0leh: Prof. Dr. K.H. Syarif, S.Ag., MA
Rektor IAIN Pontianak
Ketua PWNU Kalimantan Barat
Pontianak (iainptk.ac.id) Baru-baru ini heboh lagi tentang Penambang Emas Tanpa Izin (PETI) diinspirasi oleh instruksi Presiden Republik Indonesia dalam peringatan HUT TNI ke-80 lalu, “Agar seluruh pihak menegakkan hukum lingkungan dan memberantas aktivitas tambang ilegal, harus dijalankan secara konkret di lapangan oleh aparat di Kalimantan Barat,” ungkapan Presiden Prabowo Subianto.
Saya sangat setuju dengan instruksi Presiden, dan pernyataan itu sangat penting untuk dikonkretkan di lapangan terutama di Kalimantan Barat. Saya sangat setuju juga dengan komentar para pengamat, bahwa fakta PETI itu merupakan pelanggaran berat dan bisa disebut dengan aktivitas sebagai pelanggaran HAM dan merusak lingkungan hidup.
Adapun regulasi terkait, di antaranya PP No. 96 Tahun 2021 mengatur pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara di Indonesia, termasuk rencana pengelolaan nasional, perizinan, izin usaha, izin pertambangan rakyat, dan perizinan khusus. Peraturan ini merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 yang telah diubah oleh Undang-Undang Cipta Kerja (UU No. 11 Tahun 2020) dan ditetapkan pada 9 September 2021. Beberapa ketentuan dalam PP ini kemudian diubah dan diperbarui oleh PP No. 25 Tahun 2024.
Poin-poin Penting PP No. 96 Tahun 2021 adalah:
• Rencana Pengelolaan Nasional:Mengatur rencana pengelolaan mineral dan batubara secara nasional.
• Perizinan Berusaha:Mencakup perizinan usaha pertambangan, izin pertambangan rakyat, dan izin usaha pertambangan khusus.
• Izin Operasi Khusus (IUPK):Mengatur mengenai izin usaha pertambangan khusus sebagai kelanjutan operasi kontrak atau perjanjian.
• Definisi Pertambangan:Mendefinisikan pertambangan sebagai seluruh tahapan kegiatan dari penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, hingga pengangkutan, penjualan, dan pasca tambang.
Izin, saya nimbrung komentar terkait PETI ini. Bahwa saya punya harapan yang sangat besar — walau mungkin ini kurang berarti bagi orang tertentu, yaitu mengapa dari Presiden sampai kepada para komentator hanya bicara bahwa penambangan emas itu ILEGAL. Padahal kalau kita baca regulasi di atas, diatur juga tentang perizinannya. Izin Pak Presiden, sekiranya Bapak menginstruksikan PERMUDAH PERIZINAN TAMBANG EMAS, tentu juga instruksi memberantas yang nakal ilegal, maka instruksi itu akan terasa “lebih canték“–kate orang Pontianak. Karena secara faktual, memang sangat sulit, berbelit, dan mahal pengurusan Perizinan Tambang ini. Pernyataan ini bisa kita signifikansi dengan sangat minim IPR yang terbit untuk daerah Kalbar.
Sedikit uraian tentang kepentingan rakyat, perizinan atau LEGALISASI tambang emas ini sangat berhubungan dengan hajat hidup mereka. Banyak rakyat yang menambang emas di tanahnya sendiri, tapi saat hasilnya emas mereka jadi barang ilegal. Kira-kira para ahli dari praktisi advokasi hukum hingga para pengamat tidak adakah yang terpikir untuk ikut di pihak rakyat memperjuangkan LEGALITAS tambang mereka.
Bisa kita bayangkan jelimet dan mahalnya perizinan ini. Kejelimetan ini memberikan peluang “ngingirnya rakyat — rakyat gigit jari”, terutama rakyat kecil, dan menganga lebar terwujudnya model kapitalistik — para pemodal besar berkuasa. Kalau begini semakin terngiang lagu Bang Haji Roma “yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Izin, di bawa ini saya sharing kutipan yang menggambarkan jelimetnya urusan perizinan, dan itu pasti mahal. Tentang jelimet dan mahal ini, saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri, bahkan terlibat hilir mudiknya mengikuti alur jelimetisme.
Regulasi terkait Pertambangan Rakyat seperti IPR, merupakan kuasa pertambangan yang diberikan pemerintah sebagai upaya menyediakan wadah bagi masyarakat untuk melaksanakan usaha pertambangan dengan luasan wilayah yang telah ditetapkan. Juga ada regulasi tentang IPR Koperasi.
IPR diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (“UU Minerba”) dan pelaksanaannya dilakukan dengan wilayah serta investasi terbatas. Hak IPR dapat diberikan kepada individu, badan, hingga koperasi. Luas wilayah untuk setiap IPR dibatasi sebagai berikut:
• Perseorangan dengan luas maksimal 1 hektar.
