KKL Di Sui Limau, Masyarakat Menjunjung Tradisi Keberagamaan

SUI LIMAU (www.iainptk.ac.id)—Langit perlahan menghitam, Surya pun mulai lelah dan sedikit merebahkan tubuhnya di ufuk barat. Kini petang telah tiba. Memaksa semua yang bernyawa mengakhiri aktivitas primernya. Tetapi tidak dengan padi-padi muda yang tetap menari gemulai tertiup angin membuat mata tak jemu memandangnya dari posko kelompok 3 KKL Integratif IAIN Pontianak Desa Sungai Limau Kecamatan Sungai Kunyit Kabupaten Mempawah.

Pembacaan sholawat Tarhim yang menjadi ciri khas warga Nahdliyyin oleh Abdurrahman serta lantunan azan Maghrib khas Timur Tengah oleh Raden Syaifuddin, menambah kesyahduan senja kali ini. Puluhan warga Gang Nelayan berbondong-bondong menuju musholla Nurul Huda untuk sholat berjama’ah. Maghrib kali ini Fahri Albar, ketua kelompok 3 diberikan kesempatan oleh jamaah yang lain untuk menjadi imam sholat. Dengan rendah hati Fahri menerima tawaran itu. Tak disangka lantunan surah Al-fatihah khas Imam As-Sudais oleh Fahri Albar mampu melahirkan suasana sholat ala Masjidil Haram menjadi pengobat rindu jema’ah yang mendambakan beribadah ke tanah suci.

Sholat Maghrib pun berlalu. Seraya menunggu Isya, saatnya kami mengisi waktu luang dengan Muthola’ah Kitab al-Fiyah Ibnu Malik dengan tujuan mampu menambah kemampuan kami dalam membaca literatur Bahasa Arab.

Namun tak disangka, kami mendapat tawaran untuk ikut serta dalam acara Khotmil Qur’an di rumah warga. Mutholaah kami hentikan dan kamipun bergegas menuju rumah sang Sohibul bait.

Warga Sungai Limau Kecamatan Sungai Kunyit sungguh sangat menjunjung tinggi tradisi keberagaman ala warga Nahdliyyin yang akhir-akhir ini menjadi lahan kritik oleh para pemeluk Islam konservatif. Mengapa tidak, mereka yang belajar agama di Timur Tengah tidak pernah menyaksikan ritual tahlil dan Khotmil Qur’an berjama’ah beserta tawassul kepada para ulama membuat mereka berkeyakinan bahwa ritual ini adalah kesesatan dan tidak pernah dilakukan Nabi Muhammad Saw.

Namun Sayyed Husen Nasr mengatakan Islam adalah suatu sistem nilai yang dapat diinternalisir sehingga menghasilkan ekspresi yang beragam sesuai dengan kultur budaya pemeluknya. Nilai yang termuat dalam ajaran Islam di internalisasikan sehingga menjadi falsafah hidup setiap pemeluknya sehingga Islam membebaskan bentuk ekspresi budaya penganutnya dengan syarat tetap berpegang teguh pada nilai-nilai Islam yang cukup universal. Tak heran setiap daerah memiliki ekspresi keberagamaan yang berbeda sehingga membentuk keragaman kultur Islam yang cukup menarik minat pemerhati studi Islam timur oleh bangsa Eropa (orientalis).

Khotmil Qur’an pun selesai kami laksanakan dan tak disangka kami diberikan kesempatan mengisi tausiyah di kegiatan muslimat warga Gang Nelayan diesok hari. Awalnya kami merasa segan. Namun, kami harus menerima tawaran itu, karena bagaimanapun kami sebagai mahasiswa dituntut mampu menerima segala tantangan. Akhirnya Zainur Rifki ditunjuk sebagai da’i karena hanya dia satu-satunya dari 12 anggota kelompok dengan konsen kuliah Pendidikan Agama Islam. Kami bergegas pulang ke posko untuk beristirahat agar esok mampu beraktifitas kembali dengan nyaman.

Tidur panjang yang kami tempuh telah berakhir, burung-burung berkicau ria menyambut kedatangan sang fajar. Sorak-menyorak ayam jago semakin menunjukkan latar pedesaan. Kami mengawali hari kami dengan sholat Subuh di musholla Nurul Huda dan dilanjutkan dengan senam pagi di depan posko bersama adik-adik kami yang berkenan bergabung dengan kami.

Kini tiba saatnya bagi Zainur Rifki menjalankan kewajibannya sebagai da’i. Waktu menunjukkan pukul 15.00, kami bersama-sama mendampingi Zainur Rifki menuju Shohibul hajah muslimatan. Acarapun dimulai, Kholil diperkenankan membaca tawassul diikuti dengan pembacaan Surah Yasin. Lantunan ayat suci Al-Quran ala ibu-ibu nusantara cukup membuat kami bangga akan keanekaragaman budaya bangsa ini. Abdul Aziz menutup pembacaan surah Yasin dengan pembacaan doa tahlil yang dikhususkan kepada keluarga Sohibul Hajah yang telah wafat.

Kini tiba acara inti yakni tausiyah oleh Zainur Rifki, ia menyampaikan bahwa Allah menghendaki kita untuk berbeda-beda agar kita saling mengerti satu dengan yang lain. Yang membedakan kita yang berbeda disisi Allah bukanlah warna kulit kita melainkan kualitas ketakwaan. Zainur Rifki juga menyerukan agar jamaah tidak ikut-ikutan membenci kelompok lain yang bukan bagian dari mereka.

Penulis: Zainul Rifki dan Raden Syaifuddin
Editor: Aspari Ismail

Print Friendly, PDF & Email