentasikan materi, moderator memandu proses Q n A.  Parallel seminar dilaksanakan selama 1,5 hari dari tanggal 10-11 September 2025.  Sembari pelaksanaan parallel seminar, tanggal 10 September 2025 sore (15.00 WIB) dilaksanakan Meeting Forum Rektor Mitra KAIB yang dilaksanakan di Ruang Rapat Rektor IAIN Pontianak.  Dalam forum tersebut dibicarakan beberapa rekomendasi dari KAIB XVI dan penetapan tuan rumah KAIB XVII di UIN Palangkaraya.  Diantara rekomendasi dari KAIB XVI adalah perlunya diwujudkan beberapa rekomendasi sebelumnya yang belum sempat diwujudkan seperti kerjasama bidang Tri Dharma Perguruan Tinggi, seperti Kerjasama Pendidikan dan Pengajaran, Riset Koloboratif dan Pengabdian Kepada Masyarakat (Public Services).  Forum juga merekomendasikan pada Konferensi mendatang, tidak hanya melibatkan para dosen saja, tetapi juga perlu melibatkan mahasiswa.  Kemudian, perlu juga dilakukan diversifikasi kegiatan, tidak hanya kegiatan akademis semata, akan tetapi juga ditambah dengan kegiatan kebudayaan dan perlombaan untuk peringkat mahasiswa. Forum juga merekomendasikan untuk membuat lagu jingle KAIB untuk dinyayikan pada setiap pelaksanaan KAIB.   Para Rektor bersepakat dan berkomitmen untuk mewujudkan rekomendasi yang dibuat, agar ada follow up setelah konferensi dilaksanakan.

Malam tanggal 10 September 2025, peserta menghadiri acara Ramah Tamah di rumah kediaman Walikota Pontianak.  Acara diisi dengan acara makan malam bersama, hiburan musik gambus Pantun dan Gendang (Tundang) Melayu Pontianak.  Dalam kesempatan tersebut, Walikota Pontianak Ir. Edi Rusdi Kamtono, MM, MT menyampaikan tahniah dan dukungan beliau terhadap pelaksanaan KAIB XVI dan memberikan informasi seputar Kota Pontianak. 

Untuk memperkenalkan budaya dan kehidupan sosial masyarakat pesisir Kapuas, kegiatan juga diselingi dengan Wisata Susur Sungai Kapuas, dengan naik kapal bandung menyusuri Sungai Kapuas. Peserta disajikan tentang pemandangan riverside of Kapuas, dengan melihat kehidupan dan pemukiman masyarakat, dan Masjid Keraton Kadariah Kesultanan Pontianak. Selain untuk relaksasi, kegiatan Susur Sungai Kapuas juga untuk mengenal corak kehidupan masyarakat yang tinggal di pesisir Sungai Kapuas.  Kapuas adalah sungai terpanjang di Indonesia yang panjangnya  kurang lebih 1,143 Km. 

Selain kegiatan keilmuan, kegiatan KAIB XVI juga dimeriahkan dengan Pameran Kebudayaan yang memamerkan karya-karya intelektual para dosen dan peneliti baik dari IAIN Pontianak maupun dari Balai Kajian Sejarah Kalimantan Barat.

Tanggal 11 September 2025 malam, KAIB XVI resmi ditutup oleh Prof. Dr. M. Arskal Salim GP., M.Ag., Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia.  Kegiatan penutupan dilaksanakan di Gedung Aula Kantor Bupati Kubu Raya.  Dalam kesempatan tersebut, Wakil Bupati Kubu Raya H. Syukiryanto, S.Ag. yang nota bene adalah juga Ketua Ikatan Alumni IAIN Pontianak, menyampaikan apresiasi beliau terhadap pelaksanaan KAIB XVI dan mengucapkan tahniah kepada seluruh peserta KAIB.  Beliau berharap IAIN Pontianak terus berkembang dan suatu waktu nanti segera menjadi Universitas Islam Negeri (UIN). Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI menyampaikan apresiasi beliau terhadap penyelenggaraan KAIB XVI. Menurut beliau, ini merupakan salah satu nilai strategis kampus-kampus UIN/IAIN yang secara geografis berbatasan dengan negara tetangga. Sayang jika peluang ini tidak dimaksimalkan.  Konferensi ini merupakan salah satu cara mengoptimalkan peluang strategis tersebut guna meningkatkan kualitas Perguruan Tinggi masing-masing, terutama untuk PTKAIN

 

