Oleh: Dr. M. Edi Kurnanto, M.Pd
Orasi Ilmiah, Disampaikan pada Acara Yudisium Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK)
2 Juni 2015, Mengawali orasi ilmiah saya ini, saya mengucapkan selamat kepada para calon wisudawan dan wisudawati Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Pontianak tahun 2014/2015, yang hari ini mengikuti acara Yudisium sebagai tanda telah menyelesaikan Program Pendidikan Strata Satu (S1) di Fakultas ini. Sebagai generasi penerus bangsa, sekaligus calon-calon pemimpin masa depan, kami semua berharap kiranya ilmu pengetahuan yang didapat selama menempuh pendidikan di IAIN ini, dapat menjadi bekal dan sumber inspirasi serta motivasi dalam mendarmabhaktikan diri pada keluarga, masyarakat, bangsa, negara dan agama.
Selanjutnya, saya mengucapkan terima kasih kepada Panitia Yudisium dan seluruh Civitas Akademika FTIK IAIN Pontianak, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menyampaikan Orasi Ilmiah dalam acara ini. Adapun tema Orasi saya kali ini adalah: BANGKITNYA KONSELING BERBASIS AGAMA: Jalan untuk Menapaki Perwujudan Generasi Emas 2045.
Saat ini, perkembangan ilmu pengetahuan di bidang pendidikan berjalan begitu cepatnya, termasuk di dalamnya adalah ilmu bimbingan dan konseling, sebagai salah satu cabang ilmu pendidikan, karena bimbingan dan konseling adalah layanan psikopedagogik, yaitu layanan psikologis dalam suasana pedagogis (Kartadinata, 2010: 157). Sebagai wujud dari perkembangan tersebut, dewasa ini konstruk ilmu Bimbingan dan Konseling telah mengalami kemajuan yang pesat, yaitu mulai dari masa awal berkembangnya aliran bimbingan dan konseling psikodinamika, dilanjutkan oleh aliran behaviorisme, diperbaharuhi oleh aliran humanisme dan multikultural, dan puncaknya akhir-akhir ini, tengah berkembang bimbingan dan konseling spiritual sebagai kekuatan kelima. Salah satu bentuk perwujudan layanan bimbingan dan konseling spiritual ini adalah berkembangnya bimbingan dan konseling religius, suatu era baru tentang pemahaman terhadap individu dan bagaimana membuka misteri tentang penyembuhan psikologis melalui keimanan, imajinasi dan ritual, selain melalui penjelasan secara rasional.
Selama ini telah menjadi keyakinan, bahwa tujuan bimbingan dan konseling adalah untuk memfasilitasi individu mencapai perkembangan optimal (Muro dan Kottman, 1995, ABKIN, 2008). Bila dikaitkan dengan Sistem Pendidikan Nasional Indonesia, tujuan tersebut mengacu kepada tujuan pendidikan nasional (UU Sisdiknas, 2003). Berdasarkan tujuan tersebut, para pakar mengembangkan model-model bimbingan dan konseling dengan landasan filosofis tertentu (Corey, 2005). Akan tetapi, model-model tersebut memiliki sejumlah keterbatasan sehingga hasil bimbingannya hanya bersifat “kulit luar saja” (Sutoyo, 2009: 4).
Aliran Psikodinamik terlalu pesimistik, deterministik, dan reduksionis dalam memandang manusia (Corey, 1985: 15; Dahlan, 1988: 15); Behaviorisme terlalu berani dalam menganalogikan manusia dengan binatang, terlalu menekankan aspek lingkungan dan kurang menghargai potensi manusia (Dahlan, 1988: 16). Humanisme terlalu optimistik, terlalu mendewakan manusia (Dahlan, 1988: 22). Sementara, pendekatan multikultural terlalu mengagungkan peran budaya dalam membingkai kehidupan manusia (Ridwan, 2014).
