Rakernas Kemenag dan Moderasi Beragama

Oleh: Dr. Syarif, Rektor IAIN Pontianak

Rapat Kerja Nasional (Rakernas)  Kementerian Agama Republik Indonesia dilaksanakan pada hari Rabu-Jumat tanggal 29-31 Januari 2020. Satu titik fokus yang mewarnai dan dominan dalam sambutan-sambutan, penyampaian materi-matari, dan dalam penyampaian summary oleh Sekjend Kemenag bahkan dalam arahan Wamenag khusus disampaikan makalah tentang moderasi beragama.

Fenomena sosial belakangan ini memang sesuai dan seperti tema Rakernas “Moderasi Beragama, Umat Rukun, Indonesia Maju”.  Kalimat tema ini sejenis jumlah syarthiyah dalam kaedah nahwiyah. Ending atau gol kita semua adalah Indonesi maju. Menurut tema ini bahwa Indonesia maju disyarati oleh umat yang rukun. Kemudian umat yang rukun itu disyarati oleh sikap beragama atau sikap memahami dan mengamalkan ajaran agama, yaitu sikap moderasi dalam beragama. Satu hal yg harus menjadi kefahaman bersama adalah bahwa yang harus moderat itu adalah bukan agama atau ajaran agama, tetapi yang harus moderat itu ialah sikap beragama. Yang harus moderat itu adalah cara beragama.

Menteri Agama Fachrul Razi menyampaikan arahan bahwa moderat itu adalah berposisi di satu titik di antara dua kutub ekstrim. Sikap moderat itu artinya mendekatkan dua kutub ekstrim itu untuk menjadi titik tengah atau setidaknya saling mendekat. Tentu arahan Menteri Agama ini tujuannya, jika diterapkan pada konsep hubungan antar pemeluk agama, ialah supaya para penganut agama atau umat beragama saling berdekatan untuk saling memahami eksistensi masing-masing, kemudian akan mewujud sikap saling menghargai dan menghormati. Itu sebabnya Wamenag RI menyampaikan bahwa pembangunan berbasis moderasi beragama harus menjadi keharusan yang sangat penting, tujuannya adalah saling menghargai keberagaman terutama keberagaman agama.

Saya memandang rakernas kali ini benar-benar menginspirasi keinginan untuk memberikan titik tumpu bagi pembinaan keummatan. Ini artinya negara yang membungkus moderasi beragama dalam RPJMN pada titik Revolusi Mental ini punya hajat khusus untuk menguatkan Persatuan Bangsa ini dengan nilai agama. Tentu nilai agama yang dapat membuat umat beragama bisa bersikap saling menghargai, yaitu nilai agama yang moderat.  Dalam pandangan ajaran Islam sikap moderat ini telah menemukan modelnya sejak di zaman Rasulullah Saw. Piagam Madinah misalnya, sebagai contoh pengelolaan hidup dalam kebersamaan. Siapapun yang mengkhianati komitmen kebersamaan harus keluar dari negara Madinah.

Dalam konteks ke-Indonesiaan, sikap moderat menjadi keharusan. Oleh karena Indonesia ini adalah negara kesatuan berbasis kesepakatan dalam keberagaman. Indonesia tidak diperjuangkan dan didirikan oleh suku, kelompok, atau agama tertentu. Tetapi Indonesia diperjuangkan dan didirikan secara bersama-sama lintas suku dan agama. Kesadaran ini harus dapat penguatan yang riil dalam mengisi pembangunan di negeri besar Indonesia ini. Tidak boleh kelompok tertentu baik berbasis suku maupun agama merasa dan mengklaim yang paling berhak. Tetapi sejatinya harus berkesadaran bahwa semua kita mendapat hak yang sama dalam semua lini kehidupan. Para pengampu kekuasaan negara menurut saya, harus berkesadaran betul akan hal ini. Sehingga pembangunan nasional dirancang dan diwujudkan berbasis hak dan kewajiban bersama ini.

IAIN Pontianak telah dan merencanakan program untuk penguatan moderasi beragama. Program tersebut merupakan program yang saling berkait antara nilai filosofi kebangsaan dan ajaran inti agama. Program yang dimaksud ialah IAIN Pontianak telah mendirikan: Rumah Moderasi, sertifikasi wawasan kebangsaan bagi mahasiswa baru dan para pengurus ormawa (berkurikulum: Pancasila dan UUD 1945, ke-NKRI-an, sejarah perjuangan, toleransi dan wasathiyatul Islam), sedang dipersiapkan pendirian Rumah Pancasila, sedang dirancang kurikulum moderasi beragama, kurikulum wawasan kebangsaan, dan antisipasi pada seleksi CPNS.

Untuk Rakernas kali ini saya memiliki catatan kecil. Namun ketika saya diskusikan dengan teman-teman dan senior para rektor, ternyata catatan kecil ini dipandang sangat penting. Ialah bahwa ide-ide dan rencana-rencana besar dalam Rakernas ini kurang efektif dari segi eksekusinya ke depan, khususnya dalam hal moderasi beragama. Mengapa? Oleh karena ide, rancangan, instruksi-instruksi terkait moderasi beragama digelontorkan saat rekernas di mana DIPA telah ditetapkan sejak Oktober tahun lalu. Mestinya ide, rancangan, dan instruksi-instruksi tersebut dilakukan bahkan sebelum penyusunan Pagu Indikatif. Sedangkan pada Rakernas adalah tinggal ditagih atau minta program konkrit yang telah terbiayai dalam DIPA. Dengan begitu rakernas sifatnya penguatan untuk tepat eksekusinya.  Dengan begitu akan efektif dalam arti maksimal perwujudan programnya.

Tetapi akan lebih efektif lagi (ini cacatan kecil kedua), jika hajat besar untuk penanaman nilai moderasi beragama ini, apabila programnya langsung menjadi program Kementerian berupa titipan-titipan program di satker-sakter. Dalam hal ini satker-satker PTKN sangat tepat kalau dijadikan leadingnya titipan program tersebut. Mengingat PTKI kaya SDM untuk penguatan materi moderasi beragama.  Dengan begitu akan sangat efektif dan massif. Mengapa demikian? karena sejujurnya, PTKIN khususnya miskin anggaran, terutama RM. Apalagi Anggaran BOPTN stagnasi seperti mati segan hidup tak mau, karena jumlahnya sangat minim. Juga oleh karena saat ini, PTKIN Hanya bertumpu kepada PNBP, terutama yang belum BLU.

Sembari menunggu cita ideal kebijakan titipan program ini, kita tetap semangat dan laksanakan sekuat tenaga dengan modal yang ada. Moderasi Beragama, Umat Rukun, Indonesia Maju.

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

https://anthropology.unkhair.ac.id/ https://fpsi.mercubuana-yogya.ac.id/