-

Kisah Perjalanan Hidup Dr Syarif, Anak Petani Miskin yang Menjadi Rektor

  1. Syarif kecil dan rutinitas hariannya

Syarif kecil merupakan anak kampung subdusun pematang teratai dusun pematang naning kelurahan Mulia Kerta Kecamatan Benua Kayong (dulu Kecamatan Matan Hilir Selatan), Kabupaten Ketapang, Propinsi Kalimantan Barat.  Karena tinggal di dusun, Syarif kecil yang dicatatkan tanggal lahir 24 Mei 1971 terlambat masuk Sekolah Dasar karena di kampungnya tidak ada sekolahan. Berkat SD Inpres di zaman Presiden Soeharto, Syarif kecil baru masuk sekolah dalam usianya yang sudah 8 tahun lebih yaitu tahun ajaran 1978/1979, di SDN Pematang Naning Ketapang.

Sebelum bersekolah, Syarif  semasa kecilnya telah belajar mengaji. Syarif ketika itu selalu membantu orang tuanya mengengon (memelihara) sapi. Sapi yang dipelihara bukan sapi sendiri tetapi sapi orang lain yang dititip rawat. Sapi titip rawat itu adalah bagi hasil jika sapi itu beranak. Anak sapi itu yang dibagi dua. Memelihara sapi itu ada ritual rutinnya yaitu mengambil (mengarit) rumput untuk makan sapi di malam hari. Kala siang hari sapi dikeluarkan dari kandang dan dibawa ke sawah supaya makan rumput di sana. Setelah menjelang magrib, sapi tersebut dimasukan ke kandangnya lagi. Syarif kecil menjalankan tugas rutin itu dengan jumlah sapi sebanyak 5 ekor selain anak-anak sapi. Setelah sapi masuk kandang Syarif kecil menghidupkan api unggun supaya asapnya mengusir nyamuk agar sapi tidak digigit nyamuk.

  1. Cerita unik saat mengaji

Setelah tugas mengurus sapi selesai dan masuk waktu Magrib,  Syarif kecil mandi, kemudian shalat, dan mengaji. Syarif yang setelah dewasa hobi kesehariannya sebagai Qari punya cerita unik saat belajar mengaji sewaktu kecil. Syarif belajar mengaji sejak sebelum mengenyam pendidikan di sekolah dasar.  Ia mengaji kepada ibu tirinya. Syarif kecil ternyata anak dari orang tua yang terpisah karena fitnah. Pantaslah Syarif dewasa sangat tidak suka dengan perilaku fitnah. Karena Syarif kecil menjalani hidupnya sebagai korban fitnah.

Di kampungnya tingkatan dasar mengaji  dimulai pelajaran alif-alifan, yaitu buku belajar mengenal huruf hijaiyah. Di dalam buku alif-alifan itu dimuat satu juz Alquran yaitu juz ‘Ammâ. Syarif kecil diceritakan oleh semua orang kampungnya sebagai anak yang unik. Waktu mengaji belajar mengenal huruf ditonton orang kampung karena keunikannya itu. Waktu belajar mengaji Syarif kecil cukup diajar sebaris saja pada setiap halaman. Selebihnya Syarif kecil langsung jalan sendiri tanpa dituntun lagi. Menurut ibunya yang mengajar ngaji, diajari sekali langsung  faham dan jalan sendiri. Juga ketika memasuki ke Juz ‘Ammâ dan Alquran besar. Alquran besar artinya Alquran yang lengkap dari Alfâtihah sampai  Annâs. Menurut ibunya dan orang kampung yang menyaksikan saat memasuki Alquran besar, Syarif kecil hanya diawasi selembar pertama saja. Setelah itu Syarif kecil jalan sendiri. Dan sebelum bersekolah Syarif kecil khatam Alquran berkali-kali. Hampir tiap bulan khatam, dan setiap khatam Alquran ayahnya mengundang orang kampung untuk selamatan dengan baca doa. Menurut penuturannya, Syarif kecil rajin mengkhatamkan Alquran karena selamatan itu. Setiap selamatan selalu potong ayam kampung dan Syarif kecil selalu kebagian hati dan pahanya.