Berangkat dari fenomena dan penilaian di atas, kini timbul pertanyaan: model manusia bagaimana yang diinginkan setelah konseli mampu menyelesaikan masalah-nya? Pertanyaan tersebut sangat penting, karena model manusia yang diinginkan menjadi rujukan semua upaya bimbingan dan konseling, baik di lingkungan sekolah maupun konseling dalam setting kemasyarakatan. Bisa jadi pula, dengan tidak adanya pegangan, lahirlah orang-orang pintar tapi tak benar: pintar karena mengutamakan akal, tak benar karena menyingkirkan hati (Frager, 2002: 62; Ridwan, 2014: 4). Bila hati disingkirkan, pintu untuk mengenal Tuhan jadi tertutup (al-Ghazali, 2002b: 225; Hawwa, 1995: 112; Shihab, 2011: 151). Padahal, kurikulum pendidikan 2013 (walaupun saat ini ditunda penerapannya), telah mengamanatkan bahwa tahun 2045, tepat seratus tahun kemerdekaan negera kita yang tercinta ini, kita harus mampu mewujudkan generasi emas, yaitu generasi yang dibentuk dengan berlandaskan pada tujuan utuh pendidikan nasional (Kartadinata, 2013). Oleh para pakar, tujuan utuh tersebut dituangkan ke dalam empat gugus utama, yakni sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan (Supriatna, 2014a), sehingga generasi emas yang dimaksud bercirikan: produktif, kreatif, inovatif dan afektif (Supriatna, 2014b). Sementara itu, kekhawatirannya adalah, bahwa pada sikap spiritual dan ranah afektif bangsa kita pada umumnya, dan generasi muda pada khususnya sedang mengalami masalah serius, yaitu merajalelanya dekadensi moral (Ridwan, 2014).
Pemerintah dan Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia sebenarnya telah melakukan perbaikan-perbaikan. Kelemahan pendekatan klinis dalam empat kekuatan aliran bimbingan dan konseling diperbaiki dengan konsep bimbingan dan konseling berbasis tugas-tugas perkembang-an, atau yang lebih dikenal dengan bimbingan dan konseling komprehensif (Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 194). Dikatakan bahwa, bimbingan dan konseling komprehensif didasarkan pada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi dan pengentasan masalah. Bila konsep ini dianalisis lebih jauh, menurut Ridwan, (2014: 5) model manusia yang dikehendaki adalah manusia multikultur. Karena, bila tugas-tugas perkembangan dikaitkan dengan bangsa Indonesia yang religius, maka model ini akan mengadopsi tugas-tugas perkembangan individu dalam Islam, dalam Katholik, Kristen, Hindu, Budha dan seterusnya. Model ini adalah model manusia berbasis ilmu pengetahuan yang dikaitkan dengan agama, yakni dari ilmu pengetahuan dibawa ke dalam agama.
Dengan mengadopsi cara berfikir: bahwa manusia yang paripurna adalah manusia yang Islami (al-insān al-kamīl), sepuluh tahun terakhir ini, telah lahir beberapa model bimbingan dan konseling berbasis agama Islam.
- Anwar Sutoyo (2006) menghasilkan model konseling Qur’anik untuk mewujudkan manusia kãffah (utuh) pada mahasiswa. Model yang dihasilkan dari riset disertasi ini, telah terbukti mampu meningkatkan kualitas “manusia kaffah” pada mahasiswa di Universitas Negeri Semarang yang menjadi obyek treatmen model ini.
- Uman Suherman AS (2006) menghasilkan Pendekatan Konseling Qur’ani untuk Mengembangkan Keterampil-an Hubungan Sosial. Penelitian ini menghasilkan sebuah Model Konseling Qur’ani yang dapat digunakan dalam upaya pengembangan keterampilan hubungan sosial pada kalangan santri di Pesantren Persatuan Islam 99 Rancabango Kabupaten Garut.
