Rapat Evaluasi dan Koordinasi PPRG PTKIN Se-Indonesia Sukses

Pontianak (iainptk.ac.id)–Perencanaan dan Penganggaran Responsive Gender (PPRG) IAIN Pontianak melakukan Rapat Koordinasi dan Evaluasi penyelenggara perencanaan dan pengangaran responsif gender (PPRG) PTKIN se- Indonesia, yang dipusatkan di Hotel Orchardz, 20 s.d 22 November 2019. Kegiatan tersebut berlangsung sukses.

Kegiatan tersebut dihadiri Hj. Farihatin Ladia, M. Sos. M. Si, Kasubag Perencanaan dan Keuangan Pendidikan Islam, Rabu (20/11/2019).

Ada beberapa yang disampaikan disela sambutan. “Kegiatan PPRG untuk IAIN Pontianak diselengarakan yang ke tiga kalinya, tepatnya tahun ketiga. Kegiatan PPRG di Pontianak pertama khusus pada pendampingan, penyusunan dokumen di internal IAIN Pontianak, dan kemarin penyusunan Kemenag kabupaten kota Kalimantan Barat. Malam ini kegiatan evaluasi dan koordinasi penyelengaraan PPRG PTKIN se-Indonesia.

“PPRG IAIN Pontianak, sebelumnya sudah terjadwal pada tanggal 18-20 Oktober 2019 bulan kemarin. Karena kondisi cuaca tidak memungkinkan, suasana kabut pekat waktu itu, dan kami selaku panitia tidak mau mengambil resiko”. jelas Suhaimi S.Ag, M.Pd selaku Ketua Panitia.

“Cuaca buruk pada tahun 2015, ketika melaksanakan kegiatan FGD Forum Perencanaan se-Indonesia di Pontianak, dan suasana sangat luar biasa. Asap sangat pekat sampai kemudian sebagian peserta PTKIN Se-Indonesia harus menambah perjalanan dinas. Dua malam harus menginap di Pontianak, karena penerbangan sangat susah. Oleh karena itu melihat pengalaman yang sudah pernah terjadi di Pontianak, maka kemudian melakukan komunikasi bersama Ibu Farla, menyepakati bahwa kegiatan PPRG yang seharusnya dilaksanakan 18 Oktober 2019 kemaren sampai waktu yang memungkinkan dan alhamdulilah malam ini kita laksanakan” sambung Suhaimi.

Kegiatan koordinasi dan evaluasi PPRG di Pontianak ini, dihari oleh 12 PTKIN termasuk Pontianak, tidak semuanya. Dengan karateristik yang berbeda ada 5 PTKIN mengikuti kegitan PPRG proses penyusunan document. Sementara 7 PTKIN adalah yang mendapat anggaran belanja modal khusus pengadaan ruang laktasi salah satunya IAIN Pontianak, yang sampai pada hari ini dalam proses pengadaan barang untuk ruang laktasi.

Farihatin Ladia menyatakan, ‘’Semoga yang menjadi target dan output kita dapat evaluasi dengan baik, ingin mengetahui 5 PTKIN untuk penyusun document masih tersisa dua PTKIN sama sekali belum melaksanakan kegiatan untuk mencari tahu kendala apa dan untuk penyediaan sarana dan prasarana’’. ungkapnya.

‘’Mudahan kedepan tetap bisa berkomunikasi dengan baik dan semakin solid untuk bisa menyelesaikan PPRG yang masih 29 PTKIN yang belum melaksanakan kegiatan PPRG’’ harap Farihatin Ladia.

Rektor IAIN Pontianak Dr. Syarif. S.Ag. MA. mengatakan “Tidak perlu menunggu ada anggaran untuk menyelenggarakan kegiatan ini, hal ini terinspirasi asal jangan gender, tapi jangan sebut kesetaran gender karena sudah tidak relevan lagi. Karena perempuan ini tidak ada yang dihambat untuk berkarir, politik, kegiatan tidak hanya berbasis ritualistik terkait anggaran harus berbasis pada mutu, dan pemutuan menyarankan kepada LP2M untk melakukan penelitian 40% penguatan atau membantah teori, pengembangan riset libery bertujuan supaya dosen setiap mengajar memiliki buku sendiri dalam mengajar mata kuliahnya, 20 % berbasis pengembangan masyarakat, 10 % berbasis budaya Borneo sesuai visi ulung dan terbuka dalam riset dan kajian keilmunan, ke-Islaman Borneo. Untuk mewujudkan hal itu memiliki kebijakan 10 % untuk budaya lokal kalaupun kebudayaan berbasis Islam” ujar Rektor Syarif.

“Merekomendasi program apa yang relevan, kampung riset, pembinaan, memiliki pusat study gender PSGA intrumen di luar. Jangan lagi berbicara kesataran gender hari ini apa yang mencuat masalah gender buat program, pembinaan dan worshop atau perlu pengebamngan karir. Membuka link bersama instansi, karena hidup ini kita yang merekayasa “program” jangan tanggung. Mitra kerja para wakil rektor dan dekan anti ritualistik” pesan Syarif selaku rektor IAIN Pontianak.

Lebih lanjut Rektor Syarif juga mengatakan “Apapun harus implementatif agar terukur. Masalah keuangan agar tidak ritualistik. Kontrol serapan angggaran. Fokus pada SDM. Mengevalusi program yang ritualistik dalam ‘’menghabiskan anggaran”. Kalau tidak ada keterukuran hanya pemberdayaan program sudah tidak relevan lagi” tutupnya.

Penulis: Abdullah
Editor: Aspari Ismail

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

https://anthropology.unkhair.ac.id/ https://fpsi.mercubuana-yogya.ac.id/