Rektor IAIN Pontianak: Jangan Gamang dalam Beragama!

PONTIANAK (iainptk.ac.id)–“Untuk keluar dari kegelapan jangan gamang dalam beragama….” Hal tersebut yang disampaikan oleh Rektor IAIN Pontianak Dr. Syarif, MA saat menyampaikan pesan dakwah melalui mimbar Khutbah Jumat di Masjid Syeikh Abdul Rani Mahmud Al-Yamani IAIN Pontianak dengan tema Kegamangan dalam Beragama, Jumat (04/01). Ratusan Jamaah dari berbagai kalangan hadir dan ikut mendengarkan khutbah yang disampaikan oleh Rektor IAIN Pontianak.

Dalam kesempatan itu Rektor juga bertindak sebagai imam Shalat Jumat Berjamaah.
Rektor membuka khutbahnya dengan menjelaskan makna kegelapan yang selalu disampaikan khatib dalam setiap pembukaan khutbah Jum’at. Ia mengungkapkan kegelapan yang dimaksud seperti yang dijelaskan dalam Surat Al-Ahzab (33): 43 yang artinya, “Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu) supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman”.

Kegelapan yang dimaksud adalah alam dhulma (kezaliman). Alam dhulma sebuah kondisi yang di dalamnya kita menjadi gelap. Karena gelap itulah cahaya yang berasal dari Tuhan tertutup. Apabila kegelapan itu menutupi cahaya berarti kita melakukan kekufuran maupun kezaliman.
Allah menjelaskan dalam Al-Qur’an tentang kezaliman. Seperti dalam Surat Luqman (31): 13 yang artinya, Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar”.

Rektor Syarif menyebut jika orang yang dzalim adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya. “Musuh kita itu bukan Amerika maupun Yahudi, akan tetapi musuh kita yang paling utama yaitu Hawa, Nafsu, Dunia, dan Setan yang ada dalam diri sendiri.” ulasnya.

Ia pun mengungkapkan Hawa, Nafsu, Dunia, Setan terbagi menjadi dua. Pertama, Nafsu Ammarah yang memiliki sifat emosional, mudah marah, dan mudah tersinggung. Kemudian yang kedua, Nafsu Lawwamah yang memiliki sifat ujub, bangga, ingin dipuji, pamer, iri dengki, menghasud, tamak, loba, dan sombong.

Rektor IAIN Pontianak mengatakan Nafsu Ammarah dan Nafsu Lawwamah itulah kegelapan yang sebenarnya yang dikalahkan. “Tugas kita harus keluar dari sifat tersebut. Untuk keluar dari kegelapan jangan gamang dalam beragama. Kegamangan dalam beragama itu hanya melaksanakan sesuatu secara ritualistik semata dalam ucapan, cerita maupun narasi saja. Sebenarnya harus paham dalam bentuk esensi. Kita harus paham berdasarkan asas fungsi, asas kegunaan, dan asas kemanfaatan.” tegasnya.

Dalam Surat Al-Ankabut: 45 yang artinya, “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain) dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

“Beragama bukan persoalan saling menunjukkan parade pengetahuan, bacaannya bagus, bisa baca kitab kuning dan lain-lain. Tapi kita harus paham akan asas manfaat dari beragama itu sendiri. Beragama itu kinerja hati dan pendirian hati kepada Allah dan Rasulnya. Kapan itu? Setiap detik atau paling tidak dirikan shalat lima waktu untuk mengingat Allah. Mulai dari diri sendiri. Berikhtiarlah untuk berkata dan bertindak yang santun, tidak angkuh dan tidak sombong . Itulah cermin hati kita ditata dan dirawat oleh Allah dan Rasul-Nya.” pungkasnya.

Penulis: Septian Utut
Editor: Aspari Ismail

Print Friendly, PDF & Email