- Ahmad Waki (2013) mengembangkan Model Bimbingan Berdasarkan Teori Transformasi Ruhani Ibn Qayyim Al-Jauziah untuk Meningkatkan Karakter Muthmainah pada Penelitian ini menghasilkan model bimbingan yang telah teruji secara empirik, efektif untuk meningkatkan karakter muthmainah pada kalangan mahasiswa di Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
- Ridwan (2014) mengembangkan Model Bimbingan Berlandaskan Neo-Sufisme untuk Mengembangkan Perilaku Arif pada Mahasiswa. Model yang dikembangkan dengan Pemaduan Pendekatan Idiografik dan Nomotetik ini telah diujicobakan pada mahasiswa di STAI Hamzawadi, Lombok Tomur, Nusa Tenggara Barat.
Melanjutkan empat temuan penelitian di atas, juga sebagai upaya untuk ikut andil dalam pengembangan generasi emas 2045, sebagaimana diamanatkan dalam kurikulum 2013, saya telah mengembangkan sebuah Model Bimbingan dan Konseling Berbasis Surah Al-Fātiḥah untuk Meningkatkan Religusitas Siswa (Model BBSA). Model ini saya kembangkan dalam rangka penyelesian Program Doktor saya di Program Studi Bimbingan dan Konseling, Sekolah Pascasarjana Uiversitas Pendidikan Indonesia Bandung.
Model Bimbingan Berbasis Surat Al-Fātiḥah untuk Meningkatkan Religiusitas Siswa dimaknai sebagai suatu pola atau acuan bimbingan yang digunakan untuk meningkatkan religiusitas siswa yang diturunkan dari teori religiusitas dalam Islam (Ancok dqn Suroso, 2011) dan kontekastualisasi ayat demi ayat dalam surat Al-Fātiḥah. Asumsi dasar model ini meyakini bahwa keberagamaan atau religiusitas siswa merupakan kondisi yang dapat naik dan turun. Karena itu, harus ada upaya bimbingan agar siswa tetap berada dalam kondisi religiusitas yang baik.
Karena dikembangkan dari surat Al-Fātiḥah, semua unsur layanan, mulai dari landaan filosofis, tujuan bimbingan, materi bimbingan, prosedur bimbingan, kompetensi konselor dan evaluasi serta indikator keberhasilan layanan, semuanya diekstraksi dan hasil kontekstualisasi dari surat Al-Fātiḥah, dalam hal ini saya menggunakan istilah B5KB dalam The Seven Islamic Daily Habits-nya Dr. Harjani Hefni, MA.
Hal yang menjadi alasan mengapa saya mengangkat Al-Fātiḥah sebagai landasan pengembangan Model BBSA, adalah dengan alasan keluasan cakupan surah al-Fātiḥah yang melingkupi seluruh isi al-Qur’ān (Shihab, 2010: 8; Ibn Katsir (Ar-Riva’I (2011) yang karenanya juga mencakup tiga dimensi religiusitas Islam (akidah, ibadah dan akhlak). Penggunaan Al-Fātiḥah sebagai landasan dasar pengembang-an model ini juga karena keagungan surah al-Fātiḥah (Shihab: 2010: 4; Hefni: 2013: xxxiii-xxxiv; Azis, 2012: 7). Selain itu, al-Fātiḥah selalu menawarkan nilai yang akan selalu segar dalam pribadi setiap muslim, karena menurut Hefni (2013: xxxv) al-Fātiḥah secara otomatis memberikan layanan isi ulang nilai (value auto recharging). Layanan isi ulang nilai ini dilakukan minimal 17 kali sehari semalam dengan format 2+4+4+3+4, yaitu di setiap raka’at shalat wajib yang kita lakukan.