Keunikan Syarif kecil tidak cukup disitu. Setelah beberapa kali khatam di rumahnya sendiri, Syarif kecil dipindahkan mengaji ke guru lain di kampungnya. Demikian juga di tempat yang baru yang mulai dikenalkan dasar-dasar tajwid untuk penyempurnaan tajwid yang mengaji di rumahnya, Syarif kecil selalu cepat faham dan jalan sendiri. Oleh karena itu Syarif kecil diangkat lora atau wakil gurunya untuk mengajari teman-temannya yang belum faham. Begitu selanjutnya setiap pindah guru mengaji. Syarif kecil selalu dijadikan wakil gurunya untuk mengajari teman-temannya.

Ada satu lagi uniknya Syarif kecil. Dia sejak kecil selalu ditunjuk adzan magrib, isya, dan subuh oleh gurunya. Menurut cerita orang kampunya suara Syarif merdu sejak kecil. Dan ternyata memang Syarif kemudian menjadi qari sampai sekarang.

  1. Syarif dan cita-citanya

Syarif bercerita sebenarnya cita-citanya dari kecil tidak seperti yang terlihat sekarang. Waktu kecil setelah tamat SD, Syarif ingin masuk pesantren di Jawa dan Madura. Saat itu Syarif ingin ikut seorang kiyai ke Kepanjen Malang untuk menjadi santri sambil mengabdi (ngabuleh). Ngabuleh artinya nyantri sambil mengabdi karena biaya yang dibayar hanya sebagian. Ingin ngabuleh ini karena orang tua Syarif tergolong tidak mampu. Tetapi itu pun tidak jadi ke pesantren oleh karena biaya yang sudah hanya bayar separuh pun tidak bisa dipenuhi. Saat itu hanya dengan biaya Rp. 25.000 perbulan atau Rp. 300.000 pertahun tidak bisa dipenuhi karena tidak mampu.

Karena tidak jadi nyantri, Syarif dibujuk oleh para gurunya juga orang tuanya supaya melanjutkan sekolah. Kemudian Syarif melanjutkan sekolah di MTsN Ketapang pada tahun 1985. Saat Syarif masuk sekolah di Tsanawiyah, orang tua Syarif menjadi kuli menggali parit/selokan dan menguras wc. Saat itu SPP di Tsanawiyah Rp. 1.500 perbulan. Itu pun kadang menunggak sampai dua atau tiga bulan. Karena gagal menjadi santri dan melanjutkan ke MTsN, Syarif mengikuti saran orang tuanya supaya menjadi guru agama. Saat itu yang menjadi rujukan orang tua dan masyarakatnya adalah guru agamanya di SD yaitu Bapak Wan Muhammad. Akhirnya setelah tamat dari MTsN Syarif merantau ke Pontianak untuk melanjutkan sekolahnya di PGAN Pontianak tahun 1988. Sejak MTsN Syarif mengurus administrasi sekolahnya sendiri mengingat orang tuanya yang buta huruf.

  1. Syarif dan Prestasi serta aktivitasnya

Sejak dari MTsN hingga di PGA, Syarif cukup berprestasi yaitu paling rendah Syarif bisa mencapai rangking  3 di kelasnya. Oleh karena itu sejak MTsN juga di PGAN menjadi bagian dari penerima beasiswa Supersemar. Di PGAN Pontianak Syarif pernah menjadi 4 besar juara umum dari 6 kelas angkatan 1988-1991. Berkat menjadi  penerima beasiswa Supersemar di PGAN Pontianak itu Syarif dapat menabung dan akhirnya bisa melanjukan studinya ke strata 1 di Fakultas Tarbiyan IAIN Syarif Hidayatullah Cabang Pontianak tahun 1991.

Di IAIN Syahid Cabang Pontianak saat itu hanya ada dua jurusan yaitu PAI dan Bahasa Arab. Syarif memilih jurusan Bahasa Arab mengikuti nasihat ayahnya. Pilihan ini dia ambil mengingat di kampungnya para tokoh agama fanatik dengan bahasa Arab. Cikal bakal pengetahuan bahasa Arab yang dimiliki Syarif ialah dari guru favoritnya yaitu Habib Ismail al-Qadri dan guru agamanya Habib Muhammad Bin Habib Shalih. Di samping itu Syarif menimbanya dari guru-gurunya di MTsN Ketapang dan PGAN Pontianak. Berkat bekal pengetahuan bahasa Arabnya itu, Syarif juga berprestasi di kelasnya. Syarif juga tercatat penerima beasiswa Supersemar dan beasiswa BNI saat   di bangku kuliahnya. Syarif juga tercatat sebagai lulusan tercepat Jurusan Bahasa Arab di kelasnya dan pada wisuda sarjna IAIN Pontianak tahun 1996.

