Restorasi Karakter Bangsa di Arus Global

Syahrin Harahap

Oleh: Prof. Dr. Syahrin Harahap, MA (Guru Besar IAIN Sumatera Utara)

Tidak dapat dipungkiri bahwa informasi global yang melanda dunia saat ini kebanyakan merupakan produk negara-nagara maju. Informasi yang datang dan sampai ke kamar-kamar tidur kita (tv tabel, internet, koran, majalah, buku, facebook, twiter, dan sebagainya) berasal dari negeri-negeri second wave (masyarakat industri) atau third wave (masyarakat informatika). Sementara penerimanya masih kebanyakan berada pada tahap first wave (masyaraakat agraris), bahkan masih banyak warga kita yang hidup dalam budaya agraris.

Untuk melihat peluang perguruan tinggi dalam restorasi karakter bangsa tersebut kiranya perlu lebih dahulu dilakukan survey singkat mengenai pergaulan global, efek negatif yang ditimbulkannya serta pada posisi mana karakter bangsa kita berada.

Namun perlu disadari bahwa perkembangan global itu bukanlah milik negeri-negeri tertentu atau orang-orang tertentu saja melainkan milik kita semua. Sebab seluruh umat manusia, terutama umat Islam, memiliki peran penting dalam men-support timbulnya abad modern dan kemodernan dunia.

Pergaulan Global

Globalisasi dunia saat ini bagai pisau bermata dua, pada satu sisi menuju arah yang positif dan pada sisi lain bisa menuju ke arah yang negatif, tergantung siapa yang paling banyak “menginstal” teori-teori, konsep-konsep, pemikiran-pemikiran, dan penerapan teknologi, budaya, dan nilai ke dalamnya. Dalam kondisi yang demikianlah kita berbicara mengenai restorasi karakter bangsa di arus global dan pada saat yang sama kita juga ingin melihat peran perguruan tinggi di dalamnya.

Ada tiga komponen yang mengendalikan globalisasi dunia saat ini; pertama, adalah pendidikan/perguruan tinggi; karna dari perguruan tinggilah lahirnya produk teori, dan penerapan teori itu akan melahirkan indoktri dan selanjutnya dari indokri akan melahirkan barang-barang yang dipakai dan dikonsumsi oleh masyarakat kita; kedua pabrikasi dan manufaktur, pabrik-pabriklah yang mengubah peta ekonomi; dan ketiga perbankan, dunia perbankan yang mengendalikan ekonomi dan wajah dunia saat ini.

Secara umum globalisasi dunia yang terjadi saat ini atau yang akan datang, dapat dilihat dari lima ciri: Pertama, terjadi pergeseran dari konflik ideologi dan politik kearah persaingan perdagangan, investasi, dan informasi, Kedua, Hubungan antar negara/bangsa secara struktural berubah dari sifat ketergantungan (devendency) kearah saling ketergantungan (interdevendency); Ketiga, batas-batas geografi hampir kehilangan arti operasionalnya. Keempat, Persaingan antar negara sangat diwarnai oleh perang penguasaan teknologi tinggi. Kelima, Terciptanya budaya dunia yang cenderung mekanistik dan efisien, tidak menghargai nilai dan norma yang secara ekonomi dianggap tidak efisien.

Pergaulan global dengan cirinya yang demikian itu telah berimplikasi pada kehidupan hampir seluruh umat manusia, termasuk masyarakat Indonesia baik dalam bentuknya yang positif maupun yang negatif. Namun aspek kemanfaatan itu tidak harus melalaikannya dari dampak negatif yang ditimbulkannya agar anak-anak negeri ini dapat mengikuti perkembangan yang demikian cepat, dengan tetap berada di atas jati dirinya.

Peran Pendidkan Tinggi

Kehidupan yang semakin mengglobal tidak dapat dan tidak perlu dihindari karena Islam sendiri adalah agama global (rahmatan li al-‘âlamîn). Komunikasi dan penganutnya telah lebih dahulu melakoni kehidupan global seperti terlihat pada zaman keemasan (golden age)-nya. Dengan begitu maka abad 21 tidak dapat memandang rendah Islam, karena Islam tetap merupakan suatu kekuatan tersendiri. Sebaliknya Islam pun harus menerima abad 21 karena abad itu dengan seluruh kenyataan yang terjadi di dalamnya adalah suatu kenyataan. Sikap menolak bukanlah jalan keluar yang tepat. Dengan kata lain Islam harus ‘akrab’ dengan abad 21 dengan cara itu Islam pun akan memperoleh keharmonisan dalam tubuhnya sendiri dan dapat mengarahkan dunia secara teleologis kearah yang lebih bak.

Perguruan Tinggi, khususnya perguruan tinggi Islam, sebagai basis pergerakan dan perubahan zaman serta antisipasi masyarakat terhadap perkembangan, perlu memainkan perannya yang teramat penting dalam restorasi karakter bangsa di arus gobal.

Pentingnya untuk memperlihatkan peran akademisi dalam restorasi karakter bangsa. Sebab para akademisi menjadi penggerak kemampuan dan kekuatan pribadi peserta didik dan masyarakat untuk mengantisipasi perkembangan zaaman yang terus berkembang.

Perubahan (modifikasi) isi dan inovasi dalam proses belajar mengajar sudah barang tentu menyebabkan perubahan dalam peranan akademisi dan peningkatan tanggung jawabnya kepada peserta didik dan masyarakat serta meningkatkan keteladanan mereka dalam kehidupan.

Sehubungan dengan pengayaan dan perubahan isi program pendidikan, peran akademisi menjadi lebih luas dan lebih kompleks. Peran akademisi tersebut semakin memperkokoh posisi pendidikan sebagai usaha pengembanagan asset bangsa: asset bahasa, asset persatuan, asset konstitusional, dan asset keberhasilan ekonomi.

Dengan demikian Islam memandang peran akademisi sangat strategis, sebab ia bertanggung jawab mengarahkan peserta didik dan bahkan masyarakat dalam hal penguasaan ilmu dan konkritisasinya serta penegakan identitas dan karakter dalam kehidupan mereka.

Print Friendly, PDF & Email