Pada kesempatan ini saya bukan bermaksud untuk menjelaskan keseluruhan dari model yang saya kembangkan. Saya ingin mengatakan, bahwa peluang dan tantangan saat ini telah menanti di hadapan kita. Kita punya peluang karena, mainstream ilmu psikologi dan bimbingan konseling saat ini sedang “bergelayut” menuju ke arah dunia kita, yaitu spiritual keagamaan. Bukankah Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional kita, UU No. 20 tahun 2003 telah mengamanatkan bahwa Pendidikan harus diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampil-an yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Menurut hemat saya, rasanya mustahil kita mampu mengarahkan peserta didik kita untuk mencapai tujuan tersebut, khususnya yang terkait dengan pengembangan kompetensi spiritual keagamaan dan akhlak mulia, manakala cara yang kita gunakan bukan merupakan jalan spiritual keagamaan dan tatanan yang menopang akhlak karimah. Untuk itu, kita harus segera menyambut amanat itu dengan aksi yang menjadi kewenangan kita, yaitu menyelenggarakan pendidikan tinggi. Yang saya maksudkan adalah, kita harus segera mewujudkan pendirian program studi Bimbingan dan Konseling (Pendidikan) Islam di Fakultas ini, karena sejatinya, secara yuridis formal, konselor itu adalah pendidik. Hal ini sebagaimana tertuang dalam bab 1 pasal 1 ayat 6 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, yang menyebutkan: “Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggara-kan pendidikan. Sedangkan sebutan konselor sebagaimana dijelaskan dalam Permendiknas No. 27 tahun 2008 tentang Standar Kompetensi Konselor Indonesia: “Konselor adalah tenaga pendidik profesional yang telah menyelesaikan pendidikan akademik strata satu (S-1) program studi Bimbingan dan Konseling dan program Pendidikan Profesi Konselor dari perguruan tinggi penyelenggara program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi”. Dengan mengacu pada aturan tersebut, jelas bahwa konselor adalah pendidik profesional, sementara pendidik adalah tenaga kependidikan yang dihasilkan oleh perguruan tinggi penyelenggara program pengadaan tenaga kependidikan, dalam hal ini adalah fakultas, jurusan atau program studi yang membidangi ilmu pendidikan.
Perkembangan terbaru terkait dengan layanan bimbingan konseling di sekolah, bahwa pemerintah telah menerbitkan Permendiknas No. 111 tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling di Sekolah, di mana di dalamnya menyebutkan bahwa sekarang sudah terjadi perluasan layanan bimbingan dan konseling, yaitu yang dulunya hanya mencakup jenjang pendidikan SMP/MTs dan SMA/MA, berdasarkan Permendikbud ini layanan konseling sudah diwajibkan pada jenjang pendidikan dasar (SD/MI). Dengan demikian, semakin terbuka lebar peluang kerja bagi alumni program studi atau Jurusan Bimbingan dan Konseling (Pendidikan) Islam.
Saat ini Fakultas kita sudah meyelenggaran empat jurusan, yaitu Pendidikan Agama Islam (PAI), Pendidikan Bahasan Arab (PBA), Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyyah (PGMI) dan Pendidikan Guru Raudhatul Athfal (PGRA). Saya yakin bahwa semua jurusan tersebut, akan menjadi jalan buat kita untuk mendukung terbentuknya Generasi Emas 2045 sebagaimana menjadi amanat KURTILAS. Karena semua jurusan yang kita selenggarakan, semuanya memberikan bekal ilmu keagamaan yang representatif untuk menjadikan para alumni kita menjadi agen pembelajaran penyokong perwujudan cita-cita generasi emas 2045. Akan tetapi, penyelenggaraan pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang tidak saja dilakukan oleh guru sebagai agen pembelajaran yang mendidik, akan tetapi juga ada wilayah kerja bimbingan dan konseling yang memandirikan. Dan semuanya itu, menurut hemat saya, harus dilakukan dalam kerangka dan berbasis pada nilai-nilai dan ajaran agama Islam. Dan itu, semakin lengkap jika kita memiliki Jurusan Bimbingan dan Konseling (Pendidikan) Islam.
