Membangun Kesadaran Budaya Mutu

 LPM

Salah satu bentuk perubahan perguruan tinggi yang sedang berlangsung adalah transformasi spirit corporate culture ke dalam institusi pendidikan tinggi. Artinya, menerapkan prinsip penatakelolaan yang baik ke lembaga pendidikan tinggi. Dengan menerapkan nilai-nilai good governance yang esensial, yaitu; transparansi, akuntabilitas dan responsiveness terhadap budaya akademik dan prakarsa, serta dampaknya terhadap mutu layanan.

Ir. Abu Bakar Alwi, MT., Ph.D., mengatakan, membangun mutu perguruan tinggi diperlukan sistem, standar, dan aturan-aturan untuk melaksanakannya dan dijadikan sebuah proses budaya dan budaya itu adalah kita, dimana kita membiasakan diri terhadap sistem, standar dan aturan tersebut.

Sapendi
Sapendi, M.Pd.I (Ketua LPM IAIN Pontianak)

Menurutnya, kesadaran terhadap mutu adalah sesuatu yang berbeda, jika hanya membicarakan mutu dalam aspek teoritik saja, maka kita hanya akan membuka dan berbicarakan soal apa, dan apa tentang mutu. Untuk itu diperlukan kesadaran dan ada proses gradual pada diri kita untuk menyesuaikan dengan mutu, dan tujuannya adalah kepuasan pelanggan.

Alwi menyebut, apapun yang dilakukan jika tidak memberikan kepuasan ter­hadap pelanggan maka sesungguhnya kita bukan apa dan tidak memberikan apa-apa. Terlebih, di tengah persaingan global, kita ingin keluar sebagai pemenang, dan yang perlu disadari ditengah keinginan itu akan mengalami kegagalan berkali-kali, sehingga kegagalan itu adalah guru dalam memperbaiki kualitas.

Mengelola mutu dapat diartikan kita selalu melakukan sesuatu yang benar diwaktu yang tepat, dan selalu berusaha untuk melakukan perbaikan. Orang yang menjaga mutu tidak bisa diam dan selalu membuat perbaikan secara terus menerus sehingga kualitas semakin baik.

Perguruan tinggi memiliki infra struktur mutu pendidikan, sistem, standar, aturan-aturan, dan proses integrasi yang menjadi bagian penting. Mutu tidak bisa berjalan sendiri karena di dalam lembaga terdapat berbagai elemen. Mutu adalah lembaga, mutu bukan masing-masing elemen dalam lembaga, tegasnya sebagai pembicara dalam seminar Membangun Budaya Mutu yang diselenggarakan LPM IAIN Pontianak.

Ketua LPM IAIN Pontianak, Sapendi, M.Pd, dalam kesempatan yang sama, mengungkapkan, seminar Membangun Budaya Mutu pada hari Selasa, 16 Juni 2015, Gedung Biro AUAK, bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman terhadap budaya mutu dan mengembangkan mutu pendidikan tinggi baik pada tahapan input, proses, output dan outcam-nya.

Membangun budaya mutu sudah diamanatkan oleh undang-undang, Sapendi berharap, seminar yang diselenggarakan dapat memberikan tambahan wawasan tentang mutu, sehingga seluruh komponen yang ada di IAIN Pontianak memiliki kesadaran bersama dalam membangun budaya mutu.

Menurut Sapendi, LPM sebagai lembaga hanya memberikan penjaminan mutu, akan tetapi penjamin mutu terselenggaranya pendidikan di IAIN Pontianak melekat pada semua publik internal secara keseluruhan, mulai dari unsur pimpinan, dosen, tenaga administrasi  dan mahasiswa.

Wakil Rektor I bidang Akademik, Dr. H. Hermansyah, M.Ag, membuka secara resmi dalam sambutannya menekankan sikap disiplin sebagai bagian dari kesadaran budaya mutu IAIN Pontianak, mutu harus memiliki standarisasi, dan harus dimulai dari hal yang terkecil.

Hermansyah, berkeinginan menjadikan IAIN Pontianak sebagai lembaga yang besar dan bermutu, saat ini semua jurusan sudah terakreditasi dan rata-rata dengan akreditasi B, sementara akreditasi lembaga masih dalam proses.

“Dari jumlah mahasiswa pun, IAIN Pontianak terus mengalami perkembangan dari sebelumnya hanya menerima sekitar 300 mahasiswa menjadi 1000 mahasiswa baru setiap tahunnya”, terangnya.

Dia, menegaskan, jumlah tersebut harus diimbangi dengan mutu pendidikan yang baik, jika tidak secara perlahan akan ditinggalkan atau jika itu berlanjut maka akan melahirkan orang-orang yang tidak bermutu dan menjadi masalah di tengah masyarakat, yaitu pengangguran yang terdidik.

Namun begitu, Hermansyah,  mengingatkan mahasiswa yang hadir dalam acara tersebut, mutu bukan semata-mata urusan Rektor, ketua LPM, Kabiro AUAK, atau Dekan Fakultas, tetapi itu menjadi urusan kita semua dalam hal menjaga dan meningkatkan mutu yang sudah ada.

“Seminar ini terselenggara mudah-mudahan dapat memunculkan kesadaran kita semua, bahwa mutu dan budaya mutu di lingkungan pendidikan IAIN Pontianak itu penting. Kita boleh bangga dengan status lembaga sebagai Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri di Kalbar, tetapi tidak cukup untuk berhenti disitu, dan jauh lebih penting semua yang ada disini berkualitas”, tutup Hermansyah.