Mengkaji Nahjul Balaghah dan Syi’ah

Nahjul Balaghah

Bedah buku Nahjul Balaghah, bersama Prof. Dr. Ibrahimian, disambut baik dan diapresiasi Wakil Rektor III bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kerjasama Dr. Zaenuddin, MA., MA.

Zaenuddin, mengatakan, kegiatan bedah buku Nahjul Balaghah yang diadakan di IAIN Pontianak ini sesuai dengan misi IAIN Pontianak lebih terbuka terhadap nilai keagamaan Islam.

“Diskusi ini merupakan cara bagi kita bersama-sama dalam meningkatkan pengetahuan kita, khususnya dalam menyelami isi kandungan buku Nahjul Balaghah karya Sayyidina Ali ra dan membuka perspektif kita tentang ajaran Syiah”, ucapnya.

Dr. Hujjat Ibrahimian, narasumber kegiatan ini menyampaikan bahwa mengkaji Nahjul Balaghah karya Sayyidina Ali ra penting dilakukan oleh umat Islam. Dalam mengkaji kitab ini, idealnya tidak ubah mempersoalkan perbedaan mazhab.

“Saya punya keyakinan, Islam yang dipeluk di Iran sama dengan Islam yang dipeluk di Indonesia. Hal ini karena baik muslim Iran atau Indonesia, sama-sama toleran dan berlogika dalam memahami ajaran agama. Tuhan kita adalah satu, Al-Quran kita juga sama, Nabi kita juga Nabi Muhammad bin Abdullah”, seru Hujjat Ibrahimian.

Menurutnya, Bagi penganut mazhab Ahlul Bait, imam yang merupakan ahlul bait, adalah orang-orang yang ma’shum. Tentu ada perbedaan antara mazhab Syafi‘iyah dengan ahlul bait dalam hal ini, tapi perbedaan tidaklah mencolok.

Dia melihat ada kesamaannya, yaitu baik mazhab ahlul bait maupun mazhab Ahlussunnah Waljamaah yaitu as-Syafiiyah, sama-sama mencintai nabi dan keluarganya (Ahlul Bait). Dalam konteks mencintai keluarga nabi tentu tidak ada perbedaan di kalangan umat Islam.

“Orang-orang Syiah punya kepercayaan bahwa Sayyidina Ali ra., merupakan ahlul bait, bukanlah manusia sembarangan. Ali ra. adalah manusia sempurna, ma’shum dan istimewa sepeninggal Rasulullah”, ujarnya.

Demikian pula umat Islam di luar Syiah, dia mengakui keistimewaan sejumlah khalifah, yaitu Abu Bakar, Umar, Usman, selanjutnya Ali. Karenanya, perbedaan mazhab hendaknya jangan dipandang sebagai sumber perpecahan.

Dia berharap, perbedaan yang ada diantara kita hendaknya saling membuka ruang untuk berdialog dan berbagi pendapat. Perbedaan pendapat itu jangan menjadi sumber konflik.

Hujjat Ibrahimian menyebut, Sayyidina Ali ra. meninggalkan suatu kitab, yaitu Nahjul Balaghah yang berbahasa Arab. Kitab ini sudah diterjemahkan dalam banyak bahasa termasuk Indonesia.

“Kitab Nahjul Balaghah, terdiri atas tiga bagian: pertama, membahas kumpulan khutbah Sayyidina Ali; kedua, Surat-surat Ali yang dikirim ke berbagai kalangan, saat beliau menjabat sebagai Khalifah; dan ketiga, kata-kata bijak dari Sayyidina Ali”, tutur Hujjat Ibrahimian.

Beberapa kali, Hujjat Ibrahim juga membacakan petikan kata mutiara dari Sayyidina Ali yang ada dalam kitab Nahjul Balaghah, diantaranya, “Wahai dunia, barangsiapa yang menjadikan dunia sebagai alat yang lebih tinggi ia akan mendapatkan penglihatan yang terang, namun barangsiapa yang melihat dunia sebagai sasarannya, ia akan dibutakan oleh dunia”.

Narasumber kedua dalam seminar ini adalah Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah IAIN Pontianak, Dr. Samsul Hidayat, MA. Dalam penjelasannya, Dr. Samsul Hidayat menjelaskan dalam kepercayaan Syiah, iman itu serupa satu mata rantai dari realita bathiniah Rasulullah. Imam dalam perspektif Syiah menjadi manifestasi dari cahaya Rasul. Inilah filosofi ahlul bait.

Samsul Hidayat juga menguraikan, bahwa Syiah sesungguhnya sama dengan Ahlussunnah wal Jamaah, yang mempunyai aliran-aliran. Paling tidak ada tiga aliran yang terkenal dalam ajaran Syiah dan masing-masing punya konsep ajaran yang berbeda, yaitu Kaisaniyah, Zaidiyah, Imamiyah, dan Ghuluw/Ghulat.

Sejauh referensi yang ia dapatkan, tidak menggunakan ijma’. Landasan Syiah adalah al-Quran, as-Sunnah, dan Imam. “Imam dalam pemahaman Syiah adalah salah satu rangkaian atau satu paket tentang bagaimana Islam digambarkan oleh orang Syiah”, ucapnya.

Print Friendly, PDF & Email