Bapak Rektor, Ibu Dekan dan civitas akademika FITIK serta para tamu undangan dan calon wisudawan yang berbahagia. Demikian yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang mulia ini. terima kasih atas segala perhatian, dan mohon maaf jika ada hal-hal yang tidak berkenan.
Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Pontianak, 2 Juni 2015
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali, A.H.M. (2002b). “Kompas Pengembaraan Spiritual.” Dalam Samudera Pemikiran al-Gazali. Alih bahasa Kamran As’ad Irsyadi. Yogyakarta: Pustaka Sufi
Al-Jauziyyah, I.Q. (2003). Penawar Hati yang Sakit (Al-Jawabul kafi Liman Saala’Anid Dawaaisy-Syafi). Penerjemah Ahmad Turmudzi. Jakarta: Gema Insani
Al-Jauziyyah, I.Q. (1999). Madarijus Salikin (Pendakian Menuju Allah). Penerjemah Kathur Suhardi. Jakarta Timur: Pustaka al-Kautsar
Al-Jauziyyah, I.Q. (2005). Manajemen Qalbu Melumpuhkan Senjata Setan. Penerjemah Ainul Haris Umar Arifin Thayyib. Jakarta: Darul Falah
Al-Kalabadzi, A.B.M. (2007). Ajaran-ajaran Sufi. Penerjemah Nasir Yusuf. Bandung: Pustaka
Al-Khumaini, I.R.M. (2006). Shalat Ahli Makrifat. Penerjemah Irwan Kuniawan. Bandung: Pustaka Hidayah
Ancok, D. dan Suroso. (2011). Psikologi Islami, Solusi Islam atas Problem-problem psikologi. Cet. VIII. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dahlan, M.D. (1988). Posisi Bimbingan dan Penyuluhan Pendidikan dalam Kerangka Ilmu Pendidikan. Pidato Pengukuhan Guru Besar. Bandung. Ikip Bandung. 9 April 1988
Dahlan, M.D. (2003), Presfektif Filosofis-Religius dalam Pengembangan Profesi Bimbingan dan Konseling. Dalam kumpulan makalah utama Konvensi Nasional XIII Bimbingan dan Konseling.
Frager, R. (2002). Hati, Diri dan Jiwa, Psikologi Sufi untuk Transformasi. Penerjemah Hasmiyah Rauf. Jakarta: Serambi
Hawwa, S. (1995). Jalan Ruhani Bimbingan Tasawuf untuk Para Aktivis Islam. Penerjemah Khairul Rafie M., dan Ibnu Thaha Ali. Bandung: Penerbit Mizan
Hefni, H. (2013). The 7 Islamic Daily Habits. Jakarta: Pustaka Ikadi.
Ibnu Katsir, A.F.I. (2000). Tafsir Ibn Katsir, Juz I A, Al-Fātiḥah dan Al-Baqarah. Cet.I. Terjm. Bahrun Abu Bakar, dkk. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Kartadinata, S. (2010) Isu-Isu Pendidikan, antara Harapan dan Kenyataan. Bandung: UPI Press
Kartadinata, S. (2011). Menguak Tabir Bimbingan dan Konseling sebagai Upaya Pedagogis. Kiat Mendidik sebagai Landasan Profesional Tindakan Konselor. Bandung: Penerbit UPI Press.
Kartadinata, S. (2013). Kerangka Pikir Pemberdayaan Bimbingan dan Konseling dalam Implementasi Kurikulum 2013: Sebuah Proposal Kebijakan. PPT Bahan Seminar Implementasi Bimbingan dan Konseling dalam Kurikulum 2013. UPI Bandung.
Kartadinata, S. (2014). Politik Jati Diri Bangsa, Telaah Filosofis dan Praksis Pendidikan bagi Penguatan Jati Diri Bangsa. Bandung: UPI Press.
Kemendikbud. (2013). Panduan Pelayanan Bimbingan dan Konseling Arah Peminatan Siswa. Sumer: Shoftcopy dari Prof. Sunaryo Kartadinata.