Di samping prestasi sekolah dan kuliahnya, Syarif juga punya prestasi kemahiran sebagai qari dan yang lainnya. Syarif pernah menyumbang 22 piala di sekolahnya PGAN Pontianak sebagai juara qiraat, cerdas cermat, membaca puisi, adzan, syarhil quran, ceramah, obade dan baris-berbaris dalam lomba upacara bendera. Syarif yang hobi qiraat dan puisi ini gemar mengikuti perlombaan dalam even-even di masyarakat, baik yang diselenggarakan oleh masjid-masjid, sekolah-sekolah, maupun oleh pemerintah seperti MTQ/STQ.  Sebagai qari, Syarif sampai ke tingkat dewasa pernah menjadi juara di Kalimantan Barat.

Dalam mengenang prestasinya ini, Syarif justru tidak bangga dengan prestasinya. Tapi Syarif justru bercerita haru dan bangga dengan cerita kondisi ekonominya dalam menjalani sekolah dan kuliahnya. Waktu di PGA Syarif menjualkan kue orang dititipkan di warung-warung dengan konsinyasi. Dalam kondisi jauh dari orang tua, setiap habis jam sekolah, Syarif mengantar dan menarik kue ke dan dari warung-warung yang dititip secara konsinyasi dengan keuntunagn 20 rupiah per kue. Usaha menjualkan kue orang ini berlanjut sampai di masa kuliahnya, bahkan sampai menjelang jadi sarjana. Di samping itu juga Syarif mengajar ngaji dengan gaji 20 ribu rupiah per bulan.  Syarif juga saat sekolah pernah menjadi penjual ikan di Pasar Flamboyan Pontianak. Kenangan dalam ekonominya saat sekolah, Syarif sangat terkesan oleh pengalamannya “diturunkan di setengah perjalanan oleh supir oplet di jalan Ahmad Yani karena ongkos yang diminta tidak cukup. Saat itu ongkos oplet 100 rupiah tapi saya hanya punya 50 rupiah. Maka saya diturunkan di tengah jalan di depan museum Ayani.

“Saya berjalan kaki ke rumah tempatnya menumpang, rumah Kakak sepupu saya di jalan sepakat 1. Sampe sekarang saya masih ingat muka supir oplet itu,” kenang Syarif.

Selain menjalankan aktifitas belajar dan pekerjaannya, ternyata Syarif sebagai seorang aktivis. Syarif memulai keaktifannya sejak dari MTsN aktif di gerakan Pramuka dan OSIS. Begitupun ketika di PGAN Pontianak Syarif juga aktif di OSIS dan Pramuka. Di OSIS selalu diaktifkan oleh seniornya sebagai seksi dakwah. Di gerakan Pramuka di PAGN Pontianak Syarif  sempat menjadi pengurus inti di ambalan sebagai sekretariat. Di masyarakat, Syarif aktif sebagai aktifis remaja masjid di Masjid Islamiah,  yang terletak di Jalan Imam Bonjol Pontianak. Dalam organisasi pengkaderan, Syarif pernah dikader sebagai aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII) semasa sekolah di PGAN Pontianak tahun 1989-1991. Setelah kuliah, Syarif juga pernah dikader di Ikatan Pelajar Putra Nahdhatul Ulama (IPNU) tahun 1991-1993. Syarif juga mengikuti pengkaderan di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Pontianak dimulai pada tahun 1991. Di HMI Syarif sampai ke tingkat pengkaderan Advance Training (LK-III). Di HMI Syarif pernah terpilih sebagai Ketua LDMI HMI Cabang Pontianak pada tahun 1994. Juga sempat menjadi Ketua Komisariat Tarbiyah HMI Cabang Pontianak pada tahun 1994-1995. Bahkan Syarif pernah menjadi Pengurus PB HMI sebagai Wasekum Eksternal pada Tahun 2004-2005.

Bagitupun di masyarakat, Syarif sampai sekarang aktif menjadi pengurus ormas keagamaam dan kemasyarakatan. Syarif tercatat pernah menjadi Sekretaris Dewan Dakwah Islamiyah Kota Pontianak tahun 1996-1998. Pernah menjadi Ketua Umum DPP Jam’iyyatul Islamiyah  tahun 2012-2013  lalu menjadi Ketua Departemen Dakwah DPP Jam’iyyatul Islamiyah tahun 2012-2017. Sekarang Syarif aktif sebagai sekretari PCNU Kota Pontianak, sebagai Wakil Ketua DMI Kalbar, dan sebagai Ketua Harian 1 IKBM Kalbar. Masih ada lagi hanya Syarif cukup menceritakannya sampai di situ saja.

