Pancasila Bukan Masalah, yang Bermasalah adalah yang Berpancasila. Ini Penjelasan Dr. Waryani

Selasa, 18 Juli 2017, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak menggelar pengajian pimpinan di Auditorium Syeikh Abdul Rani Mahmud IAIN Pontianak. Pengajian ini menghadirkan Dosen Pascasarjana IAIN Pekalongan, Dr. Waryani Fajar Riyanto, S.H.I., M.Ag., sebagai narasumber yang menyampaikan materi tentang, “Manusia, Islam dan Pancasila: Personalitas, Identitas dan Finalitas.”

Latar belakang diusung materi tersebut dalam pengajian ini dianggap penting, karena selama ini kita sudah menganggung-agungkan Pancasila secara personalitas, tanpa mengkaitakannya dengan Islam dan status kita sebagai manusia. Menurut Riyanto, secara umum status kita sebenarnya dapat dibagi menjadi 3. Pertama, sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) yang mestinya berpancasila. Kedua, sebagai umat Islam yang berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah. Ketiga, sebagai manusia secara zhahir dan bathin.

Dalam menjelaskan hal tersebut, Riyanto menganalogikan dengan hubungan manusia dengan manusia yang lain. “Apabila kita keluar dari Indonesia pergi ke Malaysia, maka yang mengikat kita dengan mereka (Malaysia) adalah status kita sesama umat Islam. Apabila kita pergi ke Vatikan, maka yang mengikat kita dengan mereka (Vatikan) bukan lagi karena kita sesama umat Islam, tetapi status kita sesama manusia. Nah, apabila kita kembali lagi ke Indoensia, maka berlaku lagi ketiga status tersebut; berpancasila, sesama manusia umat Islam dan sesama manusia,” paparnya.

Bagi Riyanto, Pancasila bukan masalah, yang bermasalah adalah yang berpancasila. “Pancasila itu bukan masalah, yang bermasalah adalah manusia yang berpancasila. Makanya yang perlu diselesaikan bukan Pancasilanya karena Pancasila itu selesai, tetapi yang diselesaikan adalah manusia yang berpancasila yang kebetulan mayoritas penduduk Indonesia adalah umat Islam,” tambahnya.

Selanjutnya dalam menjelaskan tentang personalitas, identitas dan finalitas, Riyanto menjelaskan bahwa personalitas sesuatu yang diberikan oleh Tuhan dan pasti berbeda. Perbedaan itu bukan untuk dibedakan, tetapi untuk diharmonisasikan. Identitas itu ialah sesuatu yang bisa hilang dan rusak, sedangkan finalitas itu tidak bisa hilang dan bisa rusak.

Menurutnya, “Kampus tidak mampu mencapai finalitas, dia hanya mencari identitas. Jika, kita paham dengan finalitas, maka bukan itu yang dicari. Artinya, yang absolut ada dalam diri kita yang tidak bisa hilang dan rusak yang berasal dari Tuhan. Apabila ketiga konsep ini mampu dikembangkan di IAIN Pontianak, maka IAIN Pontianak akan menjadi percontohan karena selama ini kita hanya mengkaji agama dan ilmu (integrasi), bukan mengkaji yang beragama dan yang berilmu,” jelasnya.

Pengajian ini dibuka langsung oleh Rektor IAIN Pontianak, Dr. Hamka Siregar, M.Ag. dan dihadiri oleh para pimpinan di lingkungan IAIN Pontianak. Pengajian ini berlangsung dengan sangat antusias, terlihat dari beberapa pimpinan IAIN Pontianak yang turut aktif dalam diskusi dengan materi yang disampaikan.

Print Friendly, PDF & Email