Kemendikbud. (2013). Kurikulum 2013 dan Tantangan Zaman Generasi Emas. Bahan Diskusi Publik Kurikulum 2013 Fraksi Golkar DPR RI.
Kurnanto, M.E. (2010). Bimbingan dan Konseling Islami, Mengangkat Nilai-nilai Bimbingan dan Konseling dalam Al-Quran. Pontianak: STAIN Pontianak Press.
Shihab, M.Q. (1998). Wawasan AI-Qur`an. Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan.
Shihab, M.Q. (2010). Tafsir al-Mishbāh. Volume ke-1. Cet. III. Jakarta: Lentera Hati.
Suherman, U. (2006). Pendekatan Konseling Qur’ani untuk Mengembangkan Keterampilan Hubungan Sosial. Disertasi. Sekolah Pascasarjana UPI Bandung, tidak diterbitkan.
Supriatna, M. (2010). Model Konseling Aktualisasi Diri untuk Mengembangkan Kecakapan Pribadi Mahasiswa. Disertasi. Sekolah Pascasarjana UPI Bandung, tidak diterbitkan.
Supriatna, M. (2014a). “Sinergi Arah Peminatan pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah (Ikhtiar Implementasi Kurikulum 2013 dalam Bimbingan dan Konseling)”. Makalah. Disajikan dalam Forum Seminar ABKIN dan MGBK Kabupaten Kuningan dan Wilayah Tiga Cirebon, 4 Maret 2014
Supriatna, M. (2014b). “Problematika Bimbingan dan Konseling sebagai Praktik Pendidikan di Sekolah (Sebuah Telaah Kurikulum 2013)”. Makalah. Disajikan dalam Forum Seminar Nasional Pendidikan Bimbingan dan Konseling Universitas Nahdlatul Ulama Cirebon, 16 Januari 2014
Sutoyo, A. (2006). Pengembangan Model Konseling Qurani untuk Mewujudkan Manusia Kaffah. Disertasi. Sekolah Pascasarjana UPI Bandung, tidak diterbitkan.
Sutoyo, A. (2010). Bimbingan dan Konseling Islami, Teori dan Praktik. Semarang: Widya Karya.
Waki, A. (2013). Model Bimbingan Berdasarkan Teori Transformasi Ibn Qayyim untuk Meningkatkan Karakter Muthmainah Mahasiswa. Disertasi. Sekolah Pascasarjana UPI Bandung, tidak diterbitkan.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
MUHAMMAD EDI KURNANTO, Lahir tanggal 5 September 1973 di Desa Gegeran Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo Jawa Timur. Anak kelima dari enam bersaudara pasangan Bapak Kartubi bin Tukijan (alm) dan Ibu Bibit binti Sonokarso. Sejak kecil diasuh oleh pamannya, Bapak Sakat bin Tukijan dan Ibu Katiyem bintI Sodikromo. Sejak tahun 1982 hijrah ke Kalimantan Barat bersama orangtua (Paman) yang mengikuti Program Transmigrasi di SP. II Kecamatan Mukok Kabupaten Sanggau. Karena di tempat yang baru belum ada sekolah, hingga terpaksa harus berhenti sekolah selama satu tahun.
Keluarga: Dari hasil perkawinannya dengan Mawar, S.Ag, kini telah dikaruniai dua orang putri: Karima Nada Medina (2000, Kelas IX, MTsN 1 Pontianak) dan Zhafira Azka Medina (2003, Kelas VI MIS Al-Ikhwah Pontianak).