• Kelompok masyarakat dengan maksimal 5 hektar.
• Koperasi dengan luas wilayah hingga 10 hektar.
Berdasarkan pada Pasal 64 PP 96 Tahun 2021 yang mengatakan jika IPR diberikan dengan jangka waktu maksimal 10 tahun, dapat diperpanjang dua kali masing-masing selama 5 tahun. Dibandingkan dengan IUP (Izin Usaha Pertambangan) atau IUPK, IPR memiliki masa izin yang lebih singkat.
IPR diberikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berdasarkan permohonan yang diajukan oleh individu atau koperasi yang beranggotakan penduduk setempat, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 62 ayat (1) PP No 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (“PP 96/2021”).
Persyaratan Permohonan IPR Perseorangan
• Surat permohonan;
• Nomor Induk Berusaha;
• Salinan Kartu Tanda Penduduk;
• Surat keterangan dari kelurahan/desa setempat yang menyatakan bahwa pemohon merupakan penduduk setempat;
• Surat pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta keselamatan pertambangan;
• Surat keterangan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Persyaratan Permohonan IPR Koperasi
• Surat permohonan;
• Nomor Induk Berusaha;
• Salinan Kartu Tanda Penduduk pengurus koperasi;
• Surat keterangan dari kelurahan/desa setempat yang menyatakan seluruh pengurus koperasi merupakan penduduk setempat;
• Surat pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan serta keselamatan pertambangan;
• Surat keterangan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Mekanisme Izin Pertambangan Rakyat
• Pemohon mengajukan permohonan tertulis dengan melampirkan seluruh dokumen persyaratan;
• Petugas front office akan memeriksa kelengkapan dan memverifikasi dokumen persyaratan. Jika tidak lengkap dan benar, berkas permohonan akan segera dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi;
• Kepala dinas akan memberikan disposisi untuk proses tindak lanjut;
• Kepala bidang kemudian akan memeriksa lembar disposisi dari kepala dinas dan meneruskannya kepada kepala seksi sesuai dengan kewenangannya;
• Kepala seksi mempelajari lembar disposisi tersebut serta kelengkapan berkas;
• Selanjutnya, pelaksana menyusun surat permintaan pertimbangan teknis kepada dinas teknis terkait;
• Kepala dinas teknis akan memberikan pertimbangan teknis berdasarkan hasil peninjauan lapangan;
• Kemudian, kepala seksi akan memeriksa permohonan, dokumen persyaratan, pertimbangan teknis, dan laporan peninjauan lapangan;
• Petugas back office akan menyusun draf naskah izin dan/atau non-izin;
• Kepala seksi dan kepala bidang memeriksa draf naskah izin dan/atau non-izin;
• Setelah itu, kepala dinas menandatangani draf naskah izin dan/atau non-izin yang telah diperiksa;
• Pelaksana kemudian memberikan nomor dan tanggal pada naskah izin dan/atau non-izin kepada pemohon;
• Terakhir, pelaksana mendokumentasikan naskah izin tersebut.
Berdasar sharing regulasi di atas, ada celah bela rakyat dengan IPR Koperasi. Kelihatannya lebih mudah secara normatif yang tampak. Tak tahulah pada praktiknya. Hemat saya, para pengampu kebijakan akan lebih bijaksana jika ber-kebijakan sedikit berpihak kepada rakyat, dengan memangkas rangkaian kejelimetan birokrasi yang hampir dua depa itu. Kalau digalakkan kemudahan IPR Koperasi, akan banyak menolong para penambang perseorangan yang bahkan di lahannya sendiri. Mereka dijadikan sebagai anggota koperasi sebagai legalitasnya. Sehingga hasil tambangan mereka dijual kepada koperasi secara legal. Ada beberapa hal yang sangat positif jika ini bisa terwujud yaitu:
* Pemerintah akan mendapat tambahan lahan pajak;
* Dapat mendongkrak kesejahteraan rakyat, karena harga pasti akan lebih baik disebabkan dijual secara terang-terangan atau legal alias tidak kena pajak gelap.
* Selain itu, rakyat akan mendapat SHU setiap tahunnya dari koperasi.
Sekiranya tulisan ini dapat dijadikan inspirasi, setidaknya harus ada balancis antara penindakan atas pelanggaran atau PETI dan upaya membantu rakyat untuk mendapatkan LEGALITAS atas penambangan untuk memenuhi hajat hidup mereka. Secara obyektif, upaya LEGALISASI ini kan menguntungkan semua pihak, terutama rakyat dan negara. Kandati pun inspirasi ini disadari boleh jadi sangat memerlukan upaya keras untuk terwujud, setidaknya untuk saat ini. Tetapi ini bukan suatu pesimisme, melainkan sebagai bentuk guidence ke arah yang lebih menjadikan rakyat tidak sekedar menjadi isi materi bahkan obyek janji dalam retorika narasi politik dan kekuasaan.
Semoga Allah meridlai kita semua. Amin ya Karim.