  1. Syarif Memulai Karirnya

Karena prestasi di kuliahnya itu, setelah jadi sarjana Syarif tidak sempat menganggur. Setelah diwisuda Syarif langsung dijadikan dosen luar biasa di almamaternya.

“Saat itu saya dikasi mata kuliah praktik qiraah dan Pendididikan Bahasa Arab. Saya gembira sekali dipercaya untuk mengabdi di almamater saya walau honor saya terima setiap satu semester atau enam bulan sekali. Saya ingat sekali honor pertama saya sebagai dosen luar biasa sebesar 62 ribu. Itu honor 6 bulan, tapi saya senang sekali,” kenang Syarif.

Syarif melanjutkan, “Sebelum jadi dosen, saya  telah memiliki pengalaman mengajar, yaitu pernah menjadi guru bahasa Arab di SD Mujahidin Pontianak pada tahun 1995-1997, pernah menjadi guru bahasa Arab dan al-Qur’an hadis di MTs Assa’adah Tanjung Hilir. Bahkan pernah menjadi kepala MTs di sekolah tersebut pada tahun 1995-1996. Saya juga berpengalaman menjadi guru TPA di beberapa TPA di Pontianak, seperti di TPA 45 dan Mujahidin,” ceritanya.

Setelah setahun Syarif menjadi dosen luar biasa Syarif mengikuti tes PNS formasi Dosen. Saat itu syarat untuk menjadi dosen cukup dengan ijazah S1 dengan syarat IPK 3,00. “Alhamdulillah saya lulus tes dalam formasi dosen bahasa Arab pada tahun 1997. SK CPNS saya keluar pada bulan Mei 1998. Saya menyebutnya SK pertama pada masa reformasi, dan SK itu sebagai hadiah ulang tahun saya. Setelah setahun saya menjalani CPNS dan kemudian telah PNS, saya mengikuti tes S2 dan lulus.” kisahnya bersemangat.

Syarif menuturkan, “Saat itu untuk menjaring calon peserta S2 Departemen Agama datang ke kampus dan melakukan tes. Saya lulus dengan kuliah biaya mandiri. Saya kuatkan tekad, saya memilih kuliah di Program Pascasarjana UIN Syahid Jakarta dan saya berangkat tahun 1999. Kondisinya merantau ke Jakarta tak ubahnya seperti dari ketapang ke Pontianak. Untuk memenuhi hajat menuntut ilmu, saya kembali berjibaku dengan keadaan akibat kondisi ekonominya yang kurang dari kebutuhannya. Saat itu saya baru saja PNS dengan gaji penuhnya 182 ribu. Itu pun penuh dalam hitungan. Dalam kenyataan gaji tersebut dipotong tiap bulan karena meminjam nama temannya mengambil pembiayaan di bank.” Kenangnya.

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang dengan satu istri dan dua orang anaknya, Syarif menunggu dapat undangan membaca Alquran pada acara-acara PHBI dan nikahan. Juga sesekali dapat dari honor sebagai Khatib Jumat. Akhirnya Syarif menyiasati keadaannya, pada bulan ketiga di Jakarta Syarif bekerja di tanah abang sebagai tukang ojek payung. Keadaan demikian bertahan cukup lama sampai akhirnya Syarif bekerja sebagai kuli panggul kabel data di Glodok. Sebelum total bekerja di Glodok Syarif masih sambil menjadi tukang ojek payung. Sebagai tukang panggul di glodok Syarif sampai malam hari mengingat kerjanya setengah hari karena paginya masih kuliah. Setelah mata kuliahnya selesai baru Syarif dapat full seharian bekerja di Glodok. Saat itu saya sambil jualan komputer kepada teman-teman saya di Pascasarjana. Juga seiring berjalannya waktu saya juga biasa mendapat orderan besar penjualan unit komputer. “Pernah saya mendapat sub kontra pengadaan komputer mencapai 104 unit di satu Kementerian di bilangan Salemba,” tutur Syarif.

