Rektor IAIN Pontianak Berikan Tausiah di Pondok Pesantren Modern Nurul Amin

KUBU PADI (www.iainptk.ac.id)–Rektor IAIN Pontianak didaulat memberikan tausiah pada acara milad ke 9 Pontren Modern Nurul Amin di Kubu Padi, Kabupaten Kubu Raya, Sabtu (27/7/2019).

Tampak hadir dalam acara itu pejabat perwakilan dari Pemerintah Provinsi Kalbar, DPRD Provinsi Kalbar, Polda Kalbar, Pangdam XII Tanjungpura, Pengurus Cabang Nahdatul Ulama Kota Pontianak, Kasi Pendidikan Islam Kemenag Kubu Raya, Ketua NU Kubu Raya, IKBM dan ribuan jama’ah.

Rektor IAIN Pontianak menyatakan “Bersyukur tidak hanya dengan ucapan mengucapkan alhamdulillah. Bersyukur juga bukan karena kita punya harta dan juga bukan karena kita punya tubuh, sebab itu karunia. Jika hanya karena karunia itu yang disyukuri maka syukurnya itu tidak diterima oleh Allah. Karena ada sesuatu yang nilainya jauh lebih besar dari bulatan bumi sekalipun tidak diketahui dan tidak disyukuri. Apa itu? Ialah diri ini yaitu ruh yang masih diizinkan Allah untuk menyatu dengan jasad. Diri atau ruh inilah yang nilainya tiada tara. Bahkan ditukar dengan bulatan bumi sekalipun seseorang tidak mau dipisahkan ruh dengan jasadnya. Lebih lagi kepada ruh itu dianugerahkan nikmat.

Nikmat itu tidak sama dengan karunia atau fadlun. Karunia itu berupa harta dan lain-lain, itu dinamakannya kenikmatan. Jadi, yang lebih harus disyukuri lagi itu adalah anugerah pada ruh, yaitu rasa. Dengan rasa segala sesuatu terasa jadi kenikmatan. Rasa itu pula yang selalu bersuara benar. Dengan rasa itulah kita bisa tahu mana yang benar dan mana yang salah. Itulah nikmat yang sesungguhnya. Nikmat itulah yang sebenarnya harus disyukuri” jelas Dosen Tafsir jebolan doktor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

Di samping itu, Syarif juga menyampaikan tentang peran hati dalam menyembah Allah. Setiap memulai ibadah terutama sholat hal yang harus dihadirkan dan dihadapkan adalah hati, bukan jasad. Hati yang mestinya dihadirkan. Hadir hati dihadapan Allah itulah nyata menghadap dan menyembah Allah. Itu sebabnya dalam shalat mesti “mustaqbilal qiblati—menghadap qiblat”. Tentu bukan wajah tubuh saja yang dihadapkan ke qiblat. Jika hati ke sawah-sawah walau jasad ada nempel di dinding Ka’bah, maka itu pun sia-sia. Karena Allah tidak memandang jasad tapi memandang hati, ada apa tidak hadir di hadapan-Nya.

Selain itu juga disampaikan tentang kedudukan Muhammad sebagai wasilah di sisi Allah. Dalam menghadap Allah kita harus mengerti hakikat Muhammad. Setiap beribadah sebaiknya bertawasul terlebih dahulu kepada Rasulullah Muhammad Saw. Kemengertian akan hakikat Muhammad inilah yang akan mengantar untuk mencapai kebahagiaan dunia-akhirat. Kemudian dengan itu baru kemudian bisa diwujudkan dengan sholat dengan khusuk” tegasnya.

Rektor juga berpesan kepada santri jangan hanya belajar membaca doa tetapi harus belajar berdoa. Sebab bukan bacaan doa itu yang didengar oleh Allah melainkan doa yang disertai dengan hati. Doa itu kinerja hati. Hati yang sampai dihadapan Allah itulah yang diterima. Berdoa itu artinya berbahasa hati kepada Allah dengan hadir di hadapan-Nya baru memohon apa saja.

Selain itu, Rektor IAIN Pontianak kelahiran Ketapang ini, juga menekankan peran strategis pesantren. Hari ini yang bisa membentengi bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah salah satunya melalui pondok pesantren. Jadi tempat pondok pesantren itu menjadi benteng untuk menanamkan pengetahuan dan penerapan akhlakul kariman untuk melahirkan perilaku yang baik. Akhlakul karimah inilah yang akan melahirkan dan memperbaiki seluruh aktivitas kehidupan manusia di dunia” pungkasnya.

Penulis: Rosul Santaka
Editor: Aspari Ismail

Print Friendly, PDF & Email