Ushul dan Hikmah Thawaf

Bermula dari perintah Allah kepada Adam as dan pasangannya Hawa untuk menetap di surga. Mereka berdua bebas untuk memakan apa saja di surge. Kecuali tidak boleh mendekati pohon larangan.

وَقُلْنَا يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَا وَلا تَقْرَبَا هَذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ

Dan Kami berfirman: “Hai Adam diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang lalim. (Qs. al-Baqarah/2:35).

 وَيَا آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ فَكُلا مِنْ حَيْثُ شِئْتُمَا وَلا تَقْرَبَا هَذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ

Hai Adam bertempat tinggallah kamu dan istrimu di surga serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, lalu menjadilah kamu berdua termasuk orang-orang yang lalim. (al-A’râf/7:19)

Pada ayat yang lain orang-orang zhalim itu adalah orang yang mengikut hawa-nafsunya (Qs. Al-Rum/30:29).

بَلِ اتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَهْوَاءَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَمَنْ يَهْدِي مَنْ أَضَلَّ اللَّهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ

Bahkan orang-orang yang zhalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan; maka siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah? Dan tiadalah bagi mereka seorang penolongpun. (Qs. al-Rum/30:29).

Ternyata Adam dan Hawa melanggar larangan “jangan dekati pohon ini”. Adam dan Hawa menjadi orang yang zhalim karena mengikut hawa-nafsunya sehingga melanggar larangan Allah itu. Tetapi Adam dan Hawa tidak berdiri sendiri dalam melakukan pelanggaran itu. Yaitu Adam-Hawa mendapat bisikan setan. Setan pura-pura menasehati dan membujuk keduanya. “Maka setan membisikkan kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan setan berkata: “Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)”(al-A’râf/7:20).

فَوَسْوَسَ لَهُمَا الشَّيْطَانُ لِيُبْدِيَ لَهُمَا مَا وُورِيَ عَنْهُمَا مِنْ سَوْآتِهِمَا وَقَالَ مَا نَهَاكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ إِلا أَنْ تَكُونَا مَلَكَيْنِ أَوْ تَكُونَا مِنَ الْخَالِدِينَ

Setan membujuk keduanya dengan tipu daya. “Tatkala keduanya telah merasai pohon itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan menyeru mereka: “Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu: “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua? (al-A’raf/7:22).

Adam-Hawa menyadari setelah keduanya bukan saja mendekati tapi menumbangkan pohon itu dan menikmatinya. Mereka berdua melanggar larangan Allah akan sesuatu sebelum dihalalkannya. Adam mendapat petunjuk tentang kalimat atau ucapan pertobatan dari pada Tuhannya.

فَتَلَقَّى آدَمُ مِنْ رَبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (Qs. al-Baqarah/2:37).

Dengan petunjuk dari Tuhan itu maka keduanya berkata dengan kalimat pertobatan:

قَالا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Keduanya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi”. (al-A’râf/7:23).

Dalam proses pertobatan itu Jibril diperintah oleh Allah Swt, untuk mengajarkan ritual taubat tersebut. Jibril berkata kepada Adam “Hujjah Qabla al-maut — hajilah (temuilah Tuhanmu) sebelum kematian”. Adam bertanya kepada Jibril “bagaimana caranya”? Jibril menyampaikan perintah Tuhan “THAWAFLAH TUJUH KALI DI BAITUL MAKMUR”. Saat itu Baitul Makmur masih di bawah sebelum naik di atas karena kiamat Nabi Nuh. Maka Adam pun THAWAF TUJUH KALI mengeliling Baitul Makmur. Saat itu tanda posisi Baitul Makmur yaitu Ka’bah belum di bangun. Baitul Makmur itu dunia cahaya. Adapun Ka’bah yang saat ini dikelilingi oleh orang-orang thawaf itu adalah tanda posisi Baitul Ma’mur atau Baitullâh atau simbol atau pancang atau tetenger atau syatrahû dalam bahasa al-Qurân.

Jadi, ushulnya syariat thawaf yang menjadi salah satu rukun haji ini adalah karena Adam-Hawa melakukan kesalahan yang mengakibatkan dosa bagi keduanya. Bagi kita adalah ushul syariat kita harus thawaf sebagai rukun baik saat haji maupun umroh adalah karena kita hari-hari melakukan kesalahan atau dosa karena kita turut hawa-nafsu.

Adapun Hikmah thawaf tujuh kali itu adalah mengiringi Ushulnya tadi yaitu untuk mengampuni atau merontokkan dosa pada tujuh anggota tubuh. Ialah dosa yang dilakukan oleh pelakunya dengan menggunakan tujuh anggota tubuh yaitu dua mata, satu mulut, dua tangan dan dua kaki. Saat awal mula adalah Adam as sebagai subyeknya, tentu saat ini adalah giliran kita subyeknya.

Setelah thawaf itu Adam diarahkan pandangannnya ke arah sebuah bukit di sebuah padang luas untuk bertemu sang kekasihnya Hawa setelah ratusan tahun terpisah karena terlempar di permukaan bumi. Uraiannya telah disampaikan pada WUKUF DI ‘ARAFAH (USHUL DAN HIKMAHNYA).

Penulis: Dr. H. Syarif, MA

Print Friendly, PDF & Email