Pendidikan yang pernah dilalui: (1) Sekolah Dasar Negeri 2 Gegeran, Kec. Sukorejo, Kab. Ponorogo Jawa Timur (Kelas 1-2); SDN Transmigrasi SP II Kecamatan Mukok Kab. Sanggau Kalimantan Barat, tamat tahun 1987. (2) Melanjutkan sekolah di SMP Negeri Kedukul (sekarang SMP Negeri I Mukok) tamat tahun 1990. (3) SMA Negeri 4 Pontianak tamat tahun 1993. (4) Menamatkan S1 pada Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Jurusan Tarbiyah, STAIN Pontianak pada tahun 1998 (kini IAIN Pontianak). (5) Menyelesaikan studi Magister Pendidikan (M.Pd) Program Studi Bimbingan dan Konseling dengan Konsentrasi Pendidikan Anak Usia Dini di Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung yang ditempuhnya dalam waktu 1 tahun 10 bulan dengan yudisium Cumlaude tahun 2006. (6) Memperoleh Gelar Doktor pada Program Studi Bimbingan dan Konseling, Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung Januari 2015.
Pengalaman Kerja: Sejak tamat S1 tahun 1998 mengabdikan diri mengajar di almamaternya. Tahun 2000 diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil dan ditempatkan di Jurusan Tarbiyah dengan mengajar Ilmu Kalam. Tahun 2007, setelah menamatkan pendidikan Magister Bidang Bimbingan dan Konseling, dipindahkan ke Juruan Dakwah, Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam (BKI). Tahun 2014 ditarik kembali menjadi Dosen FTIK IAIN Pontianak, pada Jurusan PGRA.
Penelitian yang pernah dilakukan: (1) Pengembangan Program Bimbingan untuk Mengembangkan Multiple Intelligences Anak TK melalui Kegiatan Bermain (2006), (2) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Dosen STAIN Pontianak (2007), (3) Penerapan Pembelajaran Berbasis Minat untuk Meningkatkan Kecerdasan Jamak (Multiple Intelligences) Anak Taman Kanak-kanak: Studi pada Taman Kanak-kanak (TK) Negeri Pembina Kota Pontianak (2007), (4) Penerapan Teknologi Informasi dalam Layanan Konseling di STAIN Pontianak (2008), (5) Bimbingan dan Konseling dalam Perspektif Al-Quran: Studi Kepustakaan atas Kandungan Ayat-ayat Al-Quran yang Terkait dengan Bimbingan dan Konseling (2009), (6). Peningkatan Religiusitas Siswa dengan Model Bimbingan Berbasis Surah Al-Fātiḥah (Disertasi, 2015), (7) Prokrastinasi pada Mhasiswa FTIK IAIN Pontianak (2015, dalam proses penelitian).
Karya tulis yang telah diterbitkan: (1) Serba Serbi Keber-Islaman di Indonesia (2001, penulis dan editor, Penerbit: Romeo Grafika Pontianak), (2) Hidup Tumbuh Subur Bersama Rakyat (2002, kontributor, Penerbit: PMII Kalbar), (3) Menjadi Cerdas di Usia Dini (2007, Penerbit STAIN Pontianak Press), (4) Bimbingan dan Konseling (2007, Penerbit: STAIN Pontianak Press), (5) Play Therapy (2009, Penerbit: STAIN Pontianak Press), (6) Bimbingan dan Konseling Anak Usia Dini (2009, Penerbit: STAIN Pontianak Press), (7) Bimbingan dan Konseling Islam (2010, Penerbit: STAIN Pontianak Press), (8) Konseling Kelompok (2013, Penerbit: Alfabeta Bandung), (9) Konseling Keluarga (2013, Penerbit: STAIN Pontianak Press) dan beberapa artikel yang dimuat di berbagai jurnal.
AlamatRumah: Jl. Ujung Pandang, Perumahan Permata Permai No. A. 10, RT. 06/RW.01. Kelurahan Sei Jawi, Kecamatan Pontianak Kota, Kota Pontianak, Kalimantan Barat.
Alamat Kantor: Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak. Jl. Lenjen. Soeprato No. 19 Pontianak, Kalimantan Barat.
E-mail: kurnantoedi@yaho.co.id