Perguruan Tinggi Agama Islam yang Berkemajuan dan Berkarakter Di Era Global

H Hamka Siregar

Oleh: Dr. H. Hamka Siregar, M.Ag

H Hamka Siregar#2Mendiskusikan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) hari ini sebagai sebuah lembaga pendidikan cukup menarik. Melihat dan menyikapi perkembangan PTAI saat ini tentulah ada semacam kebanggaan atau apresiasi. Awalnya, sebagaimana jamak dipersepsikan oleh orang awam, PTAI adalah perguruan tinggi yang kurang berkualitas. Sering dipercakapkan bahwa PTAI adalah Perguruan Tinggi kelas dua. Sudah barang tentu, mahasiswanya pun adalah orang-orang yang berasal dari kalangan dan segmen tertentu. Tetapi, saat ini, persepsi seperti itu, sudah harus diralat karena sudah tidak sesuai dengan faktanya. Sekarang PTAI telah berkembang sedemikian rupa yang, dalam ukuran tertentu, melampaui harapan. Cukup banyak dari PTAI sekarang ini yang kualitasnya tidak kalah dengan perguruan tinggi lainnya di tanah air.

Sisi kualitas ini, sebagaimana disebutkan di atas, berkembang seiring dengan perubahan waktu. Perubahan ini tentu menggembirakan dan membanggakan kita semua, khususnya umat Islam Indonesia. Pandangan atau persepsi masyarakat, sebagaimana dikemukan di atas, secara perlahan juga mengalami pergeseran. Bahkan, beberapa di antara PTAI saat ini, menjadi perguruan tinggi favorit yang banyak diminati oleh mahasiswa-mahasiswa baru. Sebut saja seperti Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, UIN Yogyakarta, UIN Malang, –dulu masih berstatus IAIN dan STAIN—merupakan kampus idola baru. Tidak mengherankan jika kampus-kampus ini juga saat ini menjadi pilihan banyak mahasiswa dari berbagai negara, khususnya dari negara-negara Islam.

Satu hal yang perlu digarisbawahi bahwa perkembangan PTAI di Indonesia hari ini, tidak terlepas dari perubahan kelembagaan. Perubahan yang dimaksud adalah perguruan tinggi agama, dulunya semata-mata menekuni ilmu-ilmu keagamaan, menjadi perguruan tinggi yang juga menekuni ilmu-ilmu umum. Universitas-universitas Islam di bawah payung PTAI telah membuka fakultas-fakultas umum, seperti kedokteran, komunikasi dan cabang ilmu-ilmu sains lainnya. Pembukaan fakultas-fakultas tersebut menjadi momentum, berakhirnya dikotomi keilmuan yang selama ini menjadi hambatan dan sering diperdebatkan.

Dalam perspektif Islam, Muhammad Ali berpendapat bahwa integrasi ini setidaknya memuat dua hal penting: Pertama, secara akademik perlu dikembangkan sikap saling memahami atau mutual understanding untuk memperkuat tukar menukar informasi yang substantif dan relevan antara sains dan agama. Pertukaran informasi dimaksud untuk menghasilkan bangunan atau kontruksi filosofis tentang konsepsi-konsepsi rasionalitas dan terhadap arah bagi keputusan-keputusan praktis. Kedua, tidak hanya sekedar perbincangan akademik tetapi juga diharapkan secara kultural bahwa integrasi ini menjadi kesadaran bersama. Dikotomi antara ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu agama sudah tidak relevan untuk dipraktekkan sebagaimana pernah terjadi pada lembaga pendidikan Islam (PTAI).

Perubahan kelembagaan ini, otomatis mendorong PTAI melakukan perubahan, baik pada sisi fisik–sarana dan prasarana pendidikan—maupun sisi manajemen. Dengan demikian, orientasi PTAI pun mengalami pergeseran. Tetapi, pergeseran tersebut, bukan berarti PTAI meninggalkan ciri khasnya sebagai perguruan tinggi keagamaan. Justru, PTAI harus tetap setia pada fitrahnya sebagai perguruan tinggi agama, meskipun mendalami sains.

Momentum perkembangan PTAI saat ini harus dimanfaatkan secara maksimal. PTAI tidak boleh berhenti berbenah. Era globalisasi adalah era yang menghadirkan berbagai tantangan. Oleh karena itu, harus disadari bahwa era globalisasi menuntut adanya kesiapan untuk menghadapi tantangan dan persaingan yang semakin kompetitif. Sejatinya, era globalisasi telah merubah peta ruang dan waktu. Sejalan dengan itu, PTAI harus terus meningkatkan kualitas diri agar dapat melahirkan lulusan-lulusan yang berkualitas. Mengutip pendapat Hujair AH. Sanaky yang menyebutkan bahwa tujuan pendidikan sebagai sistem dan cara untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan.

Selain itu, PTAI idealnya tidak hanya unggul dalam penguasaan sains-sains modern, tetapi juga dapat melahirkan pribadi-pribadi yang berkarakter. Hal ini relevan dengan tujuan Pendidikan Nasional. Pasal I Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 yang memuat bahwa tujuan pendidikan nasioanl adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk mempunyai kecerdasan, kepribadian, dan akhlak yang mulia. Untuk tujuan ini, hal yang penting dikerjakan dalam konteks ini adalah: pertama, merumuskan kembali tujuan pendidikan ke arah pendidikan karakter; kedua, menyusun kurikulum PTAI yang berbasis pendidikan karakter; dan ketiga, menerapkan model pembelajaran yang berkarakter.

Print Friendly, PDF & Email