Selama bekerja sebagai tukang ojek payung di Pasar Tanah Abang dan kuli panggul di Glodok, anak-istri dan teman-teman Syarif tidak tahu. Pun sampai Syarif memiliki toko komputer di Glodok mereka tidak tahu. Tahunya anak-istri Syarif sebagai aktifis sosial. Syarif dari yang semula hanya untuk menyambung hidup di Kota Metropolitan, hingga menjadi mahasiswa-pengusaha. Syarif juga memiliki konter seluler di poin squer saat itu. Namun dia mengenang sedih karena telah mengorbankan cita-cita untuk menjadi wisudawan tercepat. Padahal sejak semester dua Syarif telah menyusun proposal tesis. Syarif menyelesaikan kuliahnya dan meraih gelar Magister Agama pada tahun 2003 setelah menempuh waktu selama 4 tahun. Pada tahun yang sama, Syarif terdaftar sebagai peserta Program Doktor jurusan Tafsir-Hadis melanjutkan Jurusan Magisternya di almamater yang sama. Dalam menempuh pendidikannya di S3 Syarif tetap menjalankan usahanya bahkan sempat merambah ke dunia Forex. Syarif juga sebagai pengusaha ritel menjadi produsen penghemat listrik dan menjadi suplayer ke PT Kobra International di bilangan Kuningan Jakarta Selatan.

  1. Kisah Penyelesaian Studi

Setelah kenyang di dunia usaha, akhirjya Syarif mengakhiri petualangam ekonominya jatuh di usaha Forex. Syarif boleh dibilang bangkrut. Semua asetnya terjual. “Pada tahun 2008 saya bahkan tidak mampu untuk berzakat fitrah sewaktu idul fitri tiba saat itu,” kenang Syarif.

Dalam kondisi itu ayahnya, bapak Satimen datang ke Jakarta dan menasihatinya. “Nak ikhlaskan semua yang terjadi. Cepatlah selesaikan sekolahmu, kan memang niatmu ke Jakarta untuk sekolah bukan untuk menjadi pengusaha. Harta adalah karunia dan titipan Allah, pun sewaktu-waktu Allah bisa menarik titipannya itu,” demikian nasihat sang ayah.

“Dengan nasihat itu saya kembali menyambangi kampus setelah beberapa tahun saya sangat jarang ke kampus. Saat itu Prof. Azra sebagai Direktur Pascasarjana.  Saat itu saya mulai masuk perpustakaan kembali. Saya dapat undangan penyelesaian kuliah pada tanggal 30 Mei 2009. Saat itu kebijakan Direktur pengetatan masa kuliah. Saat saya memasuki ruangan pertemuan, di depan terpampang sepanduk tentang waktu Drop Out. Untuk angkatan saya, angkatan 2003 harus sudah selesai pada tanggal 31 Agustus 2009. Kami pasa shok, turur Syarif. Bagaimana tidak, untuk menyusun disertasi hanya punya waktu 3 bulan. Maka beberapa teman saya mengajukan pindah kuliah ke kampus lain,” tuturnya.

Syarif memilih tetap berjuang menyelesaikan studinya di kampus kebanggaannya itu. Pada tanggal 15 Juni 2009 Syarif ujian proposal disertasinya di sidang Work in Progres (WIP). Pada saat itu bersamaan dengan WIP-nya teman sekampusnya, ibu Lailial Muhtifah yang sudah menyelesaikan tulisannya lima bab.

“Pada saat itu proposal disertasi saya tidak lulus. Terdesaknya waktu penyelesaian disertasinya membuat Syarif berjuang ekstra. Pada tanggal 27 Juni 2009 itu proposal disertasinya diterima. Akhirnya Oktober 2009 saya diwisuda sebagai Doktor ke 747 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Di ujung tahun 2009 saya kembali bertugas aktif kembali di STAIN Pontianak, kampus almamaternya yang beralih status dari Fakultas Tarbiyah filial IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 1997.” Ucapnya.

Syarif mulai aktif menjadi pejabat diawali dengan dilantik sebagai Asisten Direktur Program Pascasarjana STAIN Pontianak tahun 2011. Syarif kemudian dilantik menjabat Wakil Rektor Bidang Admistrasi Umum, Perencanaan, dan Keuangan IAIN Pontianak pada tahun 2014 setelah STAIN beralih status menjadi IAIN Pontianak pada Agustus 2013. Selanjutanya Syarif diserahi tanggungjawab oleh Menag sebagai Pelaksana Tugas Rektor IAIN Pontianak pada Desember 2017. Kemudian pada tanggal 6 Juni 2018 Syarif dilantik sebagai Rektor definitif IAIN Pontianak sampai sekarang.

Editor: Mulyadi
Penulis: Abdullah

Print Friendly, PDF & Email