Faldin Marta: Riset Mutlak dalam Membuat Sebuah Film

faldin

Pembuatan sebuah film harus direncanakan dan berangkat dari sebuah ide. Dalam menulis skenario harus berlandaskan pada ide, apa yang mau digali dari ide tersebut, dan kemudian barulah disusun strukturnya melalui riset.

“Riset mutlak dalam membuat sebuah film”, jelas Faldin, karena apabila karakter tidak menempal pada film, dia mengakku, penonton tidak akan tertarik pada film tersebut. Penonton akan bilang bagus, apabila pemain atau pemeran bagitu sama dengan apa yang pernah dilihat dalam kehidupan, “untuk itulah kita perlu riset”, tambahnya.

Misalkan, dia memberi contoh, pagi si tokoh cerita sedang melakukan apa, siang hari apa saja yang dikerjakan, terus anak-anaknya” ini yang dinamakan back story. Jadi kita membuat potongan karakter tentang tokoh film dan apa saja yang dilakukan dalam satu hari, kemudian perlu diketahui pula cerita masa lalunya.

Dalam riset selain tokoh, ada pula setting dan property. Untuk menentukan dimana akan memulai cerita. Setting berkaitan dengan tempat, lokasi mana saja yang dilalui dalam cerita, keadaan alam, sosial, human interesnya, baru setelahnya menentukan plot atau adegan-adegan apa yang menarik dari hasil riset itu untuk dicantumkan dalam skenario.

Dia menilai, skenario dengan perencanaan yang matang dan benar hingga eksekusinya, sutradara tidak akan banyak mengalami kesulitan, dan akhirnya film atau sinetron akan sampai kepada penonton.

Selanjutnya, masalah packaging, untuk membuat suatu tayangan yang menarik dibutuhkan kemasan yang baik pula. “Kita tidak bisa cuma memvisualkannya saja. Misalkan dalam membuat tayangan rohani, dengan memvisualkan seseorang yang lagi ceramah, sama saja dengan datang dipengajian-pengajian lain”, tutur dia.

Dia berpendapat, nilai rohani tidak selamanya ditampilkan dengan ceramah atau teks-teks, akan tetapi bisa juga melalui tingkah laku yang dipercontohkan Rasullah diaplikasikan umatnya. Ini menjadi adegan, adegan akan lebih kuat lagi apa bila seorang skenario punya back story.

Siapa yang melakukan adegan itu, bagaimana dia bisa menyentuh perasaan audiens atau penonton agar yang menonton punya nilai pertimbangan di dalam hatinya atau tergerak hatinya untuk memikirkan apa yang terjadi dalam visual itu, “inilah namanya packaging atau pengemasan”, maksud dia.

Selain itu, dia menyebut untuk mengemas satu film itu tidak gampang, kita harus punya desain produksi. “Jadi desain produksi yang memikirkan bagaimana kostum, cara bicara, make up, pengambilan kameranya, walaupun ini pekerjaan sutradara dilapangan tapi tetap harus dipersiapkan dalam sebuah skenario”, paparnya.

Print Friendly, PDF & Email