C. Sumbangan Pemikiran dan Gagasan Para Intelektual Serumpun

Meskipun dengan kondisi yang kurang menguntungkan secara, imbas dinamika politik, namun tidak mengurangi animo dan semangat para akademisi untuk terlibat dalam konferensi.  Tercatat ada kurang lebih 138 artikel yang dinyatakan lolos untuk dipresentasikan dalam parallel seminar.  Artikel-artikel yang kemudian disusun dalam Abstract Proceding Series mengangkat berbagai isu, tema dan judul, mulai dari sejarah kerajaan di pulau Borneo, kehidupan sosial keagamaan, praktek-praktek ekonomi, pendidikan dan khazanah kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat.  Sekedar menyebutkan beberapa misalnya, artikel dari  Nur Adilah Amiruddin, Noor Ain Mohd Noor, Nazirah Hamdan, Mohamad Bazli Md Radzi, Mohd Asyraf Yusof tentang Serangan Balas Iran-Israel 2025: Kesan Terhadap Keamanan Serantau Dunia.  Samsul Hidayat mengangat judul Public Advocacy and Interfaith Dialouge in the Dispute Ober Catholic Church Rejection.   Rev. Jerson B. Narciso dan Nestor D. Bunda dari Filipina mengangkat isu tentang Islam and Christianity: Cultivating Shalom (Katawhay) and Salaam in the Philippine South.  Militansia mengangkat isu tentang Photovoice for Peace: Fostering Religious Tolerance Through EFL Writing in Islamic University.  Hesty Nurrahmi tentang Peran Bimbingan Konseling Islam dalam Kurikulum Cinta.

Kemudian artikel berkenaan dengan sejarah keagamaan seperti artikel Muhamamd Khatib Johari tentang Pengaruh Imam Al Sanusi dalam Penulisan Ilmu Akidah di Sarawak: Analisis Terhadap Risalah Hidayah lil Walad Al Walad.   Faizal Amin tentang Resepsi Ayat Al Quran Sebagai Wirid untuk Mengatasi Permasalahan Kehidupan dalam Manuskrip Syaikh Abdus Somad.  Mohammad Rikaz Prabowo tentang The Growth of Islamic Schools in Sintang in the Colonial Era, 1901-1942.  Kemudian Margaret Kit Yok Chan, Nuraini Putit, Houng Ting dan Kamal Abdullah menulis tentang Islamisation of the Middel Kingdom, Indera Ponik From The Reign of the First Raja Tengah to the Legendary Datuk Haji Ibrahim of Pulau Lakei.  Abdul Razak Abdul Kadir, Saimi Bujang dan Norazinah Yusuf menulis tentang Kritik Teks Terhadap Manuskrip “Silsilah Acal Segala Radja-Radja Sambas”: Kajian Pengembaraan Sultan Tengah ke Sambas.  Norahimah Haji Duraman, Khatijah Othman dan Rasina Haji Ahim menulis tentang Inovasi Pengajaran dalam Kurikulum Kelas Bimbingan Muslimah di Negara Brunei Darussalam.    Siti Nur Syamimi binti Adam Malik. Dania Insyiraah binti Iswandy dan Nur Adilah Amiruddin menulis tentang Assessing the Awareness of Halal Practices Among Muslim Students at UITM Campus Samarahan, Kuching Sarawak.  Kemudian, Moch Riza Fahmi menulis tentang The Future of Religion in the Wake of Global Political Upheaval: A Comparative Study of Indonesia, Malaysia and Brunei Darussalam.  Eka Hendry Ar., Zaimmuariffudin Shukri Nordi, Segu, Suhardiman dan Bibi Suprianto menulis tentang isu kebudayaan “Bangka Tradition: Temporary Graves in Nanga Bunut, Kapuas Hulu Regency, West Kalimantan”.  Dan masih banyak lagi artikel-artikel yang menarik untuk dibaca dan dikaji.

Artikel-artikel tersebut ditulis secara serius dan kaya dengan data dan persfektif, sehingga menjadi mozaik akademik yang menarik untuk dibaca.  Artikel-artikel ini hendaknya tidak dibaca sebagai perlombaan akademik (academic competition) akan tetapi lebih sebagai kerja kolaboratif untuk menyumbangkan bagi kemajuan dan kejayaan tamadun Islam Borneo.  Tamadun Islam yang inklusif, yang penuh mozaik dan mengirimkan pesan-pesan kedamaian dan kontributif bagi pembangunan kemanusiaan.  Artikel-artikel ini nantinya ada yang akan dikirim ke jurnal-jurnal terindeks dan sebagian dipublikasi dalam proseding KAIB XVI.

 

D. Catatan Reflektif KAIB XVI

Setelah mengikuti setiap tahapan pelaksanaan KAIB XVI, penulis menangkap beberapa hal-hal strategis dan sekaligus menjadi catatan dari pelaksanaan konferensi, sebagi berikut:

Pertama, Pelaksanaan Konferensi Antar Bangsa Islam Borneo (KAIB) merupakan wahana silaturrahmi dan kerjasama akademik diantara Perguruan Tinggi yang terdapat di Pulau Borneo, yang dihuni oleh 3 bangsa serumpun yaitu Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam. Disebut sebagai wahana silaturrahmi karena pada dasarkan ketiga negara sempadan ini memiliki banyak sekali kesamaan, baik bahasa, adat istiadat, agama dan ikatan hubungan persaudaraan.  Sehingga lebih memudahkan komunikasi, pemahaman dan kerjasama diantara ketiganya. Hal ini adalah satu modal dasar penting, mendahului dari pada kepentingan akademis.  Sehinga dengan ikatan tali persaudaraan ini akan jauh lebih mudah untuk membangun hubungan yang lebih stategis termasuk kolaborasi akademis.

