Jakarta (iainptk.ac.id) 17 Oktober 2025 — Dalam rangka memperingati Hari Lahir Nabi Agung Kongzi (Zhi Sheng Dan) ke-2576, Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN) bersama Pusat Bimbingan dan Pendidikan Khonghucu Kementerian Agama RI menyelenggarakan Dialog Islam–Khonghucu Internasional V bertema “Membangun Keharmonisan Dunia Berpokok pada Keharmonisan Keluarga”. Acara bergengsi ini berlangsung di Aula Kementerian Agama RI, Jl. M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (17/10/2025).
Acara tersebut dihadiri oleh sejumlah pemuka agama, akademisi, dan tokoh lintas negara, termasuk perwakilan dari Korea Selatan, Malaysia, dan Indonesia. Salah satu narasumber utama dari Indonesia adalah Dr. Samsul Hidayat, MA, dosen sekaligus peneliti dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak, yang dikenal luas melalui karya-karyanya di bidang Studi Agama-Agama dan Etika Lintas Iman.
Dalam paparannya berjudul “Epistemologi Jalan Tengah: Sinergi Wasathiyah dan Zhong Yong dalam Membangun Teologi Kehidupan dan Keharmonisan Global dari Ruang Keluarga”, Dr. Samsul menekankan pentingnya sinergi nilai-nilai Islam dan Khonghucu dalam membangun peradaban yang berimbang dan damai
Menurutnya, konsep Wasathiyah dalam Islam dan Zhong Yong dalam Khonghucu sama-sama menolak ekstremitas serta meneguhkan keseimbangan spiritual dan sosial sebagai fondasi keharmonisan keluarga dan masyarakat.
“Dunia modern tengah mengalami paradoks antara kemajuan teknologi dan degradasi spiritual. Maka, keluarga harus menjadi ruang etika jalan tengah—tempat kasih, tanggung jawab, dan moderasi berakar,” ujar Dr. Samsul dalam sesi panel. Ia menambahkan bahwa nilai Wasathiyah menuntun pada proporsionalitas antara kasih (rahmah) dan keadilan (‘adl), sementara Zhong Yong menumbuhkan keseimbangan batin melalui ketulusan (cheng) dan kebajikan (ren). Sinergi keduanya, lanjutnya, melahirkan “teologi kehidupan” yang menempatkan keluarga sebagai mikrokosmos dari tatanan kosmis
Selain Dr. Samsul, para narasumber dari Korea dan Malaysia juga menyoroti pentingnya spiritualitas lintas iman dalam menghadapi krisis moral dan ekologi global. Diskusi yang berlangsung sepanjang hari ini menegaskan bahwa dialog antaragama bukan hanya jembatan teologis, tetapi juga langkah nyata menuju peradaban damai dan berkelanjutan.
Dalam penutupan acara, panitia menyampaikan apresiasi tinggi kepada seluruh narasumber internasional atas kontribusinya dalam memperkaya khazanah etika global. Keterlibatan akademisi Indonesia seperti Dr. Samsul Hidayat menunjukkan peran aktif bangsa dalam diplomasi spiritual dunia dan mempertegas posisi Indonesia sebagai laboratorium keharmonisan antaragama yang berakar pada nilai keluarga.
Dengan semangat Wasathiyah dan Zhong Yong, dialog ini menjadi momentum penting untuk memperkuat peradaban cinta kasih dan keseimbangan—berawal dari keluarga, menuju dunia yang lebih beradab dan harmonis.