Kedua, Ajang KAIB bukan sekedar demonstrasi hasil karya tulis ilmiah (baik riset maupun kajian pustaka), akan tetapi lebih kepada upaya membangun sinergi dan pertukaran pengetahuan dan pengalaman antara para akademisi dari berbagai latar belakang keilmuan, bangsa dan pengalaman studi.  Satu sama lain saling menimba pelajaran dan pengalaman akademis yang bermanfaat untuk dikembangkan di institusi masing-masing. Saya mengistilahkan ini dengan pertemuan pikiran dan pertemuan jiwa, bukan benturan kepandaian dan kepintaran.  Karena yang kita butuhkan hari ini adalah bagaimana saling memperkaya atau saling menunjang dalam membangun tamadun ilmu pengetahuan. Dari momentum ini diharapkan, akan terjalin komunikasi dan kolaborasi keilmuan diantara para dosen dan peneliti, untuk melakukan penelitian dan pengajaran secara bersama-sama. Maka sayang sekali, jika kesempatan ini tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh para akademisi yang ada di kampus-kampus mitra KAIB.

Ketiga, Diantara strategi meningkatkan kualitas Perguruan Tinggi adalah bagaimana meningkatkan jaringan dan kerjasa internasional.  Tujuannya bukan semata untuk pemenuhan kebutuhan akreditasi, akan tetapi sebuah keniscayaan.  Kebutuhan kita ke depan adalah membangun mindset global (internasionalisasi), sehingga kampus-kampus yang ada di Indonesia mendapatkan efek need for achievement (kebutuhan berprestasi) seperti yang telah dicapai oleh kampus-kampus di negara lain.  Memang kualitas itu boleh jadi relatif, namun inter-change experiences perlu terus dilakukan.  Tidak masalah kiranya dan bukan sikap inferior jika kampus seperti IAIN Pontianak mau belajar dari kampus-kamus Besar, baik dalam dan luar negeri, agar IAIN Pontianak dapat mencontoh keberhasilan tersebut.

Keempat, Terkait dengan artikel-artikel yang dibentangkan di KAIB, secara keseluruhan sudah menunjukkan heterogenitas isu, wilayah dan persfektif keilmuan.  Kolobarasi dalam menyumbangkan gagasan sudah tercapai melalui KAIB. Namun, yang masih terasa kurang adalah artikel-artikel yang ditulis secara bersama-sama antara para dosen dan peneliti lintas kampus dalam dan luar negeri. Hal ini menujukkan bahwa, kolaborasi antara kampus mitra KAIB masih minim.  Padahal dengan adanya kolobarasi riset dan penulisan artikel ilmiah ini menunjukkan telah terjadi pertukaran atau dialektika keilmuan dan kebudayaan.  Proses dialektika ini adalah momentum saling belajar yang akan menambah wawasan budaya, keterampilan internasional, dan variasi pengalaman akademik. Maka, hendaknya dalam KAIB XVII akan banyak dihasilkan artikel-artikel yang merupakan hasil kolobrasi antar kampus dalam dan luar negeri mitra KAIB.

Kelima, Mengingat KAIB ini memiliki nilai strategis, sayang jika pertemuan hanya terjadi setahun sekali. Sehingga terkesan tidak ada kesinambungan gagasan dan pemikiran. Menurut hemat penulis, perlu dibuat kegiatan-kegiatan follow up dengan skala yang mungkin lebih kecil, namun tetap menjaga ide dan gagasan besar dari KAIB itu sendiri. Jaringan komunikasi dan kerjasama yang telah ada harus terus dihidupkan, baik melalui kegiatan saling berkunjung maupun dalam bentuk program-program kerjasama (dalam urusan Tridharma Perguruan Tinggi).  Peringkat komunikasi dan kerjasama yang paling mudah adalah dalam pembelajaran dengan virtual classroom atau online collaborative learning antara para dosen dari kampus mitra KAIB.  Atau yang lebih sederhana lagi pertukaran informasi tentang karya-karya akademis, seperti buku dan jurnal, serta kegiatan-kegiatan ilmiah antar kampus. Pada peringkat pejabat, barangkali juga harus lebih sering saling mengunjungi, dan membuka peluang kerjasama yang lebih kongkrit seperti riset koloratif, pertukaran dosen dan mahasiswa, guest lecture, kegiatan public service kolaboratif, penulisan buku bersama, hingga kegiatan kebudayaan dan olah raga. Prinsipnya, ada kegiatan sebagai follow up dari pelaksanaan KAIB, sehingga jalingan semakin intensif dari konferensi ke konferensi.  ***

*Dosen IAIN Pontianak, PIC KAIB XVI